Mohon tunggu...
Topeng
Topeng Mohon Tunggu... -

Seorang Pria Bertopeng, suka berteman dan cinta damai....\r\nsalam tertawa bahagia ... hahahahahahahahahahahahahahaha...

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negeri Kurang Kenyang Korupsi, Kini Dijajah Politisi?

17 Agustus 2011   08:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:42 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Si Topeng baru saja usai menyaksikan upacara peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di alun-alun kecamatan terdekat. Tidak ada yang istimewa, semuanya berlangsung sama seperti biasanya sejak ia mengenal 17 Agustus yang diperingati setiap tahun. Bahkan, kali ini terlihat jauh lebih sepi, karena sejumlah perlombaan tradisional khas 17-an ditiadakan karena waktunya bertepatan dengan bulan puasa. Ia pun langsung kembali ke tempat kosnya.

"Apa makna kemerdekaan yang dapat diambil?" pikir si Topeng sambil terduduk di atas kursi tua.

Sejumlah buku di atas meja ia raih. Lalu, ia sempat baca-baca sekilas. Hingga sampai pada bacaan mengenai penjajahan Belanda di Indonesia. Matanya masih terus tertuju pada sebuah tulisan Ignas Kleden berjudul "Negara Baru Masyarakat Baru : Revolusi Nasional Indonesia Dalam Tinjauan Sosiologis Komparatif".

"Hmm...mungkin ini, yang menjelaskan mengapa penjajahan Belanda di Indonesia jauh lebih parah, bila dibandingkan dengan penjajahan Inggris di India, misalnya" komentar si Topeng dalam hati.

Penjajahan Belanda di Indonesia pada dasarnya merupakan kapitalisme monopolistis ortodoks yang didasarkan pada usaha agroindustri. Kepentingan utamanya adalah mengambil bahan makanan atau bahan baku bagi industri dari daerah jajahan, untuk kemudian dibawa dan dijual ke kota-kota industri di Eropa. Untuk mencapai tujuan itu, pemerintah kolonial Belanda harus menyingkirkan kelas menengah pribumi sebagai pesaingnya, sambil mendapatkan tenaga kerja yang semurah mungkin.

"Adalah logis bahwa strategi ini mengakibatkan menurunnya, bahkan hancurnya kelas menengah pribumi..." jelas penulis.

Hubungan antara ekonomi negara penjajah dan daerah jajahan ditandai oleh proporsi yang amat tidak seimbang antara ekspor dan impor. Soekarno sempat menyitir pendapat seorang ahli statistik, dengan mengatakan:

"Kalau kita bandingkan angka-angka di Hindia dengan angka-angka negeri lain.... maka ternyatalah, bahwa tidak ada satu negeri di muka bumi yang procentage uitvoeroverschot-nya begitu tinggi seperti di Hindia Belanda.."

Kata Soekarno, proporsi impor dan ekspor di Hindia Belanda tahun 1927 adalah 1:2,2. Hal ini berarti bahwa jumlah ekspor jauh lebih tinggi, 220% dari impor. Watak agroindustri dari kolonialisme Belanda secara jelas diperlihatkan oleh kenyataan bahwa 75 % dari seluruh ekspor dari Hindia Belanda pada tahun 1927 berasal dari hasil pertanian.

"Hmm.. sebuah bentuk eksploitasi habis-habisan dari sumber daya alam Indonesia, semata untuk keuntungan sang penjajah..." simpul si Topeng.

Kini, si Topeng mulai memahami pula, mengapa penjajahan Inggris di India lebih "beruntung" dibandingkan penjajahan Belanda di Indonesia. Menurut Soekarno, penjajahan Inggris di India didasarkan atas kapitalisme semi-liberal yang ditimbulkan oleh perkembangan industri di Inggris. Perkembangan industri di kota-kota di Inggris membutuhkan negara jajahan sebagai pasar baru bagi hasil-hasil industrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun