Samber THR Kompasiana, bertepatan dengan bulan Syawal, kosa kata maaf rasanya menjadi kata yang paling di ucapkan.
Ada tiga kata ajaib yang membuat kita merasa takjub saat berkomunikasi. Sebagai makhluk sosial, pada dasarnya manusia ingin dihargai, dicintai. Tiga kata tersebut adalah Maaf, Tolong dan Terima Kasih. Di penghujung eventMeski terasa ringan di ucapkan, namun sejatinya memafkan orang lain secara tulus, membutuhkan kemampuan. Karena melepas secara ikhlas akan kesalahan orang lain terhadap kita, membutuhkan jiwa yang lapang. Kalau bisa sih, sebelum memaafkan, paling tidak membalas dahulu, biar impas. Apakah lebaran menjadi waktu yang tepat untuk memaafkan orang lain?
Proses memaafkan tidak semudah membalikan telapak tangan, ada keengganan memaafkan bagi mereka  yang telah menyakiti. Cara paling ampuh adalah berupaya untuk tidak bertemu dengan mereka yang telah menyakiti. Namun seberapa kuat dan seberapa lama hal itu terjadi. Memang dengan berjalannya waktu, rasa sakit itu semakin terkikis.
Hidup terus berjalan, sakit terus menguntit kalbu. Yuk cari cara memulihkan luka batin. Bukan sekedar kata kata memaafkan yang keluar dari bibir, namun hati tetap keukeuh menyangkal. Cekidot saatnya tulus memaafkan kesalahan orang lain, karena di mata orang lain pun, kita sangat mungkin bukan sosok sempurna.
Pribadi Kuat Adalah Kita
Merasa tersakiti bagi insan manusia adalah hal yang biasa dirasakan. Namun memendam amarah hingga bertahun tahun, karena ada orang yang menyakiti. Bagi sebagian orang, memaafkan orang yang bersalah, bisa secepat waktu berlalu, sebagian yang lainnya serasa susah untuk move on untuk bisa memaafkan, serasa teringat kembali kelakuannya ketika menyakiti hati.
Namun yang perlu di garis bawahi adalah, sebagai seorang Muslim, tak ada daun jatuh yang luput dari pandangan Allah. Begitu juga dengan yang kita alami, tak ada yang kebetulan tanpa skenario dari Sang Kuasa. Meski sakit dan terasa berdarah darah, bagi seorang yang mempunyai pribadi kuat, tak ada salahnya melepas rasa keakuan.
Jika mereka memberlakukan kita dengan cara cara zalim, sesungguhnya mereka pula yang sedang menggali kubur. Tetap tersenyum, karena semesta telah berputar pada porosnya, hukum sebab akibat akan tetap berjalan. Mungkin lebih pas adalah membalas kelakuan tersebut.
Dari pada mengatur cara pembalasan ala kita.Cukup duduk diam dan bermunajat di tengah malam, seorang yang memiliki pribadi nan kuat, senantiasa bergantung kepada Allah SWT. Satu ketika Insha Allah, mereka yang pernah menyakiti, akan "terkapar" tanpa daya. Bukan oleh tangan kita, namun Allah akan memberikan jalan yang adil bagi hambanya.
Moment Lebaran Bukan Satu Satunya Waktu Untuk Saling Memaafkan
Lebaran di negeri tercinta, identik dengan saling memaafkan, bahkan perantau yang jarang ke kampung halaman, menyempatkan untuk pulang, bersimpuh meminta maaf kepada orang tua, serta kepada sanak famili. Namun sejatinya memaafkan tak perlu menunggu moment tertentu, cukup sisakan jiwa besar di hati.
Maka moment memaafkan bisa dilakukan kapan saja. Lebih cepat melepaskan maaf justru akan semakin baik. Peneliti Italia, Dr Pietro Pietrini melakukan studi fMRI, bahwa kemarahan atau juga dendam, ternyata menghambat pikiran rasional. Semakin berlarutnya waktu untuk memaafkan orang lain, akan berpengaruh terhadap kesehatan mental.
Yuk saatnya melepas perasaan, secara tulus memaafkan kesalahan orang lain.Tunjukan kepada dunia, kita bisa dan mampu untuk memaafkan tanpa terpaku dan menunggu momen tertentu. Tahu nggak sih gaes, bersumber dari penelitian Standford Medicine, memaafkan itu malah meningkatkan suasana hati dan optimisme.
Sadar nggak sih bahwa masa lalu, sebahagia apapun momennya, sepahit apapun kejadiannya, tetap saja kita tak bisa kembali di masa tersebut, terlebih, saat waktu kepahitan yang kita alami, jangan sampai mengalami untuk kedua kalinya. Meski sakit, saat ini adalah waktu terbaik untuk  mampu bangkit dan melupakan kejengkelan yang dialami karena ulah orang lain.
Saatnya Mencari Ilmu Ikhlas
Ada 88 kata yang maknanya sepadan dengan ikhlas. Salah satunya adalah sukarela, jika jiwa telah menggapai rasa sukarela, mengikhlaskan apapun yang terjadi, bersyukurlah.Namun jika belum berada di tahap itu, semoga diberi kesempatan untuk menggapainya.
Secara harfiah ikhlas adalah membersihkan, jika dalam penerapan sehari hari dan dipraktekan secara baik, adapun yang di dapat adalah ketenangan jiwa, mereka tak terganggu dengan hiruk pikuk yang bersifat keduniawian. Saatnya fokus ke tujuan yang telah ditentukan, agar yang dicita citakan dapat terwujud.
Berpikir positif merupakan salah satu upaya agar bisa menggapai keikhlasan, meski sedang di sakiti seseorang, tak lantas aura negatif merasuki. Lebih mengedepankan hindari prasangka, karena khawatir apa yang kita duga, malah tidak terbukti. Apapun yang kita lihat dan rasakan dan dialami, sejatinya telah ditentukan waktunya.
Semoga setelah di gembleng dalam satu bulan penuh keberkahan, jiwa yang tadinya tandus, tersemai nilai nilai kebaikan, luapan kesedihan karena orang lain yang menyakitkan secara psikis, dapat kita maafkan, belajar paripurna apa itu menjadi orang yang ikhlas. Saatnya membuang patron negatif dalam diri kita, yuk bisa yuk memaafkan kesalahan orang lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H