Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Perpres Jurnalisme Berkualitas, Adu Nasib antara Jurnalis dan Kreator Konten

4 Agustus 2023   05:33 Diperbarui: 8 Agustus 2023   07:39 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Perpres Jurnalisme Berkualitas (sumber gambar: iStock via Mitrapost.com)

Secara total, DJP sendiri telah menunjuk 156 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN hingga Juni 2023. Termasuk lima PMSE baru, yakni Corel Corporation, Foxit Software Incorporated, Sendinblue SAS, Twitch Interactive, Inc, dan NCS Pearson, Inc.

Eksistensi Perpres Jurnalisme Berkualitas apakah bisa lebih menyejahterakan jurnalis dan kreator konten? Atau justru menjadikan adu nasib antara jurnalis dan kreator konten untuk mengais rezeki. 

Banyak kasus yang menimpa seniman yang sekaligus merupakan kreator konten yang karyanya di media sosial dicomot begitu saja oleh oknum jurnalis. Praktik mengutip konten akun media sosial milik pesohor, pejabat, atau orang biasa tanpa konfirmasi sudah jamak dilakukan oleh oknum jurnalis, terutama media daring.

Media sampai hari ini dibelit beberapa masalah pelik, baik dalam urusan bisnis maupun kualitas jurnalistik. Postur media di Indonesia pada masa kini menurut Dewan Pers, total jumlah media massa di Indonesia diperkirakan mencapai 47 ribu. 

Di antara jumlah tersebut, 43.300 media online, sekitar 2.000-3.000 media cetak, sisanya radio dan stasiun televisi. Yang tercatat sebagai media profesional yang lolos verifikasi Dewan Pers hingga 2018 hanya 2.400 media. Dari data ini terlihat betapa ketatnya bisnis media dan persaingan merebut perhatian publik.

Jika nantinya Perpres Jurnalisme Berkualitas mampu memaksa platform asing untuk berbagai keuntungan dengan pihak media lokal, apakah hal itu bisa menciptakan kesejahteraan bagi segenap jurnalis? 

Atau bagi hasil itu hanya dinikmati oleh pemilik industri media dan penyiaran saja. Sedangkan para jurnalis tetap hidup pas-pasan dan setiap saat terancam PHK.

Disrupsi teknologi menimbulkan konsekuensi bagi pekerja media. Oleh sebab itu produktivitas mesti digenjot setinggi mungkin. Mereka harus membuat berita sebanyak mungkin dalam tempo sesingkat-singkatnya. Selain menggenjot produktivitas jurnalis, media juga terus mencari model bisnis baru yang menghasilkan revenue stream.

Tidak mengherankan kini semakin banyak media yang merangkap menjadi EO dalam berbagai acara. Banyak juga yang menawarkan jasa menggarap media internal perusahaan, kementerian, BUMN dan lembaga negara. Belakangan bahkan muncul model media baru yang berperan sebagai platform konten. 

Model baru ini membuat publik sulit membedakan mana konten yang dibuat sesuai etika dan standar jurnalistik dan mana yang tidak. Semoga di waktu mendatang model media baru ini semakin dicintai publik dan semakin kredibel. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun