Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jurus Jitu Melawan Predator Kekerasan Perempuan dan Anak, Cegah dengan Kesadaran Kolektivitas

5 Januari 2017   07:39 Diperbarui: 6 Januari 2017   00:12 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                        Keceriaan anak jangan sampai di rusak oleh para predator, saatnya kita semua adalah orang tua bagi mereka(dokumen pribadi)

Berita kekerasan terhadap perempuan dan anak selalu menjadi porsi utama dalam beberapa pemberitaan media utama, adalah hal yang miris bila itu terjadi. Sejatinya perempuan adalah soko guru sebuah bangsa, dan anak merupakan harapan bagi sebuah negara, jika kehormatan perempuan tercampakan dan juga kehidupan anak di renggut secara paksa, ke mana lagi kita mengharapkan kokohnya bangsa agar berdiri secara beradab.

Pekerjaan teramat berat bagi bangsa ini adalah memutus rantai kekerasan kepada perempuan dan anak, data Komisi Nasional Perempuan sepanjang tahun 2015 cukup membelalakan mata kita sema, bahwa fakta kekerasan terhadap perempuan adalah keniscayaan, 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan berlangsung sepanjang tahun 2015, secara kalkulasi ada sekitar 881 kasus kekerasan terhadap perempuan setiap hari, dan statistik menunjukan adanya kenaikan 9% di banding tahun terdahulu.

Meski Hak anak merupakan bagian intergral dari Hak Asasi Manusia, konvensi hak anak telah di setujui oleh Majelis Umum PBB tanggal 20 November 1989 dan telah di ratifikasi dengan Keppres Nomor 36 Tahun 1990. Di Bab XA Pasal 28 B ayat(2) UUD 1945 yang telah mengalami perubahan yang berbunyi “ Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan  dari kekerasan  dan diskriminasi.

Akan tetapi dengan dipagari berbagai aturan yang memayunginya, kekerasan terhadap anak terus berlanjut sehingga membuat kita harus benar benar peduli bukan sekedar di atas kertas,  bukan dalam seminar maupun simposium semata namun sebuah langkah konkret harus di lakukan dengan segera untuk melawan predator kekerasan terhadap perempuan dan anak. Data dan fakta yang di catat KPAI pada tahun 2015 menyodorkan  bahwa telah terjadi 1.698 kekerasan terhadap anak, mirisnya lagi 53 % adalah kasus kekerasan seksual. Selebihnya yakni 40,7 % adalah penelantaraan,penganiayaan, eksploitasi untuk seksual dan bentuk kekerasan lainnya.

Saat mengikuti sesi perbincangan KPPPA bersama Kompasiana di Royal Kuningan Hotel(3/12/2016) dengan tema Bersama Mengakhiri Kekerasan Perempuan dan Anak dengan pembicara Agustina Erni, Deputi Bidang Masyarakat KPPPA. Pembicara lainnya adalah Dr. Sri Astuti, Dosen Uhamka yang juga concern pendamping perempuan & anak di rusun Marunda. Nara sumber ketiga adalah Vitria Lazarini, Psikolog Yayasan Pulih.

Partisipasi Masyarakat Untuk Mencegah Kekerasan Pada Perempuan Dan Anak

Konvensi Penghapusan Segala Bentuk  Diskriminasi terhadap Perempuan yang di adopsi pada sidang Umum PBB hampir dua dekade lalu dan telah di ratifikasi oleh 184 negara termasuk Indonesia, namun gelombang kekerasan terhadap perempuan dan anak terus terjadi, ada apa dengan semua ini? Diskriminasi terus berlanjut dan berita tentang kekerasan terhadap perempuan bukan tambah surut namun malah santer terdengar.

Pemberdayaan perempuan dan anak perlu melibatkan secara langsung partisipasi masyarakat agar tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat di cegah sedini mungkin, KPPPA memiliki Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk tingkat Provinsi, sedangkan untuk kabupaten biasanya di gabung dengan dinas dinas lain. Menurut Agustina Erni dalam banyak kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak anak, tingkat kabupaten lebih mendominasi. Dengan tenaga hanya 4 sampai lima orang di setiap kabupaten tentunya hal ini menyulitkan untuk melakukan pendampingan bila terjadi kasus kekerasan.

Dengan kondisi geografis yang bervariasi, kondisi sosial budaya yang berbeda beda adalah tantangan lain bagi bangsa ini untuk meredam tingkat kekerasan pada perempuan dan anak. Adalah peran masyarakat dan juga blogger tentunya agar bisa mengadvokasi para korban kekerasan, jika kita peduli dengan mereka ini menjadi  hal yang sangat mulia dan baik bagi para korban kekerasan.

Fenomena Gunung Es Kekerasan Perempuan Dan Anak, Waspadalah!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun