Wabah Covid 19 yang mendunia dan masih berlangsung sampai sekarang memang mengubah banyak hal. Terutama dalam hal perilaku dan cara bertahan hidup manusia pada umumnya.Â
Yang semula nampak begitu tegar bagai batu karang di tengah samudera raya, kini seperti batu kapur yang rapuh saat diguyur hujan.Â
Dan banyak lagi perumpamaan lain yang melukiskan betapa lemahnya manusia ketika berhadapan dengan mahluk hidup tak kasat mata bernama virus Corona. Mahluk yang acap kali menimbulkan kontroversi.Â
Ketika akan memasuki milenium ke 3, hampir semua orang dibuat kuatir oleh virus komputer: millenium bug. Setelah melewati masa awal, ternyata tidak ada kejadian luar biasa yang dikuatirkan akan menjadi bencana.Â
Kekuatiran yang berlebih inilah yang menguras energi sehingga banyak menumbuhkan rasa tidak percaya diri. Lalu bagaimana dengan kejadian saat ini?Â
Beberapa aspek kehidupan memang mengalami perubahan. Dari yang bersifat biasa sampai pada hal-hal yang tidak pernah dibayangkan sedikitpun.Â
Ada yang sekadar bergeser seperti kebiasaan menjaga kebersihan atau mengantri dalam barisan yang terjaga. Ada pula yang berbalik arah, dari kebiasaan narsistik dengan segala keangkuhannya tetiba menjadi sosok tak berdaya.Â
Muncul perilaku yang sesungguhnya, asli tak berhias apapun yang memoles wajah dan segenap aksesoris pembalut tubuhnya. Rona seperti inilah yang sering nampak di media arus utama. Khususnya di media sosial.Â
Bagi sebagian orang yang terbiasa hidup bersama kepedihan, wani perih lan nggetih, cobaan hidup seberat apapun akan dijalani dengan sikap biasa. Adaptif situasional. Berdamai dengan kesulitan, kesengsaraan atau kepedihan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.Â
Bukan latah, hanya penyesuaian diri atas situasi aktual dan kontekstual. Itupun kalau sempat atau keadaan memaksa. Formalitas dan toleransi acapkali jadi dasar pertimbangannya.
Mengubah kebiasaan karena sebab eksternal dan datangnya sangat mendadak apalagi dengan alasan darurat kemanusiaan seperti yang terjadi saat ini karena wabah Covid 19 bukan hal mudah.Â
Sebagian ada yang merasa ketakutan, dari biasa sampai paranoid. Seiring berjalannya waktu, ketakutan berubah jadi penyadaran diri dan kebiasaan baru. Boleh jadi muncul imunitas baru.Â
Proses adaptasi ini termasuk yang berhasil. Pertanyaan standar, seberapa banyak orang yang mampu beradaptasi dengan situasi dan tatanan hidup baru?
Melihat gejalanya, proses menuju terwujudnya tatanan kehidupan baru yang dimaksudkan oleh pemerintah yakni berdamai dengan wabah Covid 19 dengan segala protokol yang menyertainya tentu membawa konsekuensi yang hasilnya akan dapat dirasakan beberapa saat kemudian.Â
Entah dalam hitungan bulan atau tahun. Tidak seketika atau instan dan berisiko. Para pengambil kebijakan tentu telah menghitung faktor fundamental ini.Â
Setelah menjadi suatu kebijakan kemudian diikuti dengan terbitnya aturan dasar dan implementasinya. Protokol kesehatan adalah satu diantara aspek kebijakan yang paling populer dan dasar bagi banyak faktor yang disyaratkan.Â
Anggap saja hal ini telah dipenuhi, misal tentang jaga jarak aman (physical distancing), pakai masker dan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Juga Alat Pelindung Diri (APD) dan pengukur suhu tubuh bagi petugas. Ketika semua aturan maupun sarana dan prasarana telah tersedia, bagaimana dengan kesiapan masyarakat?
Perilaku masyarakat kita sebelum wabah Covid 19 mulai menyerang, bisa dilihat dalam skala mikro dalam beberapa bulan terakhir. Baik di sekitar momentum Lebaran yang menggambarkan situasi sosial pada umumnya. Perilaku yang sempat tertahan di awal masa pandemi muncul spontan dalam balutan tradisi.Â
Kontroversi muncul dalam beragam ekspresi. Ada yang kesal dan marah dengan nada "Indonesia Terserah" maupun ekspresi senada dengannya. Siapa yang harus disalahkan?Â
Keadaan adalah jawaban paling moderat. Kebiasaan dan perilaku permisif yang terbentuk selama bertahun-tahun tak akan berubah seketika meski paham risiko yang akan dihadapinya. Â
Dalam skala makro, banyak perilaku permisif yang dipertontonkan oleh para pemimpin. Bidang politik utamanya. Belum genap setahun pasca Pemilu Serentak 2019 yang menyisakan sejumlah masalah di antara janji dan realisasi kampanye yang seolah berlalu begitu saja setelah muncul wabah global bernama Covid 19.Â
Juga banyak  korban meninggal dalam penyelenggaraan karena kelelahan demi mewujudkan rasa tanggung jawab kesuksesan penugasan meski kurang dihargai. Sementara itu, ada bagian lain yang justru berperilaku sebaliknya tanpa rasa bersalah sedikitpun. Bagian ini banyak diperankan oleh orang-orang di lingkungan birokrasi yang kehadirannya karena suatu kebijakan.Â
Jika ditarik garis lurus ke masa terjadinya gerakan reformasi 1998 yang semangat dan urat nadinya adalah kekuatan masyarakat sipil. Â Dengan fokus pada praktik demokrasi berkeadaban sebagai tatanan hidup baru.Â
Penghapusan praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) dalam menyelenggarakan kehidupan kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Maka, partai politik yang diberi amanah untuk meneruskan gerakan reformasi yang menelan begitu banyak korban jiwa, harta benda dan "nasib" anak-anak bangsa. Semestinya menjaga semangat dan urat nadi itu dengan segenap kesadaran dan kehormatan diri. Tentu lewat perilaku yang patut diteladani.Â
Bangsa Indonesia memiliki catatan sejarah gemilang dalam melewati masa-masa sulit sebelum dan di sekitar Proklamasi Kemerdekaan. Para pemimpin, tokoh dan orang biasa berperan dalam mengupayakan terwujudnya tatanan hidup baru sebagai bangsa yang merdeka. Mereka adalah pejuang hidup sejati senantiasa menjaga asa di tengah situasi kehidupan yang penuh kepedihan dan kesulitan.Â
Sekadar mengingatkan diri, banyak hal yang dicita-citakan dalam semangat dan tatanan kehidupan baru Indonesia Merdeka. Yaitu bersatu, berdaulat, adil dan makmur.Â
Semangat yang kian menipis karena kian menguatnya keangkuhan dan ketidakdisiplinan diri dalam memaknai kemerdekaan. Mungkin juga karena menganggap cita-cita kemerdekaan hanya utopia. Karena lebih menyenangkan jadi manusia terjajah yang nampak memesona dengan segala daya pikatnya.Â
Wallahu a'lam bissawwab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H