Presiden Jokowi dalam event Harganas ke XXII di Tangerang Selatan(poto dari Kompas.com)
Gerbang pernikahan adalah pintu awal dari sebuah rencana jangka panjang dari siklus kehidupan manusia, dua individu disatukan dalam sebuah ikatan suci dalam janji yang terpatri, saling setia meski berbeda pola asuh, pola pendidikan, berbeda suku dan juga perbedaan yang terasa berat untuk disatukan pada awalnya. Namun seiring dengan berjalannya waktu, segala perbedaan itu akan menipis dengan saling mengerti antar individu, dan puncak dari semua itu, semakin indah dengan lahirnya generasi baru dari keluarga kecil yang dulu berikrar di depan penghulu.
Kelahiran manusia baru dalam sebuah keluarga manapun pasti akan menimbulkan kegembiraan, namun kelahiran demi kelahiran tentu saja harus direncanakan, bagaimanapun sebagai orang tua tentu saja akan memberikan hal yang terbaik kepada anak anaknya, dan inilah menjadi sebuah pangkal renungan bagi kita semua, bila sebuah keluarga, bila di sebuah desa, kecamatan, kabupaten dan juga provinsi dan bersimpul pada negara, bila tak bisa mengendalikan angka kelahiran, maka siap siap saja terjadinya ledakan penduduk yang tak terkendali.
Keluarga sakinah mawadah dan warrahmah adalah dambaan setiap insan yang berkeluarga, namun dibalik kata kata yang sering terucap saat mengiringi pernikahan ini, ada sebuah tanggung jawab besar untuk mempersiapkan dan tentu saat mewujudkannya di satu ketika, satu hal yang jelas adalah dengan merencanakan dengan matang ke arah mana pembangunan keluarga dengan konsep untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat.
Seperti dalam Undang Undang Nomor 52 Tahun 2009, Tentang Perkembangan Dan Pembangunan Keluarga yang memiliki subtansi antara lain, Pengendalian penduduk, Keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, Keluarga sejahtera dan pembangunan keluarga, advokasi, pergerakan dan informasi.
Cerdas Merencanakan Jarak Kehamilan
Perencanaan kehamilan perlu dilakukan agar konsep keluarga menjadi ideal, dengan jarak kehamilan yang relatif bisa diperhitungkan, maka pola pengasuhan anak pun menjadi lebih fokus, kualitas keluarga pun lebih terarah, pendidikan anak pun jauh lebih inten karena arak usia antar anak relatif tidak terlalu dekat, orang tua lebih fokus untuk mendidik anak dengan pengawasan yang lebih terukur dibidang pendidikan anak, pengawasan kesehatan dan gizi anak, serta pondasi agama dapat ditanamkan sedini mungkin dan optimal serta pengasuhan yang tidak begitu merepotkan.
Ada banyak keuntungan jika pasutri mampu merencanakan jarak kehamilan secara bijak dan cerdas, anak adalah permata dan orang tua yang mampu merencanakan jarak kehamilan secara tepat, setidaknya mampu memberikan perhatian untuk tumbuh kembang si anak menjadi terarah, anak sangat layak untuk diberikan kualitas terbaik dalam masa emas pertumbuhan di usia balita, jarak kehamilan menjadi penting di sini, keluarga yang mampu untuk menentukan jarak kehamilan yang ideal tentu saja akan lebih baik dibanding dengan keluarga yang tidak menentukan jarak kehamilan.
Resiko bila jarak kehamilan yang terlalu dekat bagi si ibu dan juga sangat mungkin berpengaruh bagi keluarga lainnya, adapun resiko untuk ibu hamil yang jarak kehamilannya terlalu dekat adalah resiko timbulnya beberapa penyakit seperti preeklamsia, anemia, dan juga eklamsia, sedangkan untuk si janin adalah beresiko dengan pertumbuhan janin terhambat, kelahiran prematur. Jarak ideal kelahiran pertama dan selanjutnya yaitu jarak antara 2 hingga 4 tahun.
Lingkungan Berdampak Besar Untuk Mewujudkan Keluarga Samara
Lingkungan yang nyaman adalah dambaan setiap keluarga, dengan tinggal di sebuah lingkungan yang baik, tentu saja berpengaruh dalam pembentukan karakter si anak, menurut Bronfenbrenner dalam Making Human Being Human, 2004. Ada empat elemen dalam sistem yang mempengaruhi pembangunan keluarga yaitu Mikro, Meso, Ekso serta Makro. Dalam sistem Meso, teman sebaya, tetangga, lingkungan bermasyarakat, kelompok bersosialisasi, tempat sekolah adalah lingkungan yang sangat berhubungan dengan daya kembang dan tumbuh anak.
Lingkungan yang kondusif akan memberikan efek baik bagi si anak, dari keluarga si anak akan belajar budi pekerti dan dalam lingkungan masyarakat sekitar, karakter anak akan terbentuk dan sedikit banyak lingkungan pun berperan besar dalam pola pikir dan tindakan si anak, anak yang tumbuh di lingkungan religius cenderung akan mengikuti apa yang dilihat dan didengar di dalam lingkungan religius itu.
Keluarga Samara tentu saja menginginkan hidup di lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak menjadi baik, keluarga samara tentu saja merindukan menjadi orang tua hebat dan ini akan memberi pengaruh kepada lingkungan sekitar, memahami konsep diri orang tua yang juga melibatkan peran ayah untuk mempersiapkan karakter anak sejak dini, sehingga anak bisa di terima di lingkungan sekitar dengan citra baik karena perilaku anak yang menyenangkan bagi warga sekitar.
Bersama keluarga lain di lingkungan sekitar, terus memupuk kebaikan, maka bukan mustahil lingkungan yang di tinggali oleh keluarga samara akan menjadi lingkungan yang kondusif, dengan lingkungan yang kondusif maka akan menjadi sebuah hal yang berguna untuk sebuah bangsa.
Keluarga Samara Dalam Menghadapi Bonus Demografi
Indonesia adalah negeri dengan ribuan berkah dari sang Maha Kuasa, apapun ada di negeri ini, tinggal dan menetap di negeri zamrud khatulistiwa adalah anugerah terindah yang pernah kita sama sama rasakan, keluarga samara yang menetap di Indonesia akan mengalami yang namanya bonus demografi, ya di prediksi pada tahun 2020-2030, bangsa Indonesia akan mengalami bonus demografi, ada satu hal yang perlu kita disiapkan keluarga samara untuk menghadapi era bonus demografi ini, bonus demografi terjadi karena penurunan fertilitas dan mortalitas dalam jangka panjang yang mengakibatkan terjadinya perubahan struktur umur penduduk, dalam hal fertilitas, negeri ini pernah mengalami prestasi dengan menekan angka kelahiran, keberhasilan keluarga berencana di Indonesia banyak di tiru oleh negara negara lain, bahkan di tahun 80an, Indonesia pernah menerima penghargaan PBB untuk gerakan keluarga berencana.
Sebagai bagian dari integralnya sebuah bangsa, keluarga samara pasti akan mengalami masa bonus demografi, jika hingga tahun 2030 terjadinya angka penurunan kelahiran, bonus demografi yang dialami oleh bangsa Indonesia akan memberikan efek yang cukup signifikan, jumlah angkatan kerja produktif adalah tulang punggung bagi kemajuan bangsa ini
Bonus demografi tak akan ada selamanya jika tidak direncanakan dengan kematangan dalam hal menekan angka kelahiran, moment bonus demografi ini tidak akan berlangsung lama. Sebab angka ketergantungan 10 tahun berikutnya atau pada tahun 2030 mencapai 46,9. Pada tahun 2035 akan meningkat lagi menjadi 47,3. "Sebagai gambaran, angka ketergantungan kita pada 2010 berada di angka 50,5, dan sebagai keluarga samara yang cerdas, dan juga bagian langsung dari bonus demografi, inilah kesempatan untuk meraih kehidupan yang lebih baik untuk menikmati bonus demografi di negeri ini.
Keluarga Samara Peduli Usia Lanjut
Dengan makin baiknya perekonomian Indonesia saat ini, harapan hidup pun semakin panjang, jika ditahun 2010 harapan hidup manusia Indonesia di angka 70,6, namun pada tahun 2014, angka harapan hidup naik di angka 72, pada tahun 2010, jumlah lansia mencapai 18 juta jiwa, dan untuk tahun 2015, jumlah usia lansia di kisaran angka 21,8 juta, proyeksi untuk tahun 2035, usia lanjut akan diperkirakan naik sebesar 167,2 % atau sekitar 48,2 juta jiwa. Dalam hitungan global pun, usia lanjut semakin banyak, 80 % lansia hidup berada di negara berkembang.
Usia lanjut adalah sebuah keniscayaan, namun bukan berarti keluarga samara yang rata rata memang memiliki usia produktif harus menyia nyiakan para lansia, kita mahfum para lansia ini memang tak segagah dulu, bahkan kerewelan para lansia terkadang membuat orang orang yang auh lebih muda akan terasa mutung, serba salah menghadapi’ulah’ para anggota keluarganya yang sudah sepuh alias para manula atau lansia.
Tugas keluarga samara adalah mengayomi generasi tua ini, apalagi Indonesia termasuk lima besar negara yang mempunyai populasi lansia, sebagai keluarga samara tentu saja sebuah program dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional yang bertajuk Lansia Tangguh haruslah di dukung penuh. Lansia Tangguh adalah lansia yang sehat secara fisik, sosial, dan mental, mandiri, aktif dan produktif.
Diberbagai tempat di nusantara, acapkali kita melihat masih banyak lansia yang memiliki kebugaran relatif prima, meski berusia sepuh, mereka gigih untuk tetap bekerja dan tak ingin tergantung kepada orang lain, inilah bukti bahwa banyak lansia di tanah air, gigih berusaha mencari nafkah untuk menghidupi dirinya sendiri dan bahkan anggota keluarga lainnya, seperti inilah lansia yang tak ingin dikasihani. Untuk mencetak para lansia tangguh, ada kelompok BKL yaitu Bina Keluarga Lansia, diharapkan BKL ini akan memberikan tempat untuk para lansia mengapresiasikan usia lanjutnya dengan kegiatan positif, sehingga usia lanjut pun bukan halangan untuk menikmati hidup dengan cara yang sehat dan produktif tentunya.
Keluarga Samara Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Secara Mandiri
Kemandirian ekonomi sangtalah penting dalam sebuah keluarga, bahkan kasus perceraian yang terjadi, bukan melulu tentang urusan ranjang pasangan suami isteri, kendala terbesar dalam keluarga terkadang dihasilkan karena rumitnya urusan ekonomi, ditakdirkan lelaki memang sebagai sosok pencari nafkah, pelindung keluarga, kepala keluarga yang berjibaku mencari penghasilan, namun bukan berarti peluang perempuan untuk berusaha menjadi tertutup.
Dalam berkembangannya, BKKBN pun memiliki sebuah program bernama Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera(UPPKS), kemandirian ekonomi memang sangat diperlukan, apalagi beberapa saat nanti ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN datang, persaingan di pasar regional pun akan semakin kompetitif, sudah saatnya kini pemberdayaan keluarga menjadi lebih terfokus, dan dengan program ciamik dari BKKBN, maka peran keluarga untuk mendapatkan peluang usaha akan terbuka lebar.
Ada tujuh fase yang bisa disimpulkan agar kemandirian secara ekonomi bagi keluarga, sebuah step by step yang akan membawa perubahan signifikan agar ekonomi keluarga jauh lebih baik, dan hari hari pun di isi dengan aneka kegiatan produktif, tentu saja dibanding berumpie ria atawa bergosip, jelas kegiatan Usaha Peningkatan pendapatan Keluarga Sejahtera akan terasa bedanya, hal yang pertama yang harus dilakukan adalah pembentukan kelompok, setelah kelompok terbentuk, langkah selanjutnya adalah mengenali pasar, setelah pasar dikenali barulah ke tahap selanjutnya yaitu menentukan jenis usaha.
Setelah jenis usaha di dapat, hal berikutnya adalah menggalang modal, setelah itu baru dipikirkan untuk sebuah proses produksi, proses inilah yang menjadi tulang punggung, karena produksi yang baik tentunya akan menentukan langkah berikutnya yaitu pemasaran, setelah enam tahap dilalui maka pendampingan dan pembinaan menjadi hal berikutnya dalam UPPKS.
Unit unit usaha dalam UPPKS bisa meliputi di sektor pertanian, peternakan maupun perikanan, sebagai contoh, UPPKS di daerah kabupaten Karang Anyar di provinsi Jawa Tengah, UPPKS meliputi usaha usaha seperti agrobisnis, pengrajin, industri keci, pedagang pasar, pedagang kaki lima, dengan modal yang digulirkan, strategi UPPKS ini cukup ampuh untuk menopang perekonomian keluarga, yang dibutuhkan memang ketekunan untuk terus berusaha.
Implementasi Revolusi Mental Agar Tidak Menjadi Macan Kertas
Jalan panjang Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional telah di mulai sejak zaman orde lama dan diteruskan oleh zaman orde baru, bahkan di sebut sebut keberhasilan Keluarga Berencana terjadi di saat republik ini dipimpin oleh presiden Soeharto, pasca reformasi, gerakan Keluarga Berencana memang masih ada namun gaungnya pun tidak begitu terasa, dan kini setelah presiden ke tujuh dalam sejarah republik, yaitu presiden Joko Widodo, sebuah konsep baru ditawarkan, konsep itu bernama Revolusi Mental, adigium ini pulalah yang menjadi sebuah titik balik untuk kemenangan pemilihan presiden di tahun 2014 lalu.
Tahta RI 1 telah dalam genggaman, konsep revolusi mental yang menjadi visi misi Joko Widodo saat kali pertama beliau mengucapkannya pada tanggal 26 April 2014, dan konsep revolusi mental memang layak di kedepankan bila memang diperlukan oleh bangsa ini, di setiap tatanan masyarakat selalu ada konsep konsep perbaikan, bila memang revolusi mental bisa ‘menyembuhkan’ perilaku kekinian yang cenderung abai dalam nilai nilai kebenaran, kita lihat saja, perilaku korupsi yang seolah telah membudaya.
Entah berapa orang dari kepala daerah, mulai dari bupati, walikota, gubernur dan juga oknum menteri yang pernah menjabat dalam kabinet akhirnya dijebloskan ke dalam hotel prodeo, masuk bui dengan dakwaan yang sama yaitu mengambil uang rakyat, mereka korupsi, deretan panjang kasus korupsi akan terus mengular, mulai dari anggota legislatif baik di pusat maupu di daerah.
Revolusi mental hanya menjadi macan kertas yang hanya bergaung di wacana, diperlukan keseriusan, agar budaya korupsi akan mengempis di negeri ini, ada satu hal yang perlu diperhatikan agar revolusi mental bisa berjalan, bukan mewacanakan revolusi mental di sebuah seminar hotel berbintang, yang diperlukan agar terbangun kesadaran kolektif, bahwa di sini keluarga adalah benteng pertama untuk menjadi paham apa itu konsep revolusi mental, dari keluargalah budi pekerti di mulai.
Keluarga adalah pilar bangsa, dan di situlah tumpuan besar bagi bangsa ini, setelah ada upaya keras dari BKKBN untuk upaya mengatur jarak kehamilan secara cermat, dan juga mengkampanyekan dua anak cukup, ini sebenarnya makna lain dari revolusi mental itu sendiri, bayangkan jika BKKBN tak serius menggarap tentang demografi, tentang keluarga berencana, akan terjadi ledakan penduduk yang sangat dahsyat di negeri ini.
Kembali ke konsep keluargam di komunitas terkecil dari sebuah lingkungan, revolusi mental bisa dilahirkan, asalkan memang benar benar mempunyai konsep yang jelas, BKKBN telah ada di track yang benar untuk mengendalikan populasi agar bom waktu bernama ledakan penduduk tidak benar benar terjadi, dan sinergi itu akhirnya terkolaborasi, BKKBN adalah garda depan untuk hal penekanan laju kelahiran, bila dikawinkan dengan konsep revolusi mental, maka semua itu akan menjadi sinergi yang bisa membuat bangsa ini lebih maju dan dinamis, dan benar adanya revolusi mental itu harus konkret.
Untuk para pejuang yang tergabung di dalam BKKBN, teruslah menggelorakan sebuah semangat agar laju kelahiran tidak terlalu pesat, keluarga yang ideal adalah keluarga yang mempu memberikan rasa aman, sejahtera lahir dan batin, dan kita juga mesti mengapresiasi kepada pemerintah Tangerang Selatan yang telah sukses menjadi tuan rumah dalam event nasional yaitu peringatan Hari Keluarga Nasional XXII, untuk kali ini Harganas BKKBn mengambil tema yang genial dan konteknya sangat kekinian yaitu HarganasMerupakan Momentum Upaya Membangun Karakter Bangsa Mewujudkan Indonesia Sejahtera.
Semoga sejahtera milik rakyat Indonesia, kejayaan suatu bangsa di mulai dengan jayanya sebuah keluarga, dengan revolusi mental yang telah begitu lekat didalam ingatan kita, harapan sejahtera bagi rakyat Indonesia bukanlah sebuah utopia, saatnya memang kita jarus bekerja keras, kerja..kerja....kerja, seperti apa yang diucapkan presiden Jokowi saat melantik para menteri kabinetnya. Tantangan besar sudah pasti ada di depan mata, semoga sebagai anak bangsa, kita selalu dikuatkan agar apa yang di impi impikan sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, yaitu mimpi sejahtera akan segera terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama, amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H