Novel Kelir mengupas tentang Kejawen yang merupakan pandangan, amalan, perilaku dan adat istiadat Jawa, gaya Retno Budiningsih, membaca nukilan Kelir terasa pas. Tunggu dulu karena nukilan novel  Prasa nggak kalah ciamik lho, adalah Devie Matahari membawakan nukilan novel Prasa.
Gaya teatrikal, kekuatan vokal nan luwes menjadi magnet bagi Devie menukil Prosa, seolah olah melihat Shama memetik batang ilalang,seakan melihat langsung Shama merajuk tak ingin bermain boneka kayu,Shama ingin ikut berburu babi.Atau Shama berwajah cemas saat Trom menyebut Mambang,Hantu penghuni hutan.
Olah vokal yang terjaga hingga selesai membawakan nukilan, Devie membawakan secara pas suasana hutan,pendalaman karakter yang bikin greget dan memantik rasa penasaran untuk membaca novelnya. Tak heran ketika Devie turun podium, tepuk tangan membahana, good job Bu Devie Matahari, sip pisan euy membaca nukilan Prasanya.
Sayatan Ngeri Ngeri Sedap Pemateri
Mengenakan kemeja denim warna biru, berblangkon khas Jawa, beliau adalah Sunu Wasono, mantan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, hadir sebagai pemateri, mantan dosen  dengan penampilan trendi ini mengupas Kelir. Dari kacamata akademisi, novel Kelir terasa seksi, kisah di desa Wangkal, yang warganya lolos dari pembunuhan gara gara lupa.
Menurut Sunu Warsono ketika Yoon Bayu menulis novel Kelir ulasannya kurang tajam,seharusnya Yon  Bayu lebih berani menjelaskan apa itu ajaran Sabdo Sejati. Ajaran-ajaran Ki Lanang Alas itu seperti apa, belum ada pengupasan lebih detail dari ajaran Sabda sejati di novel ini, tidak dijelaskan apapun, sayang sekali Menurut Warsono.
Sedangkan Isson Khairul pemateri novel Prasa, menyebutkan bahwa penulis novel ini cukup runut dalam penceritaan karakter di dalam novel. Â Namun kurang memberi ruang kepada tokoh yang ada di novel untuk merenung, mencermati, gejolak dalam diri. Sisi phsikis karakter yang ada di novel, seharusnya perlu digali lebih dalam, sehingga karakternya terasa hidup. Â tokoh Prasa adalah tokoh perempuan, namun justru dialognya, terasa rasa lebih ke laki-laki, terlalu menonjol rasa maskulinitasnya.
Belajar Dari Proses Kreatif Yon Bayu Wahyono