Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Membangun RPTRA yang Ergonomik dan Utamakan Mainan Lokal

23 Juli 2023   06:29 Diperbarui: 25 Juli 2023   09:51 836
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lomba permainan tradisional jukung atau gasing di Kota Banjarmasin ( sumber gambar : KOMPAS/JUMARTO YULIANUS)

Membangun RPTRA yang Ergonomik dan Utamakan Mainan Lokal

Pemerintah daerah setiap tahun anggaran mengalokasikan dana yang cukup besar untuk mewujudkan Program Kota Layak Anak. 

Sebagian besar anggaran tersebut dipakai untuk membangun ruang interaksi publik bagi anak. Perlu konsep penyediaan ruang publik bagi anak yang aman, ergonomik dan memakai produk lokal.

Pembangunan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang marak di setiap daerah perlu diawasi secara ketat dan tepat agar tidak ada modus korupsi dan penggelembungan harga. RPTRA yang sebagian besar berupa ruang terbuka yang dilengkapi dengan arena bermain dan pustaka mainan harus di desain sesuai dengan kondisi fisik anak.

Seperti sudah menjadi keseragaman, RPTRA dilengkapi dengan konstruksi jenis peralatan bermain untuk anak-anak diantaranya adalah perosotan, jungkat jungkit, alat panjat mini, dan ayunan. 

Semua peralatan di RPTRA itu harus dirancang dengan kuat, aman dan ergonomik bagi tubuh anak. Ergonomik dalam arti nyaman, aman dan sesuai dengan fisik anak. Antara lain memiliki pegangan yang bertekstur halus dengan sudut yang oval atau tidak lancip. Selain itu konstruksi harus kuat dan tidak mudah rusak.

Menurut pengamatan penulis konstruksi RPTRA banyak yang rusak meskipun baru dibangun. Perosotan dan jungkat jungkit terbuat dari material plastik juga mudah patah atau berubah bentuk. 

Selain itu konstruksi ayunan yang terbuat dari metal seringkali bermasalah karena kualitas sambungan dan pengelasan. Selain itu banyak kasus konstruksi yang tidak memiliki permukaan yang halus.

Banyaknya kerusakan dan konstruksi ringkih ( tidak kuat ) yang terjadi di dalam RPTRA menyedot anggaran tahun berikutnya. Hal seperti inilah yang rawan dalam penggunaan anggaran serta bentuk pemborosan di daerah.

Di beberapa daerah eksistensi RPTRA juga dilengkapi dengan Pustaka Mainan (Toy Library). Yakni program layanan yang menyediakan tempat bermain serta berbagai alat mainan anak. 

Alangkah baiknya jenis mainan anak dibeli dari produk lokal yang berkualitas. Mengingat pada saat ini sebagian besar mainan anak adalah barang impor. 

Saat ini di pasar dan toko-toko mainan dibanjiri oleh produk asing, terutama impor dari Tiongkok. Ironisnya jenis-jenis mainan impor itu justru berubah menjadi produk lokal hanya dengan mengganti cap dan label yang tertera dalam bungkusnya.

Karakteristik RPTRA sudah banyak dirumuskan, namun pelaksanaan di lapangan masih banyak yang tidak sesuai. 

Secara konsep dan teorinya RPTRA berfungsi sebagai taman terbuka publik, wahana permainan dan tumbuh kembang anak, prasarana dan sarana kemitraan antara Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hak anak.

Tidak hanya itu, bagian dari prasarana Kota Layak Anak, ruang terbuka hijau dan tempat penyerapan air tanah, prasarana dan sarana kegiatan sosial warga termasuk pengembangan pengetahuan dan keterampilan kader PKK,usaha peningkatan pendapatan keluarga, pusat informasi dan konsultasi keluarga.

Fokus kegiatan RPTRA harus mencerminkan layanan bagi anak, layanan masyarakat dan pelayanan kebencanaan. Pembangunan RPTRA di kota besar telah bekerja sama dengan perusahaan swasta. 

Untuk karakteristik kunjungan, menurut sebagian besar pengelola RPTRA pada saat baru dibangun sangat ramai, setelah beberapa waktu kunjungan tidak begitu ramai, karena jiwa anak yang mudah bosan. Apalagi kalau beberapa peralatan RPTRA ada yang rusak.

Pembangunan dan pengadaan RPTRA di daerah perlu berorientasi kepada produk mainan lokal. Selain itu di dalam RPTRA juga di dorong penggunaan jenis permainan tradisional seperti permainan egrang, congklak, gasing, kuda kepang, permainan rotan dan lain-lain. 

Industri mainan anak-anak buatan lokal hingga yang bersifat tradisional selama ini stagnan. Industri mainan lokal tergilas oleh mainan impor. 

Bahkan produk mainan yang digunakan di sekolah PAUD atau taman kanak-kanak sebagian besar didominasi oleh mainan impor. Mainan impor itu dibungkus dengan merek lokal.

Perlu digencarkan gerakan atau program beli kreatif lokal berupa mainan dan alat permainan anak untuk mendukung pelaku ekonomi kreatif agar kembali produktif dan terus berkembang demi meningkatkan omzet perlu diperluas hingga ke daerah. 

Gerakan sangat berarti bagi salah satu industri kreatif lokal yakni pengrajin mainan anak. Produk mainan anak perlu perhatian khusus karena memiliki nilai ekonomi yang sangat prospektif. Terutama bagi industri mainan anak yang berbasis dan berbahan baku lokal serta bercorak tradisional.

Harian The Wall Street Journal menyatakan sebanyak 85 persen mainan anak yang dijual di pasar global diproduksi di Tiongkok. Sekedar catatan produk impor mainan anak dari Tiongkok ke Indonesia mencapai 398 juta dollar AS per tahun. 

Tiongkok berhasil mengekspor mainan ke AS senilai 19,4 miliar dollar AS. Di luar AS, pangsa pasar mainan Tiongkok di area Eropa berada di Belanda (3,2 miliar dollar AS) dan Inggris (2,9 miliar dollar AS).

Jika kemampuan desain dan relevansi tema produk mainan anak buatan Indonesia bermutu baik, maka punya kesempatan mengisi ceruk pasar global. 

Pemangku kepentingan perlu gerak cepat membangkitkan industri lokal mainan anak dengan berbagai insentif dan program perbaikan desain. 

UMKM sektor mainan anak dan alat peraga pendidikan perlu perhatian khusus karena hal ini bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.

Pemerintah diharapkan segera memberi insentif kepada UMKM yang memproduksi mainan supaya mereka bisa memperbaiki desain dan proses produksi. 

Agar produk mainan anak buatan Indonesia lebih relevan dengan kondisi kekinian dan produk yang ramah lingkungan. Perlu terus menerus melakukan kajian dan pengembangan produk mainan anak yang berbahan baku lokal seperti rotan dan bambu. 

Produk mainan rotan dan bambu bersifat ekonomi hijau, dari aspek desain dan produksi juga memiliki teknik pembuatan yang mudah dan cepat serta lebih ekonomis. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun