Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mimpikan Kampung Wisata Mural Dengan Jibaku

31 Oktober 2018   01:33 Diperbarui: 6 November 2018   00:58 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Lukisan
Lukisan
Terletak di bibir Kali Luk Ulo yang membelah wilayah Kabupaten Kebumen ini seperti dua bagian yang sama, Timur dan Barat. Lingkungan yang punya banyak nama: Klentengan, Pasar Rabuk atau tanah wakaf. Sebuah lingkungan RT 07 di RW V Kelurahan Kebumen. Dinamakan dengan Klentengan karena berada di sekitar Klenteng Khong Hwie Kiong yang telah berumur lebih dari seabad ini punya banyak cerita unik.

Sampai tahun 1970-an,  lingkungan yang berada di ruas Jalan Kolonel Sugiono dan gang Sawo ini dikenal juga dengan nama Pasar Rabuk.

Disebut begitu karena pernah menjadi pasar utama batu kapur bongkahan (desel) maupun bubur (rabuk). Salah satu saksi hidup keberadaan pasar khusus ini masih ada dan menggunakan sebutan itu sebagai nama toko bahan bangunan miliknya.

Sementara itu, disebut tanah wakaf karena lingkungan itu telah dikuatkan statusnya pasca gerakan reformasi yang diinisiasi oleh Forum Kepedulian Warga Kelurahan Kebumen (FKWK2). Sekarang tanah wakaf ini dikelola oleh dan untuk kemakmuran Masjid Darussalam Kelurahan Kebumen.

***

Sebelum berkembang jadi pemukiman padat penduduk seperti terlihat saat ini, Kampung Klentengan adalah tanah kosong yang sering dipakai untuk mengistirahatkan kuda-kuda penghela gerobak kapur, tempat pembuangan sampah dan lokasi favorit para pemancing ikan-ikan lokal Kali Luk Ulo seperti hampala (ceba), lele, gabus (bayong), udang galah (urang Watang), gabel ( sejenis keting bertubuh pipih), boso, bogo dan sidat/ pelus. Terutama di bekas jembatan runtuh di ujung Gang Sawo. 

Pada waktu-waktu tertentu, Kampung Klentengan adalah lokasi pentas teater tradisional, Kethoprak. Dan lokasi favorit pertunjukan rombongan komedi putar keliling yang dalam bahasa lokal disebut Implek-implek.

Di dalamnya ada ombak banyu, rumah hantu dan tong setan. Yang unik dari pertunjukan rombongan ini dan membekas dalam ingatan penggemar adalah jingle-nya yang berbunyi:

Implek-implek...Enggal

Enggal.. enggal ... mlebet

Namung sedasa rupiah.

Lukisan mural di tembok pagar UPT BKKBN Kebumen. Namaku Jalan Kol. Sugiyono di ujungnya. Dokpri.
Lukisan mural di tembok pagar UPT BKKBN Kebumen. Namaku Jalan Kol. Sugiyono di ujungnya. Dokpri.
Terjemahan bebasnya adalah ayo segera masuk, pertunjukan akan segera dimulai. Hanya Rp 10,-. Saat itu setara dengan sepiring nasi rames ( campur) dengan lauk telor. Boleh jadi sekitar Rp 15.000,- an nilai sekarang.

Pada awal dasawarsa 1980-an, Kampung ini mulai padat dengan huntara (hunian sementara), lapak pedagang kayu bangunan, warung-warung makan serta dua bangunan penting. Yaitu SD Negeri Kebumen 7/8 dan kantor Koramil kota.

Setelah Koramil dipindahkan ke Utara dan kedua SD negeri itu melebur, Kampung Klentengan semakin berkembang menjadi lingkungan pemukiman padat.

Oleh Ketua RT, Nino Sutrisno, lingkungan ini ingin ditata secara bertahap menjadi kawasan yang bersih, rapi, indah dan nyaman. Tidak hanya untuk penghuni, tapi buat tamu atau siapapun yang berkunjung.

Profil Nino Sutrisno, Ketua RT 7 RW V Kelurahan Kebumen. Dokpri
Profil Nino Sutrisno, Ketua RT 7 RW V Kelurahan Kebumen. Dokpri
 
Rumah Keluarga Nino jadi contoh pembuatan lukisan mural warga Kampung Klentengan Kebumen. Dokpri.
Rumah Keluarga Nino jadi contoh pembuatan lukisan mural warga Kampung Klentengan Kebumen. Dokpri.

Pepatah bijak mengatakan bahwa kalau ingin membuat yang besar, lakukan yang kecil-kecil. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit. Memang benar pengandaian itu. Dan ini juga disadari sepenuhnya oleh Nino serta para warga lingkungan Klentengan yang telah bergerak bersama mewujudkan impian : lingkunganku bersih, rapi dan ramah.

Lukisan mural karya warga RT 7 RW V Kelurahan Kebumen di dinding luar SDN 7 Kebumen. Dokpri
Lukisan mural karya warga RT 7 RW V Kelurahan Kebumen di dinding luar SDN 7 Kebumen. Dokpri
Bersih dari kotoran, sampah dunia dan akhirat kataku menyemangati. Seperti lingkungan urban pada umumnya, masalah kebersihan dan kesehatan lingkungan adalah problem klasikal yang tak mudah dicarikan solusinya. Nino menyadari hal itu meski dalam pemahaman yang sederhana. Karena kesederhanaan itu pula, saya tertarik membantu lewat tulisan ini.

Impian pemimpin kecil seperti Nino bagi saya jadi sesuatu yang besar dan menantang. Betapa tidak. Dihadirkan bersama peringatan Hari Merdeka , diiyakan dan diwujudkan oleh sebagian besar wargsnya serta telah berusaha melibatkan banyak pihak yang seharusnya.

Lapangan basket jadi tempat parkir mobil pengunjung Kelenteng saat ada giat pengobatan gratis oleh sinar dari Tiongkok. Di belakang deretan mobil itu letak panggung terbuka. Dokpri
Lapangan basket jadi tempat parkir mobil pengunjung Kelenteng saat ada giat pengobatan gratis oleh sinar dari Tiongkok. Di belakang deretan mobil itu letak panggung terbuka. Dokpri
Di jaman ketika banyak orang mudah berprasangka buruk, ada niat baik dan telah diusahakan maksimal sesuai daya yang mereka miliki. Menata lingkungan dengan cara sederhana tak perlu menunggu kucuran dana besar dari pusat.

Pemerintah setempat semestinya mampu merespon positif gagasan sederhana ini. Apalagi jaraknya hanya setarikan nafas dari Kantor Camat serta sejangkauan tangan dari Kantor Kelurahan dan Kabupaten. 

Penataan Kampung Klentengan adalah impian sederhana. Juga revitalisasi lapangan basket maupun panggung terbuka. Harapan Nino agar di musim hujan tidak kebanjiran, dibuatkan selokan dan sumur-sumur resapan alias biopori.

Sekadar mengingatkan, dulu ada saluran yang cukup untuk mengalirkan air hujan yang dialirkan ke Kali Luk Ulo. Entah bagaimana kondisinya sekarang. 

Di akhir tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan uneg-unegnya orang kecil yang sedang diberi amanah memimpin warganya. Mereka adalah warga negara yang patut diperhatikan selayaknya. Tidak perlu berlebih. Soal mewujudkan impian sederhana Nino juga perlu disikapi sederhana saja.

Paling tidak, ia telah memberi contoh baik dan ternyata juga disambut baik oleh warganya. Termasuk yang menjadi TKI di luar negeri. Kelenteng Khong Hwie Kiong dan lingkungan sekitarnya adalah artefak budaya yang tak hanya perlu dilestarikan, tapi harus dikembangkan sebagai perwujudan amanat UU No. 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Mari berpikir jernih dan panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun