BJ Habibie juga sangat dekat dengan para budayawan dan seniman. Hal itu ditandai dengan melibatkan Museum Bank Mandiri untuk pembuatan Film Rudy Habibie. Sebagian adegan film tersebut tempatnya diambil dari museum tersebut.
Menurut penulis, pandangan Habibie terhadap kebudayaan nasional dan kesenian ibarat untaian zamrud khatulistiwa yang bisa menjadi daya ungkit menuju kemajuan bangsa.
Apresiasi BJ Habibie terkait kebudayaan terlihat dari koleksi buku di perpustakaan pribadinya dan koleksi beberapa karya seni patung yang ada di kediamannya, baik yang ada di rumahnya di Jakarta maupun yang ada di Jerman. Hanya saja koleksi patung BJ Habibie yang ada di Jakarta sering ditutup dengan kain sehingga tidak bisa dinikmati keindahannya.
Patut kita renungkan bersama, selama ini Peringatan Hakteknas di mata rakyat terkesan elit dan kurang menyentuh kehidupan rakyat luas. Oleh sebab itu makna peringatan mesti diperluas sehingga bisa dirasakan oleh rakyat luas.Â
Perluasan makna itu sebaiknya menekankan kelangsungan dan daya saing produk lokal yang memberikan proses nilai tambah yang berarti.
Seperti misalnya masalah nilai tambah yang terkait dengan kemaritiman. Karena menjadi keprihatinan bangsa karena potensinya belum bisa didayagunakan seoptimal mungkin. Bahkan masalah garam impor yang selama puluhan tahun membanjiri negeri ini tidak bisa diatasi.Â
Sungguh, ini adalah tamparan keras bagi sumber daya manusia teknologi nasional. Karena teknologi produksi garam yang tergolong sederhana saja masih belum bisa diterapkan dengan baik. Namun disisi lain kebijakan teknologi nasional sudah berorientasi teknologi canggih.
Wahana transformasi teknologi dan industrialisasi yang sudah ada sebaiknya tidak hanya difokuskan untuk teknologi canggih saja. Namun perlu diimbangi dengan teknologi sederhana atau tepat guna yang dibutuhkan rakyat untuk swasembada pangan.
Makna dan esensi Hakteknas yang diperingati setiap tahun harus mampu memajukan teknologi sederhana atau tepat guna yang dibutuhkan masyarakat luas. Seperti usaha garam rakyat semestinya sudah berkembang sehingga Indonesia mampu swasembada produk garam. Sehingga impor garam hingga jutaan ton tidak terjadi lagi.
Dengan memajukan teknologi produksi usaha rakyat dan potensi sumber daya alam kelautan seharusnya Indonesia mampu menjadi lima besar dunia produsen garam. Namun kondisinya belum menggembirakan, kini Indonesia masih terpuruk di posisi ke-32 dunia dengan produksi sekitar 0.4 persen total produksi dunia.