Komitmen Presiden Joko Widodo sudah bulat untuk masa depan Danau Toba. Sebuah visi besar untuk meningkatkan percepatan pembangunan pariwisata Danau Toba merupakan agenda yang menjadi bagian dari program “Nawa Cita” yang digagas oleh Presiden Jokowi saat kampanye presiden 2014 yang lalu. Pembangunan indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah serta desa-desa dapat dilihat dari inisiasi pembangunan infrastruktur dari Medan terhubung ke Danau Toba.
Lebih dari satu dekade, parawisata Danau Toba telah kehilangan daya tarik dikalangan wisatawan domestik dan mancanegara. Sepertinya, langkah strategis pemerintah untuk menaikkan pamor danau toba dikancah nasional dan internasional menunjukkan tren positif. Pelaksanaan karnaval kemerdekaan disamosir pada Agustus 2016 yang lalu banyak menarik perhatian nasional maupun internasional.
Saat menghadiri konferensi G-20 ditiongkok, Presiden Jokowi memerintahkan beberapa bupati di danau toba termasuk gubernur Basuki pada bulan oktober melakukan studi banding ke negara tirai bambu tersebut untuk mencontoh dan mempelajari sistem manajemen danau di Hangzhou. Harapan besar diberikan oleh masyarakat sumut kepada para bupati selaku stakeholder untuk memperkuat sistem manajemen di Danau Toba yang akan dikembangkan menjadi monako asia.
Manajemen dan infrastruktur merupakan faktor penting tetapi tidak cukup sempurna dan mumpuni dalam mengembangkan danau toba. Bagimanapun juga, kekhasan danau toba sendiri terletak pada keindahan alam dan warisan budaya yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu.
Sebaliknya fakta membuktikan, kondisi alam dan lingkungan danau toba telah mencapai tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Contoh nyata adalah bisnis keramba yang telah beroperasi di danau toba selama bertahun-tahun yang telah menyumbangkan sebagian besar polusi kepada kualitas air danau. Mantan menko kemaritiman rizal ramli menyatakan bahwa dua perusahaan besar perikanan di danau toba harus menghentikan operasinya (Tribun medan, Jan 2016).
Oleh sebab itu, kehadiran bisnis keramba harus dievaluasi atau dihentikan untuk "Menyelamatkan Danau Toba".
Mempertahankan dan menjaga ekosistem danau toba sangat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat dan juga alam itu sendiri. Normalisasi ekosistem menjadi salah satu cara untuk dapat merasakan kembali rekreasi air yang aman didanau toba.
Pembatasan dan re-evaluasi kebijakan keramba didanau toba
Kembali kepada kebijakan terhadap keberadaan keramba di Danau Toba. Menko Kemaritiman Jend. Luhut Panjaitan menyatakan bahwa Danau Toba sudah sangat tercemar dan membutuhkan perhatian khusus untuk mengatasi masalah terutama kehadiran keramba. (Berita satu.com, Jul 2016).
Hasil studi juga menyatakan bahwa keramba berkontribusi terhadap kotoran ikan, pakan, ikan mati serta metabolisme biologi lainnya yang sebagian besar tersebar di permukaan atau dasar Danau Toba. Tidak menjadi rahasia umum lagi ketika dilaporkan 1,9 ton limbah perikanan berasal dari keramba milik PT. Aquafarm dibuang didanau toba (Tribune medan, Mar 2016).
Untuk mencegah pencemaran air semakin memburuk dan memberikan dampak yang lebih parah terhadap ekosistem hayati, keberadaan keramba saat ini harus dihentikan sampai tingkat kualitas air mencapai tingkat “aman" dan kebijakan yang ketat untuk overfarmed (kelebihan kapasitas pertambakan) akan menyebabkan penutupan secara permanen keberadaan keramba di Danau Toba.