Mohon tunggu...
Tora Pas1000
Tora Pas1000 Mohon Tunggu... -

mengejar impian sampai asa hilang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Misi Presiden Jokowi untuk Danau Toba: Dari Danau Tercemar Menjadi Monako Asia

1 Oktober 2016   21:03 Diperbarui: 1 Oktober 2016   21:22 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampah dan Peternakan Babi di Danau Toba

Meningkatnya jumlah wisatawan juga diikuti oleh peningkatan volume sampah dan limbah tercemar lainnya di Danau Toba. Sebaliknya, fasilitas TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) masih minim dan sangat terbatas. Perlunya pembangunan dan akses penampungan sistem daur ulang sampah adalah hal yang sangat penting untuk menjaga kebersihan dan sanitasi di danau toba menuju monako asia.

Reformasi sosial dan budaya mencintai lingkungan secara masif harus ditanamkan kepada penduduk lokal sebagai garda lingkungan terdepan di Danau Toba. Bagaimanapun juga, ini harus dimulai oleh masyarakat lokal yang menetap di Danau Toba dan lebih proaktif dalam melestarikan lingkungan mereka. Menjaga kebersihan merupakan sebagai faktor penting untuk menarik banyak wisatawan untuk mengunjungi Danau Toba.

Sementara itu, polusi berbahaya lainnya yang telah lama terakumulasi dan berlangsung adalah limbah ternak babi yang berasal dari PT. Allegrindo. Telah dilaporkan bahwa produksi limbah yang berasal dari ternak babi yaitu limbah cair dan limbah padat telah dialihkan ke danau toba melalui sungai silali selama 16 tahun (Metrosiantar, Nov 2012).

Sedimentasi yang disebabkan oleh akumulasi limbah ternak babi membawa pencemaran kualitas air di Danau Toba. Masalah ini harus disikapi secara serius dikarenakan untuk mengembalikan ekosistem danau tidaklah mudah dan memakan waktu puluhan tahun. Oleh karena itu, setiap tindakan atau kegiatan usaha yang membahayakan di Danau Toba harus segera dihentikan. Sebagai policy maker, keberpihakan pemerintah berada di dua sisi mata uang dimana apakah berpihak kepada masyarakat atau berpihak kepada yang empunya bisnis. Permasalahan yang telah berlangsung lama dan didepan mata, Seharusnya pemerintah tidak lemah dan gentar dalam melakukan evaluasi yang mengancam kelestarian danau toba serta berdiri tegak lurus diatas kepentingan rakyatnya.

Mengawasi dan Mengawal Wacana Reboisasi

Hasil penelitian menyebutkan bahwa beberapa tahun terakhir debit air di Danau Toba mengalami penurunan yang signifikan. Selain kelembababan, turunya debit air danau toba juga dipengaruhi oelh salah satu faktor hilangnya fungsi  hutan. Multifungsi hutan sebagai tempat penyimpanan air dalam jumlah besar, infiltrasi (penyerapan), purifikasi dan pengendali bencana (banjir dan longsor). Kita juga berharap bahwa agar fungsi hutan didanau toba sebagai pengendali bencana tidak terjadi yang dapat berdampak terjadinya banjir seperti yang terjadi di Garut (Kompas, September 2016) mengakibatkan korban jiwa.   

Banyaknya manfaat yang bisa didapatkan dari keberadaan hutan didanau toba baik secara ekonomi bagi masyarakat lokal dan juga faktor iklim. Dengan semakin berkurangnya volume hutan lindung didanau toba juga mempengaruhi semakin meningkatnya suhu didanau toba dibandingkan sepuluh tahun yang lalu atau lebih.

Gencarnya kampanye reboisasi yang dilakukan oleh pemerintah terutama saat kunjungan presiden Jokowi pada Agustus lalu untuk melestarikan Hutan Danau Toba. Sepertinya, penanaman seribu pohon adalah solusi terbaik terhadap hancurnya Hutan Danau Toba. Namun, Wacana reboisasi adalah solusi klasik dalam melestarikan hutan adat di Danau Toba, Pertanyaannya adalah dapatkah reboisasi memecahkan masalah pelestarian hutan?

Apa yang menyebabkan keterpurukan sudah berlangsung lama didanau toba sepertinya sulit untuk diselesaikan. Ini bukan harapan sinis atau hampa terhadap apa yang telah pemerintah sudah lakukan. Titik panas masih beroperasi didanau toba dalam menggundulkan atau bahkan merusak hutan didanau toba. Secara umum, perusahaan kertas yang masih beroperasi dihutan danau toba menimbulkan polemik dalam mendukung usaha pemerintah dalam melestarikan hutan danau toba.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menyatakan bahwa selama penanaman pohon di Danau Toba masyarakat setempat harus merawat pohon yang telah ditanam demi generasi kedepan. Ini berbanding terbalik dimana pengawasan tidak hanya berasal dari masyarakat lokal tapi ketegasan pemerintah yang tidak absen untuk mendukung tujuan awal reboisasi sendiri. Solusinya adalah setiap kegiatan penebangan di danau toba harus dihentikan dan law enforcement yg tegas (tidak memble) dari pemerintah. Kemudian, kita bisa mengembalikan kesucian hutan adat yang diwariskan kepada suku Batak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun