Mohon tunggu...
Topeng
Topeng Mohon Tunggu... -

Seorang Pria Bertopeng, suka berteman dan cinta damai....\r\nsalam tertawa bahagia ... hahahahahahahahahahahahahahaha...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Celana Kolor, Pak Pejabat

27 April 2012   04:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:03 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Aku masih duduk di kursi dalam ruangan bercat putih, tempatnya biasa bekerja. Kulihat ia melucuti jas safari dan celana panjangnya begitu saja. Kaos singlet dan celana kolor yang melekat di badan, masih sempat aku saksikan.

Lalu, ia kenakan baju kemeja lengan pendek dan celana jeans yang terkesan lebih casual, pengganti baju kebesarannya sebagai seorang pejabat tinggi.

"Hmm.. Seorang pejabat negara yang sangat cuek... Ruang ganti yang berada di sebelah, terpaksa harus menganggur," komentarku dalam hati.

Oh iya, aku pernah sempatkan masuk ke ruang toilet pribadi yang menyatu dengan ruang kerjanya. Ah, mungkin karena begitu cueknya ia, sehingga tutup closet duduk yang sudah patah tetap saja dibiarkan terlihat jelas.

"Mengapa tidak langsung meminta bawahannya untuk segera menggantinya?" pikirku terus mengganggu.

Ia mulai duduk kembali. Perbincangan tentang BBM sempat aku dengarkan. Kontennya serius. Namun, rambutnya yang dibiarkan gondrong, dan jarang tersisir, menguatkan gayanya yang tetap terkesan santai. Selingan canda dan tawa sesekali terlontar dari mulutnya.

Aku berusaha menjadi pendengar yang baik. Sesekali pula, aku ikut canda tawa, seraya berharap bisa sedikit memahami apa yang dibicarakannya. Ah, mengapa Pak Profesor ini belum juga menyinggung isi SMS-ku sejak kemarin aku kirim?

Kualihkan pandangan mataku ke luar sana. Dengan latar awan yang cerah, kemegahan Tugu Monas cukup terlihat jelas. Sangat indah. Agaknya, kekagumanku mulai mengusik. Hingga ia bertanya tentang sesuatu.

"Peng, bagaimana tentang rencanamu itu?" tanya Profesor

Aku sempat tergagap mendengarnya.

"Sudah siap, Pak. Kemarin saya sudah kabarkan ke Bapak melalui SMS," jawabku agak heran.
"Waduh, maaf Peng. Mungkin SMS-mu belum masuk,"
"Kok, bisa ya, Pak.."
"Ya bisa, Peng. Ini hape-ku tergolong jadul. SMS yang masuk maksimal 100. Jadi harus ada yang dihapus dulu, biar SMS yang baru masuk,"
"Hahahahaha....."

"Hape-nya ganti-lah Pak, dengan BB. Biar enggak jadul...." kataku memotong pembicaraan.
"Halah.. Peng.. Peng. Bagi saya, hape itu cukup untuk SMS dan telepon saja..... Saya ini memang gaptek, Peng.."

"Hahahahahahahaha......."

Tiba-tiba ia terdiam. Sesaat, wajahnya tampak berubah menjadi begitu serius. Sesekali ia menghirup nafasnya dalam-dalam. Ah, aku merasa bersalah karena sering tertawa.

"Hape itu alat komunikasi, Peng. Itu fungsi utamanya,"
"Saya tidak terbiasa mengggunakan sesuatu jauh melebihi fungsinya,"
"Atas nama gengsi, demi status sosial, atau karena desakan pertemanan. Saya tidak biasa melakukan itu, Peng,"
"Saya lebih terbiasa berkomunikasi secara langsung dengan banyak orang,"

"Setiap subuh saya usahakan sholat di Mesjid, di sebelah rumah. Lalu, saya jalan kaki pulang pergi kurang lebih 4 kilometer. Saya menyapa satpam, pembantu dan orang jualan yang saya temui di jalan,"

"Akibatnya, saya juga disapa oleh mereka yang punya rumah. Mereka, banyak pejabat, pengusaha dan diplomat,"

"Saya memulai setiap hari dengan kedamaian dan optimisme, karena saya percaya bahwa apa yang Dia kehendaki, terjadi.

"Saya, selain sudah memohon dan bersyukur, juga menyayangi ciptaan-Nya dan berusaha membuat keadaan lebih baik,"

"Oh ya, Tuhan tidak pernah kehabisan akal, Peng. Jadi, kita tidak perlu kuatir. Percayalah...,"

"Kalau kita menyayangi orang-orang yang kita pimpin, insya Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang akan menunjukkan cara untuk membuat mereka dan kita lebih baik,"

"Tuhan itu Maha Pencipta, segala kehendak-Nya terjadi,"

"Saya biasa tidur jam 8 malam, dan bangun jam 2 pagi, lalu shalat malam, meditasi serta ceragem sekitar 30 menit. Lalu, saya buka komputer buat tulisan atau menulis email,"

"Dalam meditasi, saya biasa menyebutkan, Tuhan Engkau Maha Pengasih dan Penyayang, aku sayang kepada-Mu dan sayangilah aku... Tuhan Engkau Maha Pencipta, segala kehendak-Mu terjadi..."

"Lalu saya memohon apa yang saya mau... dan diakhiri dengan mengucap... Terima kasih Tuhan atas karunia-Mu..."

Aku merasa terhanyut untuk terus mendengar ucapannya, kata demi kata. Lalu... sepi tiba-tiba menyergap. Ucapannya tidak terdengar lagi. Ia hanya terdiam. Ah, lama-lama ia menghilang. Aku tak melihatnya lagi, entah kemana.

Cukup lama aku menanti. Namun, ia tak jua datang kembali.

"Peng... banguuun.. banguunn...."

Ah... Kini, aku tinggallah sendiri. Terjaga dalam balutan dingin embun pagi. Dini hari.

"Selamat jalan Pak....." bisikku untuk mengenangnya.
Hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaha..... ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun