Sampai tahun 1970-an, Â lingkungan yang berada di ruas Jalan Kolonel Sugiono dan gang Sawo ini dikenal juga dengan nama Pasar Rabuk.
Disebut begitu karena pernah menjadi pasar utama batu kapur bongkahan (desel) maupun bubur (rabuk). Salah satu saksi hidup keberadaan pasar khusus ini masih ada dan menggunakan sebutan itu sebagai nama toko bahan bangunan miliknya.
Sementara itu, disebut tanah wakaf karena lingkungan itu telah dikuatkan statusnya pasca gerakan reformasi yang diinisiasi oleh Forum Kepedulian Warga Kelurahan Kebumen (FKWK2). Sekarang tanah wakaf ini dikelola oleh dan untuk kemakmuran Masjid Darussalam Kelurahan Kebumen.
***
Sebelum berkembang jadi pemukiman padat penduduk seperti terlihat saat ini, Kampung Klentengan adalah tanah kosong yang sering dipakai untuk mengistirahatkan kuda-kuda penghela gerobak kapur, tempat pembuangan sampah dan lokasi favorit para pemancing ikan-ikan lokal Kali Luk Ulo seperti hampala (ceba), lele, gabus (bayong), udang galah (urang Watang), gabel ( sejenis keting bertubuh pipih), boso, bogo dan sidat/ pelus. Terutama di bekas jembatan runtuh di ujung Gang Sawo.Â
Pada waktu-waktu tertentu, Kampung Klentengan adalah lokasi pentas teater tradisional, Kethoprak. Dan lokasi favorit pertunjukan rombongan komedi putar keliling yang dalam bahasa lokal disebut Implek-implek.
Di dalamnya ada ombak banyu, rumah hantu dan tong setan. Yang unik dari pertunjukan rombongan ini dan membekas dalam ingatan penggemar adalah jingle-nya yang berbunyi:
Implek-implek...Enggal
Enggal.. enggal ... mlebet
Namung sedasa rupiah.