Hari Bakti TNI AU : Sorotan Pembelian Pesawat Tempur Bekas dan Jasa Herky
Peringatan Hari Bhakti TNI AU memiliki latar belakang dua peristiwa penting yang terjadi dalam satu hari pada 29 Juli 1947. Peristiwa pertama terjadi pagi hari, dimana tiga kadet penerbang TNI AU masing-masing Kadet Mulyono, Kadet Suharnoko Harbani dan Kadet Sutarjo Sigit dengan menggunakan dua pesawat Cureng dan satu Guntei berhasil melakukan pengeboman terhadap kubu pertahanan penjajah Belanda di tiga tempat berbeda. Yakni di kota Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Peristiwa Kedua adalah jatuhnya pesawat DAKOTA VT-CLA yang menyebabkan gugurnya tiga orang perintis TNI AU yakni Adisutjipto, Abdurahman Saleh dan Adisumarmo. Pesawat Dakota jatuh ditembak pesawat tempur Belanda di daerah selatan Yogyakarta. Itu bukan pesawat militer, melainkan pesawat sipil yang disewa oleh pemerintah Indonesia untuk membawa bantuan obat-obatan Palang Merah Malaysia. Penembakan dilakukan oleh dua pesawat militer Belanda jenis Kittyhawk yang marah terkait pengeboman para kadet TNI AU pada pagi harinya.
Peringatan kali ini diwarnai dengan sorotan publik terkait dengan rencana pembelian pesawat tempur bekas. Pihak DPR meminta Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menghentikan pembelian 12 jet tempur Mirage 2000 - 5 bekas Qatar Air Force (QAF) senilai lebih dari Rp11,8 triliun. Sorotan publik lainnya adalah terkait dengan masalah perawatan alutsista yang dimiliki oleh TNI AU.
Peringatan Hari Bakti TNI AU sangat relevan untuk menumbuhkan spirit membela kedaulatan dirgantara Indonesia serta menjadi inspirasi pengembangan alutsista dan industri dirgantara di tanah air. Peringatan juga sebagai cermin atau refleksi diri dalam memperbaiki kinerja TNI AU. Khususnya masih terjadinya kecelakaan yang menimpa pesawat TNI AU. Kecelakaan tersebut menunjukkan bahwa kondisi alat utama sistem persenjataan (alutsista) masih sarat masalah yang bisa menyebabkan fatalitas. Perlu totalitas untuk menjalankan program zero accident bagi seluruh alutsista TNI AU.
Program zero accident atau kecelakaan nihil alutsista perlu segera disempurnakan. Program zero accident menyangkut berbagai aspek, yakni kompetensi SDM, penguasaan teknologi, ketersediaan suku cadang dan dana perawatan berkala. Â
Penulis sebagai anggota Indonesia Aeronautical Engineering Center (IAEC) berpendapat bahwa kasus-kasus kecelakaan pesawat TNI mengindikasikan terjadinya masalah terkait sistem perawatan dan eksistensi SDM kedirgantaraan. Program Zero Accident pesawat TNI bisa efektif jika didukung oleh SDM yang kredibel dan menguasai teknologi dan sistem perawatan pesawat. Masalah sistem pemeliharaan biasanya bertemali sejak kontrak pengadaan pesawat. Terutama terkait dengan transfer of technology (ToT).
Ada praktik yang riskan terjadi di dunia penerbangan terkait dengan suku cadang pesawat rekondisi. Di pasar gelap ada pihak yang memoles suku cadang yang tidak layak lagi digunakan. Kemudian direkondisi, diperbarui dengan menyertakan dokumen yang tidak resmi. Dokumen yang bermasalah alias aspal itu antara lain COC (certificate of confirm), ARC (authorized release confirm), serta CoO (certificate of origin) yang dikeluarkan pabrik suku cadang yang sudah mendapat izin dari otoritas terkait.
Mengingat prosedur pengadaan suku cadang alutsista TNI yang sangat ketat, kecil kemungkinan suku cadang aspal bisa dipakai di pesawat militer. Apalagi prosedur pengadaan suku cadang pesawat militer diawasi secara ketat oleh Komando Pemeliharaan Materiil TNI Angkatan Udara (Koharmatau) sebagai salah satu Kotama TNI AU yang membawahi Depo-depo Pemeliharaan (Depohar).
Komando itu memiliki peranan penting dalam menyiapkan dan memelihara pesawat terbang TNI AU. Namun dalam pelaksanaannya, ada beberapa masalah yang timbul guna mendukung kesiapan pesawat terbang. Masalah tersebut diantaranya kurangnya dukungan suku cadang yang tepat jenis, jumlah, mutu dan waktu, sementara di lain pihak kebutuhan suku cadang setiap waktu semakin meningkat, sehingga mengakibatkan tingkat kesiapan operasional pesawat menurun.
Depohar telah dilengkapi berbagai macam peralatan dan sarana prasarana pendukung serta personel pemeliharaan yang kompeten dan bersertifikat. Mestinya untuk meningkatkan kesiapan operasional pesawat terbang terkait suku cadang berupa komponen (part), removable item, bit and pieces dan expendable item tidak bermasalah lagi.Pesawat terbang militer maupun sipil menggunakan jasa Maintenance Repair and Overhaul (MRO) dalam menyiapkan dan memelihara pesawat terbangnya agar siap operasi.
Jasa Besar Herky
Peringatan Hari Bakti TNI AU tahun ini mendapat kado istimewa berupa penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules A-1339. Dibandingkan dengan versi terdahulu, Super Hercules C-130J lebih modern karena banyak otomatisasi.Pesawat buatan Lockheed Martin ini mempunyai keunggulan mampu terbang sejauh 4.425 kilometer dengan ketinggian maksimum 8.000 meter dengan muatan 44.000 pounds (19.958 kg). Selain itu, membawa 8 palet atau 97 tandu atau 24 bundel CDS (container delivery system), 128 anggota pasukan tempur, atau 92 anggota pasukan terjun sesuai kapasitas maksimum.
Dibalik kedatangan Super Hercules, kita patut memberikan apresiasi dan terima kasih kepada jenis pesawat Hercules terdahulu yang pernah dioperasikan oleh TNI AU.
Banyak pihak yang tidak tahu bahwa selama puluhan tahun teknisi TNI AU telah merawat secara paripurna dan memiliki solusi teknologi untuk Herky yang merupakan sebutan pesawat C-130 Hercules TNI AU. Selama puluhan tahun Herky telah mendatangkan berjuta kenangan khusus yang tak terlupakan bagi jutaan orang, baik personel militer maupun kalangan sipil yang pernah terbang bersamanya.
Hampir semua personel pasukan tempur lintas angkatan dan lintas generasi pernah terbang bersama Herky dalam berbagai operasi. Baik operasi militer maupun operasi kemanusiaan dan penanggulangan bencana alam. Dahulu Herky juga menjadi dewa penolong bagi mahasiswa dan pelajar yang merantau jauh dari kampung halamannya. Pada saat liburan sekolah mereka menggunakan jasa Herky untuk mudik ke kampung halaman dengan membayar sedikit uang untuk keperluan administrasi. Selama ini Herky tidak pernah dikomersilkan sebagai transportasi udara. Komandan pangkalan udara mengeluarkan kebijakan bagi keluarga TNI dan sipil terkait tugasnya. Tidak ada salahnya jika memanfaatkan ruang kosong Herky untuk sekedar membantu kalangan pelajar dan mahasiswa serta kalangan sipil yang bertugas di daerah perbatasan atau pedalaman.
Bagi yang pernah terbang bersama Herky, pasti merasa bangga, haru dan takjub yang bercampur menjadi satu. Pesawat berbadan besar itu memiliki suara mesin yang khas. Derunya yang membelah angkasa itu menyiratkan keperkasaan struktur tubuhnya dan keandalan mesinnya. Badan atau fuselage Harky yang lebar itu bisa dimasukan berbagai macam logistik dan kendaraan lewat ramp door atau pintu belakang yang kokoh dengan sistem hidrolik yang khas. Herky tidak memiliki interior yang mewah seperti pesawat sipil. Saat masuk kedalam kabin dan fuselage kita bisa melihat struktur frame, instalasi sistem maupun wiring.
Kini banyak pihak menuding bahwa umur Herky yang sudah tua itu sangat riskan, padahal meski tua sejatinya Herky masih tetap perkasa. Pernyataaan perkasa ini tentunya berdasarkan kajian teknologi dan pengalaman internasional. Karena populasi pesawat jenis Hercules di dunia yang masih beroperasi masih banyak.
Kemampuan teknologi dan daya inovasi para teknisi TNI AU terlihat dalam perawatan pesawat Hercules C-130 bernomor A1301 yang tiada lain adalah Herky seri B pertama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Sekaligus merupakan pesawat pertama C-130 seri B yang di jual ke luar Amerika Serikat berkat diplomasi Presiden RI yang pertama Soekarno.
Sejarah mencatat bahwa penerbangan terakhir pesawat Hercules A1301 memberikan makna bahwa personil TNI AU memiliki semangat inovasi yang luar biasa. Pada 1987, pesawat A1301 mengalami kerusakan yang cukup parah saat landing di bandara El Tari Kupang. Karena masalah keterbatasan peralatan dan suku cadang, dengan segala cara para teknisi TNI AU melakukan perbaikan yang sifatnya sangat sementara agar pesawat bisa terbang kembali ke pangkalan induk.
Karena kecintaan kepada Herky dan faktor nilai perjuangan, maka personil TNI AU berusaha menerbangkan A1301 dengan sayap "dummy" yang dipinjam dari Herky yang lain. Akhirnya, dengan "one way ticket to hell", A1301 bisa kembali dan ditempatkan di Lanud Husein Sastranegara untuk selanjutnya difungsikan sebagai simulator sekaligus monumen perjuangan TNI AU. (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI