Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Review Film Surat Cinta untuk Kartini, Tukang Pos di Antara Kegundahan Puteri Ningrat Jawa

16 April 2016   08:45 Diperbarui: 16 April 2016   09:23 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption=" Poster film Surat Cinta Untuk Kartini (dokpri)"][/caption]Menjelang peringatan Hari Kartini yang jatuh pada tanggal 21 April, kompasianer mendapatkan penawaran istimewa untuk nonton bareng dengan tajuk “Coverage Surat Cinta untuk Kartini”, setelah di nyatakan sebagai peserta coverage. Di satu sore yang cerah akhirnya berangkat juga menuju XXI Epicentrum Kuningan, Jakarta Selatan, beberapa menit sebelum pemutaran ada rasa cemas karena admin belum kelihatan, namun akhirnya yang di tunggu pun tiba, setelah tiket di tangan, para kompasianer pun memasuki studio 2 di mana film akan segera di putar.


Film di buka dengan sebuah langkah tergesa wanita muda di sebuah sekolah, lalu beberapa detik kemudian wanita muda tersebut bertabrakan dengan seorang pria, isi tas wanita muda pun berhamburan. Lalu ia pun menuju kelas yang gaduh, dan untuk menenangkan muridnya guru tersebut mengajak bercerita tentang Kartini, namun salah satu bocah merasa bosan dengan cerita tentang Kartini. Dan datanglah seorang guru bernama Rangga yang bertutur tentang cerita seorang tukang pos di awal abad 20, sekitar tahun 1900 an.


Sarwadi yang di perankan olehChicco Jerico adalah duda satu anak bernama Ningrum(Christabelle Grace Marbun) yang bekerja sebagai tukang pos dengan sepeda onthel untuk mengantarkan surat surat, tukang pos yang ceria dan bekerja dengan telanjang kaki, satu ketika ia mengantarkan surat ke rumah bupati Jepara, pada saat itulah ia bertemu dengan Raden Ajeng Kartini(Rania Putri Sari), meski bertemu sesaat namun keanggunan puteri bupati Jepara bernama Raden Mas Ario Sosroningrat(Donny Damara), seakan memaksa si tukang pos untuk menambatkan perasaannya.
Berbagai cara di lakukan Sarwadi agar bisa bertemu dengan Kartini, meski ia pun menyadari bahwa keningratan Kartini menjadi tembok penghalang bagi Sarwadi mengungkapkan perasaannya. Di bantu rekan sejawatnya yang sesama tukang pos bernama Mujur(Ence Bagus) dan juga karena kebaikan abdi wanita Kartini yang dekat dengan Sarwadi, perlahan lahan si tukang pos pun lebih dekat dengan Kartini.


Hingga akhirnya rencana Kartini yang menginginkan anak anak pribumi bisa belajar dapat terwujud dengan sebuah tempat mengajar yang berada di tepian sungai dan itu adalah usulan Sarwadi.


Kegundahan Puteri Ningrat Untuk Melepaskan Belenggu Adat

Film yang mengambil setting Jepara tahun 1901, mengetengahkan gundahnya seorang Kartini, meski ayahnya berpikiran lebih moderat, namun adat saat itu tak memperkenankan seorang wanita harus berpendidikan, wanita kodratnya adalah mengabdi secara total terhadap suami, meski balutan fiksi tapi dasar cerita adalah sebuah lanskap sejarah Kartini yang telah di kenal luas oleh masyarakat Indonesia. Film ini bertutur tentang cita cita Kartini dengan bumbu humanisme.


Sarwadi yang orang biasa namun akhirnya bisa berada di lingkaran keningratan Kartini, karena sosok pejuang emansipasi berharap kelak anak cucunya di satu ketika seratus tahun kemudian tak mengalami kepahitan yang sama, dan Kartini serta kedua adiknya Kardinah dan Roekmini bahu membahu mengajak kalangan pribumi terutama kalangan perempuan untuk giat belajar.


Hari pertama Kartini mengajar hanya Ningrum yang hadir, namun lambat laun karena ajakan Ningrum, murid murid Kartini semakin bertambah dan ini membuat Kartini beserta adik adiknya tambah bersemangat. Selain itu Kartini pula yang menggiatkan para penduduk Jepara untuk terus menekuni dunia ukiran. Salah satu favorit ukiran Kartini adalah sebuah kerangkeng untuk harimau dan juga ukiran burung yang hendak terbang.
Filosofi ukiran tersebut adalah meski pikiran Kartini meletupkan perjuangan agar pribumi lebih pandai dengan pendidikan namun adat telah mengungkung dengan begitu kuatnya, ini merupakan kegundahan bagi Kartini.


Patah Hati Dan Remuk Redamnya Tukang Pos Sarwadi


Sebuah ukiran berbentuk motif bunga di buat Sarwadi untuk seseorang, namun ia ragu untuk memberikannya, Sarwadi yang menyimpan hati kepada Kartini, selalu berharap ia bisa memberikan ukiran motif bunga, apa daya perbedaan derajat membuat Sarwadi terperangkap dalam harapan yang nyaris mustahil, dan ia pun sakit yang membuat Mujur dan Ningrum bersedih, namun sebuah surat yang membuat Sarwadi kegirangan yaitu saat Kartini mengajaknya bertemu.


Kontan Sarwadi mendadak sembuh dari sakitnya dan ia pun bergegas untuk bertemu pujaan hatinya, setengah jalan Sarwadi menuju tempat yang di maksud, Mujur menghadangnya dan ia mengatakan bahwa surat itu hanyalah rekaan dia agar Sarwadi sembuh, tak ayal Sarwadi yang sedang kasmaran kalap dan memarahi Mujur habis habisan, namun Mujur mengatakan bahwa ia membuat itu agar Sarwadi pulih dari sakit. Dengan perasaan hancur Sarwadi pun meluapkan kekesalannya dengan menangis sejadi jadinya.


Hati Sarwadi semakin kelam saat ia mendengar Kartini akan di pinang oleh bupati Rembang yang telah beristri tiga, Sarwadi yakin sebenarnya Kartini pun tak menginginkan perjodohan yang telah di tentukan orang tuanya, menjelang hari pernikahan Kartini, Sarwadi berterus terang bahwa ia mencintai puteri ningrat anak dari bupati Jepara.
Namun Kartini memilih untuk di peristeri oleh bupati Rembang meski ia merelakan dirinya di poligami, hati Sarwadi semakin hancur dan ia pun memutuskan berhenti jadi tukang pos dan juga pergi ke luar Jepara bersama Ningrum dan memilih menjadi nelayan. Setelah menenangkan diri, Sarwadi menjalani hidup barunya yang jauh dari mimpi untuk memiliki hati Kartini. Setelah beberapa lama kemudian terbersit keinginan Sarwadi untuk bertemu Kartini di Rembang, namun saat ia tiba di Rembang, lelayon duka yang ia dapatkan, Kartini meninggal dunia setelah melahirkan anak pertamanya, di desa Bulu, Rembang akhirnya Kartini menghadap Illahi, Sarwadi pun menangis tergugu di pusara orang yang di cintainya.


Skenario Ciamik, Saat Kartini Berwajah Humanis Nan Lentur

[caption caption="Donny Damara dan Christabelle si pemeran Nigrum, usai nobar Surat Cinta Untuk Kartini (dokpri)"]

[/caption]Untuk kontek nyata serasa sangat sulit membayangkan Kartini yang ningrat dengan adat feodal yang ketat saat itu bisa bertemu dengan mudah dari orang orang biasa, namun film Surat Cinta Untuk Kartini seolah begitu cair, Sarwadi bisa masuk ke dalam kehidupan Kartini tanpa bersusah payah menembus’birokrasi’ setingkat bupati yang di zaman kolonialisme begitu ketat peraturannya.


