Mengapa pada setiap resah
Tumpahkan segala gundahÂ
Tidak... tidak..
Matahari tak pernah salah
Mungkin rembulan merana...gelisah
Karena bintang gemintang tertutup awan
Bukan mendung yang menghadang hujanÂ
Merah darah penuh amarah
Cakrawala jingga menahan duka
Lelah... Aku sangat lelah
Menanti titik embun di ujung Cemara
Lesu... tiada lagi yang mau menyapa
Senyum pagi sang bidadariÂ
Melati harum tak lagi mewangi
Dan kicau burung menyambut pagi
Tanpa nada dan birama
Harmoni itu hanya dalam kata-kataÂ
Bulu-bulu elang perkasa tercerabut dusta
Para durjana pembawa bencanaÂ
Dan para penggembala silang sengketaÂ
Letih...Â
Suara-suara itu kian lirih
Ditelan gempita hura-hura huru-haraÂ
Apakah dirimu memang sangat perkasa
Atau jasamu buat bangsa tiada tara..??
Jangan...jangan lagi
Ibu Pertiwi kau hinakan dengan busa-busa di mulutmuÂ
Yang penuh bisa dan dusta
Air mata dan darah para syuhada
Tlah tumpahkan jiwa-jiwa merdekaÂ
Yang terdiam di ujung senjaÂ
Di antara tajam mata hatiÂ
Nurani ...berjalan tegak tiada henti
Mengitari para pembenci
Pagi cerah...harapan negeri
*****
Aku bukan pujanggaÂ
Hanya seorang anak negeri...
dari Pasarpari.
Inspirasinya ada di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H