Dewi Samudra atau Thian Siang Seng Bo atau Tianshang Shengmu (pinyin) adalah gelar yang dianugerahkan Kaisar Dao-guang pada dinasti Qing (1840) pada Mazu.  Dikenal sebagai bagian dari mitologi Tiongkok yang dibawa serta oleh para penjelajah dan sisa pasukan Kublai Khan di wilayah sepanjang Pantai Utara dan Selatan Pulau Jawa.Â
Dewi Samudera adalah seorang gadis nelayan bernama Lin Moniang berasal dari Pulau Meizhou di Kabupaten Putian, Propinsi Fujian yang dilahirkan pada tahun 960 Masehi.Â
Selanjutnya, sebagaimana dipaparkan oleh  Djoko Darmawan , peneliti budaya Tionghoa, Dewi Samudera adalah idola bagi rakyat jelata yang mendapat gelar kehormatan sebagai Dewi Surgawi.Â
Kelenteng Tridharma memang identik dengan masyarakat keturunan Tionghoa pemuja Dewi Samudera.  Begitu pula dengan Kelenteng Khong Hwie Kiong yang berdiri di tanah wakaf yang diprakarsai oleh seorang pelaut berpangkat letnan pasukan Kublai Khan,  Liem Kik Gwan bersama sejumlah warga yang memerlukan "tempat berteduh".Â
Berdiri kokoh di bibir Kali Luk Ulo, Pasarpari Kelurahan Kebumen, kelenteng ini nampak sepi dari aktivitas spiritual sebagaimana layaknya sebuah tempat peribadatan.
Pada kunjungan pagi ini saya cukup beruntung dapat bertemu dan mendapat penjelasan panjang lebar dari koh Lin Tjen Lay yang usianya tak jauh berbeda di sela olahraga paginya.Â
Pria yang menggeluti usaha mebeler berkualitas menengah atas ini menyambut hangat kedatangan saya. Apalagi saat saya mengaku tetangga dekat yang tinggal di sekitar 200m jaraknya dari Kelenteng itu.
Selama ini, masyarakat sekitar Kelenteng yaitu Pasarpari yang berada di sebelah Selatan, Pasarrabuk di Utara dan Keposan di Timur hanya tahu bahwa Kelenteng Khong Hwie Kiong adalah tempat peribadatan Khonghucu atau Budha. Ternyata, sesuai penuturan Tjen Lay, penganut Tao juga beribadat di Kelenteng ini. Karena itu, Kelenteng ini juga disebut Kelenteng Tridharma. Nama yang sama dipakai juga untuk Yayasan sosial pengurus kematian bagi umum.Â
Jika berkunjung ke Kelenteng ini, kita akan melewati dua pintu. Pintu pertama berfungsi sebagai pintu gerbang. Warna khas merah menghias seluruh permukaan pagar dan bangunan di dekatnya.  Sedangkan pintu kedua adalah pintu utama untuk akses ke luar masuk bangunan inti. Setelah melewati naga kembar yang melilit tiang, kita akan menemukan benda berbentuk prisma serupa cerobong asap. Fungsinya sebagai simbol manunggaling kawula lan Gusti (integrasi spiritual antara manusia  dan Penciptanya),  tutur koh Tjen Lay. Bentuk dasarnya menyerupai prisma dengan cerobong kubikal di tengah. Cerobong inilah yang menjadi jalan integrasi spiritual itu.