Film Surat Cinta Untuk Kartini, menggambarkan sisi humanisme Kartini, tukang pos bisa berinteraksi secara intens, dan Kartini mampu melahirkan wajah yang lebih membumi di film ini, seolah garis feodalisme ternafikan, untuk sebuah film yang berlatar sejarah, skenario filmnya cukup ciamik, karakter Kartini seolah hidup dan ini menjadi kekuatan film yang berdurasi hampir dua jam.
Skenario yang di tulis Vera Varidia, menggambarkan Kartini meski dengan kegundahannya terus mencoba mendobrak pakem adat yang berlaku, sesekali dialog dialog di film ini mengandung pesan moral. Selain kekuatan skenario film, peran sutradara yang mengarahkan pemainnya begitu pas, Chicco bermain lugas sebagai Sarwadi yang’mabuk kepayang’ kepada Kartini, pemain debutan yang menjadi bintang utama yakni Rania Putri Sari yang bermain natural sebagai Kartini, salut untuk sutradara Azhar’Kinoi’Lubis.


Siapkan Sapu Tangan Untuk Tanggal 21 April 2016

[caption caption="Penulis dan juga kompasianer lainnya siap nonton dong (dokpri)"]

[/caption]Menyambut peringatan tanggal 21 April, MNC Picture menghadirkan film Surat Cinta Untuk Kartini, film ini bukan film pertama tentang Kartini, tahun 1982 Kartini pun di filmkan oleh sutradara kenamaan Syumandjaja, dengan bintang Jenny Rahman. Dan di era digital saat ini karakter Kartini di perankan dengan baik oleh Rania Putri Sari. Film Surat Cinta Untuk Kartini membuat kita memahami betapa apa yang kita anggap biasa di zaman kini, adalah hal yang teramat sulit bagi Kartini dan juga orang orang di masa itu.
Menurut penulis, adegan yang mengharukan adalah saat Kartini meminta membatalkan perkawinan, dengan berlinang air mata Kartini berucap” Batalkan perkawinan ini, karena perkawinan ini akan membawa penderitaan!”
Dialognya epik banget, di antara kepasrahan dan ketidakberdayaan, namun pada akhirnya Kartini menerima perkawinan dengan bupati Rembang dengan beberapa syarat, tidak ada mempelai wanita mencium kaki suami, Kartini boleh mendirikan tempat mengajar bagi kalangan pribumi khususnya kaum wanita.

Event yang juga mengharukan saat Kartini menyuruh ibunya yakni Ngasirah(Ayu Dyah Pasha)untuk duduk sejajar dengan dirinya dan juga ibu tiri kartini yang menjadi istri utama bupati Jepara, dan  Kartini menginginkan panggilan Ibu untuk wanita yang melahirkannya, bukan sebutan lain meski Ngasirah bukanlah istri utama bupati, tapi ia adalah ibu bagi Kartini, dan permintaan Kartini kepada romonya adalah ibu Ngasirah berhak mendapatkan kamar yang lebih layak.


Dan satu hal yang keren menurut penulis saat Kartini berbicara dengan Sarwadi di sebuah tepi sungai di mana ia dan kedua adiknya melakukan pengajaran kepada anak anak pribumi, kalimat ikonik yang masih teringat adalah kutipan pembicaraan yang berbunyi “ Kita tidak bisa mengubah asal kita. Tapi kita bisa mengubah cara berpikir kita.”
Adegan adegan dari film Surat Cinta Untuk Kartini terlihat natural dan ini menjadi kekuatan film besutan Azhar Lubis. Bagi perempuan yang nanti nonton tanggal 21 April 2016, siap siap saja dengan sapu tangan atau tissue karena ada beberapa bagian film ini mengharukan. Meski ada balutan kegundahan, film ini tidaklah muram, kita bisa menikmati pemandangan pantai dan juga sungai yang mengalirkan air jernih, di tepian sungai itulah Kartini, Roekmini dan Kardinah melakukan upaya mulia mencerdaskan perempuan Jawa, belajar agar menjadi pandai.


Untuk para perempuan, penulis sarankan untuk menonton film Surat Cinta Untuk Kartini, sebuah film yang membuat kita tercerahkan, emansipasi wanita yang di pelopori oleh Kartini merupakan angin segar bagi perempuan untuk hidup setara dengan kaum pria, terima kasih MNC Picture, nuhun pisan untuk Kompasiana yang telah memberikan kesempatan untuk menonton film Surat Cinta Untuk Kartini. Maju terus film Indonesia, jadikan tuan rumah di negeri sendiri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun