Bagi saya pribadi, tanggal 10 Juli 2017 adalah peristiwa  berkesan yang tidak dapat dilupakan. Bagaimana tidak, sebuah kejadian yang baru pertama kali saya alami dan mudah-mudahan Alloh jadikan itu sebagai pengalaman terakhir dalam hidup saya, yakni penipuan terjadi pada diri saya.Â
Selama ini saya beranggapan bahwa penipuan itu kejadian yang penuh dengan nuansa kepalsuan yang sangat bisa dirasakan, sebagaimana kalau kita lihat definisi penipuan menurut wikipedia yaitu sebuah kebohongan yang dibuat untuk keuntungan pribadi yang merugikan orang lain. Namun apa yang saya alami amatlah jauh dari nuansa tersebut.
Peristiwa yang saya alami ini berawal dari seorang pria yang mengaku teman sekolah SMP yang ngechat via media sosial yang selanjutnya saling berakrab ria menanyakan dan menceritakan kisah dirinya dan teman-teman sekolah.Â
Sebenarnya, teman ini saat masa bersekolah bukanlah termasuk teman akrab karena kebetulan bukan berasal dari desa yang sama sehingga jarang bertemu, cuma karena sudah berpisah dan belum pernah bersua selama kurang lebih 27 tahun, maka wajar kalau kemudian chatting via media sosialnya terasa hangat dan seru.Â
Tentu, chatting yang kami lakukan tidak cuma sekali saat itu karena setelah kami memiliki dan menyimpan nomer kontak, beliau termasuk teman yang ramah karena sering bertegur sapa lewat telepon.
Suaranya yang khas dan serak membuat saya membayangkan saat 27 tahun lalu kami berada dalam satu ruang kelas yang sama guna menerima pelajaran dari guru kami saat itu.Â
Meskipun belum bertemu muka dengan orang yang mengaku sebagai teman saya ini, tapi dari suara dan informasi yang disampaikan via chatting maupun telepon tidak sedikitpun meragukan saya untuk memastikan bahwa teman tersebut adalah betul-betul teman SMP saya.
Ceritanya yang lengkap tentang kondisi teman-teman SMP, ditambah dengan sedikit pandangan beliau tentang kehidupan teman-teman kami ini semakin melengkapi kabar dan cerita yang belum pernah saya dengarkan dari teman-teman saya di rumah.
Akhirnya pada tanggal 10 Juli 2017 jam 08.00 (seingat saya setelah libur panjang lebaran), sebuah chat masuk di handphone saya. Setelah saya lihat, ternyata teman SMP tadi sedang berkunjung ke kota tempat saya tinggal.Â
Obrolan dan telepon pun terjadi lagi secara intens, bahkan beliau berniat untuk singgah ke gubuk kami. Singkat cerita ditengah obrolan via chatting tersebut beliau menceritakan tentang aktifitas yang sedang dilakukan yaitu membeli handphone karena sedang ada promosi.Â
Menurut beliau promosi tersebut terbatas untuk kalangan tertentu sehingga masyarakat umum tidak banyak yang mengetahui. Saya pun tidak begitu tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang kegiatan teman saya tadi, intinya saya hanya menawarkan ke teman untuk singgah ke gubuk kami barangkali ingin bersilaturakhim.
Keinginan saya berubah manakala teman duduk saat itu (kebetulan kami sedang rapat kecil) menanyakan obrolan kami. Teman duduk tadi berminat untuk membeli handphone yang diceritakan teman SMP, dan akhirnya saya menghubungi teman SMP untuk ikut membeli handphone yang katanya sedang ada promosi.Â
Selanjutnya, saya nitip dibelikan  dua buah handphone sesuai dengan spesifikasi yang kami inginkan. Sejumlah uang pun saya transfer karena menurut teman SMP, beliau sendiri tidak membawa uang selain untuk keperluan pembeliannya. Saat dihubungi via telepon, handphone titipan kami akan diantarkan ke rumah sekalian silaturakhim.
Satu jam, dua jam, satu hari, dua hari telah berlalu. Handphone pembelian kami tetap belum diantar sesuai dengan kesepakatan teman SMP tadi. Nomer kontak teman SMP yang saya simpan dicall berkali-kali pun tak kunjung terhubung.Â
Saya mencoba bertanya ke teman SMP yang lain tentang kejadian yang barusan saya alami saat itu, jawabannya teman SMP yang lain membuat badan saya serasa mau jatuh, dia bilang "penipuan".Â
Sebagai seorang beragama, saya hanya bisa berdoa dan berdoa untuk agar apa yang menjadi hak saya bisa kami dapat kembali. Prasangka baik tetap saya peliahara bahwa teman SMP saya tadi adalah orang baik, andaikan sampai saat itu beliau belum mengirimkan barang titipan kami mungkin karena ada halangan.
Tanggal 17 Juli 2017, tepatnya sepekan setelah peristiwa itu terjadi, saat saya cek saldo di tabungan ternyata ada kiriman uang masuk sebesar uang yang ditransferkan ke teman saya untuk pembelian handphone.Â
Subhanalloh, Alhamdulillah, Allohu Akbar, ternyata orang yang menurut teman-teman dijuluki 'penipu' masih punya i'tikad baik untuk mengembalikan barang yang bukan haknya. Kesimpulannya, 'penipu' pun masih punya i'tikad baik. Mudah-mudah Alloh SWT, Tuhan yang Maha Membolak-balikan Hati, senantiasa menjaga tindak tanduk kita dari perbuatan yang merugikan orang lain. Aamiin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H