Bandung Raya membentang dari timur ke barat kini telah dilengkapi dengan stasiun yang megah dan modern. Stasiun Gedebage, Rancaekek, Cimekar, Haurpugur sudah selesai dibangun. Sedangkan stasiun Cicalengka dan Padalarang baru tahap penyelesaian.
Jalur kereta api (KA) yang membelah kawasanBagi kaum penglaju seperti saya ini, stasiun KA bagaikan beranda rumah sendiri. Tempat kita berpacu dengan waktu, menyusuri kehidupan. Kereta api komuter merupakan dewa penyelamat bagi kaum penglaju yang kebanyakan adalah para pekerja dan pedagang dengan standar penghasilan UMR.
Sayangnya, setelah stasiun dibangun menjadi megah dan lebih luas serta jalur KA dibikin ganda, publik di Bandung Raya dihadapkan pada masalah kurangnya rangkaian gerbong KA yang berpengaruh kepada frekuensi perjalanan KA.
Setelah jalur dibikin ganda, anehnya waktu tempuh KA komuter tetap saja lambat. Dan yang banyak menjadi keluhan publik adalah penjualan tiket untuk masuk stasiun yang kini sangat menyulitkan rakyat kecil, karena sudah tidak ada lagi penjualan secara manual.
Perubahan cara pemesanan dan pembelian tiket KRD Bandung Raya dan KA Lokal Garut Cibatu hanya bisa memesan dan membeli tiket perjalanan secara online melalui aplikasi KAI Access. Padahal rakyat kecil tidak semuanya memiliki kemampuan untuk memiliki gawai yang bisa mengakses KAI Access.
Kecuali, jika PT KAI punya program untuk bagi-bagi smartphone dan paket data gratis  kepada para penglaju golongan ekonomi lemah yang setiap hari memakai jasa KA. Seperti pedagang kecil, buruh rendah, anak sekolah dan segmen masyarakat lainnya. Sistem penjualan tiket yang kurang ramah sosial juga diikuti oleh problem teknis lainnya, yakni seringnya aplikasi KAI Access mengalami gangguan, sering minta pembaruan dan sering sulit diakses.
Transformasi penjualan tiket dengan cara digital atau online memang merupakan tuntutan zaman, namun kondisi sosial masyarakat belum memungkinkan bagi semua lapisan. Lagi pula KA Komuter itu pada hakekatnya adalah sistem angkutan massa bagi masyarakat.
Untuk itu pemerintah memberikan kucuran dana Publik Service Obligation (PSO) yang besar kepada PT KAI sebagai semacam subsidi agar BUMN ini bisa melayani angkutan massal sebaik-baiknya, yakni kategori penumpang kelas ekonomi.
Hakikat PSO sangat bertentangan dengan sistem penjualan tiket KA komuter yang mestinya mampu melayani sistem angkutan massal. Keniscayaan arus manusia mesti dipermudah dan dibuka seluas-luasnya bagi konektivitas publik. Yang setiap hari bahkan setiap jam lalu lalu lalang melewati stasiun KA.
Publik juga mengetahui bahwa PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah menandatangani kontrak Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO) KA Ekonomi dan subsidi Kereta Api Perintis Tahun 2022 sebesar Rp3,237 triliun dengan Kementerian Perhubungan.
Rinciannya, Rp3,051 triliun untuk PSO KA Ekonomi dan Rp186,7 miliar untuk subsidi KA Perintis. PSO yang berjumlah triliunan itu mestinya mewujudkan sistem angkutan massal yang ramah sosial.
Ascensia Recta
Pembangunan infrastruktur perkeretaapian di Bandung Raya khususnya dan di Indonesia pada umumnya mengalami kemajuan yang luar biasa pada era Presiden Jokowi.
Sebagai pengamat infrastruktur perkeretaapian serta sebagai pengguna KA sehari-hari, saya sangat bangga dan bersyukur. Daerah Rancaekek yang dulunya pinggiran dengan persawahan yang luas serta menjadi langganan banjir, kini memiliki stasiun KA komuter yang teramat mewah berkelas dunia, layaknya stasiun di negara maju. Pembangunan Stasiun megah tidak hanya di Stasiun Rancaekek, tetapi hampir semua stasiun KA di Bandung Raya, yang menjadi wilayah kerja Daops II PT KAI, telah dibangun stasiun yang super keren.
Teristimewa untuk Stasiun KA Rancaekek, kini menjadi besar, megah, luas dan berpotensi menjadi konektivitas perhubungan dan logistik yang modern.
Stasiun Rancaekek sudah pantas berstatus sebagai stasiun besar yang melayani naik dan turun penumpang KA jarak jauh. Tentunya stasiun ini menjadi landmark bagi Kabupaten Bandung.
Ke depan, di sekitar stasiun ini juga bisa menjadi wahana untuk kegiatan seni, budaya dan produk lokal. Juga punya potensi sebagai infrastruktur logistik yang menggerakkan perekonomian daerah.
Stasiun Rancaekek adalah manifestasi jiwa Ascensia Recta dari Presiden Jokowi, yakni jiwa pembangunan dan pemikir besar yang berhasil mewujudkan pembangunan nyata yang luar biasa, seperti sinarnya bintang besar (Ascensia Recta).
Jujur saja, pembangunan perkeretaapian di Bandung Raya sebelum era Jokowi mengalami stagnan. Sehingga Tidak mampu mengatasi masalah transportasi kaum komuter) di Bandung Raya. Hanya pada era Presiden Soeharto, masyarakat Rancaekek dan sekitarnya mendapat hadiah pembangunan berupa stasiun kecil, yang letaknya pas di depan Perumnas Bumi Rancaekek Kencana.
Namun demikian kami bersyukur dilayani oleh KRD bekas hasil hibah dari Jepang yang telah berjasa puluhan tahun melayani para penglaju dengan baik.
Sedikit catatan, pada era Presiden SBY ada tambahan satu rangkaian KA bernama Baraya Geulis buatan (rakitan) PT INKA, tetapi belum lama beroperasi (kurang dari satu tahun), si Baraya Geulis menghilang tanpa bekas dan tidak lagi beroprasi, karena sering mogok dan mengalami kerusakan di tengah perjalanan.Â
Masyarakat Bandung Raya memohon kepada pemerintah agar rangkaian KA komuter ditambah. Semoga hibah atau hadiah gratis rangkaian KRD bekas dari Jepang bisa didatangkan lagi untuk melayani relasi Padalarang-Bandung-Rancaekek-Cicalengka hingga Kota Garut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H