Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penyambung Hidup di Saat Bencana Itu Bernama Radio

6 Juli 2017   22:51 Diperbarui: 10 Agustus 2017   18:25 848
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Narasumber, moderator dalam acara nangkring Kompasiana-BNPB(dokpri)

Sandiwara Radio, Pitutur Legendaris Yang Lekat Dalam Ingatan Dan Bebas Dalam Imajinasi

Sosialisasi sadar bencana perlu kita dukung bersama(dokpri)
Sosialisasi sadar bencana perlu kita dukung bersama(dokpri)
Seorang Praktisi Komunikasi kondang bernama Effendi Gazali membongkar ke khasan cerita sandiwara radio, bagi kompasianer yang mengalami masa kejayaan menikmati sandiwara radio mulai dari Saur Sepuh, Misteri Gunung Merapi hingga Ibuku Sayang Ibuku Malang pastinya mempunyai karakter favorit, salah satu karakter kuat dalam sandiwara radio Saur Sepuh adalah pendekar wanita yang memiliki kesaktian mumpuni, dia adalah Mantili.

Kecantikan Mantili seakan terlihat nyata dan tetap hidup di sanubari para penikmat sandiwara radio, namun gambaran Mantili pasti akan berbeda sesuai presepsi masing masing pendengar radio. Keunikan radio memikat BNPB untuk membuat sandiwara radio di tahun 2016 dengan judul Asmara di tengah Bencana, sekuel berikutnya di lanjut dengan Asmara di tengah Bencana episode 2 yang di siarkan 100 episode meliputi 60 kab/kota di pulau Jawa, 20 kab/kota di luar Jawa serta 20 radio komunitas.

Meningkatnya trend bencana yang di dominasi bencana hidrometorologi seperti banjir, tanah longsor,puting beliung, kekeringan serta kebakaran hutan cukup membuka mata seharusnya bagi seluruh lapisan masyarakat bahwa kita abai menjaga alam. Budaya sadar bencana harus terus di tingkatkan, dengan genial BNPB membuat sebuah sandiwara radio berlatar roman sejarah dengan setting Mataram kuno melawan hegemoni VOC ketika letusan gunung Merapi.

Bagaimanapun sandiwara radio tetap ada di hati masyarakat Indonesia, di tengah kecamuk pertentangan tokoh tokoh sentral Asmara di tengah Bencana, ada pesan moral yang terselip betapa penanggulangan bencana memang di perlukan, kisah manis asmara berbalut keserakahan ambisi bertahta seakan melarutkan emosi pendengar setia.

Turun Gunungnya Seorang Master Sandiwara Bernama Ferry Fadli

Tantangan salam dari Ferry Fadli untuk mengetes apakah blogger penggemar Brama Kumbara sejati dengan mengucapkan satu kalimat yang menjadi sapaan untuk rakyat Madangkara.

                         "Sampurasun...!"

                         " Rampes." Jawab Kompasianer yang berada di Graha BNPB.

Brama Kumbara eh Ferry Fadli pun tersenyum puas, legenda hidup sandiwara radio itu pun terlihat sumringah melihat antusias kompasianer, menurut Ferry Fadli sebenarnya ia ingin mundur dari kancah persandiwaraan radio, namun ajakan BNPB meluluhkan hati Ferry Fadli karena konten ADB 2 memiliki karakter kuat sebagai program pemerintah yang memang baik untuk rakyat Indonesia untuk mengedukasi tentang penanggulangan bencana.

Dalam ADB 2, Ferry Fadli memerankan tokoh Djatmiko yang berkontra dengan ayah sendiri yang mempunyai jabatan Tumenggung, Djatmiko yang memilih jodohnya dengan anak seorang Lurah dan itu di tentang oleh ayahnya yang merasa perempuan pilihan Djatmiko tidak sederajat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun