" Senjata adalah nyawa cadanganmu. Jangan sampai kau tinggalkan".Â
Sambil mengingat nama teman-teman serombongan yang berangkat bersama dirinya, ternyata ia menyaksikan juga insiden "jagung rebus". Saat itu ia berada di baris terdepan persis di belakang rombongan yang jadi korban. Ketika akan memberi pertolongan, keburu hujan peluru musuh berdesing di atas kepalanya. Nalurinya berbisik agar memanfaatkan mayat korban jagung rebus sebagai alat pelindung diri. Taktiknya berhasil meski tubuhnya diinjak-injak oleh musuh.Â
***
Malam tadi jadi momentum penting bagi pasukan musuh. Seperti yang sering didengar dari para senior, hadiah  utama untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Belanda adalah serangan besar ke kubu pertahanan pasukan perjuangan.Â
Siang hari memang ada insiden kecil di sekitar muara sungai . Ada dua orang pejuang yang sedang bertugas patroli menembaki beberapa tentara Belanda yang sedang mandi dan mendayung perahu kecil di sisi Barat. Dengan hanya memakai pakaian yang melekat di tubuhnya, tentara Belanda lari terbirit-birit memasuki pepohonan. Selang waktu tak lama, ada seorang lelaki tua mendekat kepada dua orang yang tengah berpatroli.
" Mas TP... saya pemilik perahu yang dipakai sama orang Belanda tadi. Mereka memaksa saya, terpaksa saya kasihkan perahu itu", kata lelaki berbaju petani dengan nafas terengah-engah.Â
" Bapak nelayan di sini?", tanya salah satu yang dipanggil mas TP.
" Benar mas. Saya penduduk desa seberang", lelaki itu menunjuk desa di balik rerimbunan pohon yang menjadi tempat pelarian tentara Belanda.Â
"Berapa banyak tentara Belanda yang ada di sana Pak?", tanya mas TP satunya.
" Banyak sekali. Mereka mengambil alih rumah Pak kepala dusun sebagai markasnya", lelaki itu terus bercerita panjang lebar sampai turun hujan lebat yang memisahkan mereka .
(Bersambung)