Mohon tunggu...
Topeng
Topeng Mohon Tunggu... -

Seorang Pria Bertopeng, suka berteman dan cinta damai....\r\nsalam tertawa bahagia ... hahahahahahahahahahahahahahaha...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gubrax, Apel Malang dan Uang Sialan

25 Januari 2012   17:33 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:27 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Dalam hatiku. Inikah sampeyan, mas? Aku mulai merasakan perubahanmu. Ya, sampeyan telah berubah. Hatiku mulai terus bertanya-tanya. Inikah perubahan tentang dirimu, sebagaimana teman-teman lain pernah mengatakannya padaku? Jujur, aku mulai asing dengan sampeyan mas. Entahlah....


Mas, bukankah dulu sampeyan selalu katakan  tidak semua dapat dibeli dengan uang? Ada harga diri, kejujuran, kesetiaan dan cita-cita yang selalu kita perjuangkan. Tentang masyarakat yang adil, makmur, tentang nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, tentang ridho Tuhan. Tentang Indonesia yang bersih, bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Aku masih ingat itu. Ya, dulu kita teriakkan slogan : Anti-KKN. Lalu, kita sama-sama tumbangkan rezim otoriter dan korup itu, demi masa depan republik ini yang kita cita-citakan bersama.


Kita, masing-masing berusaha menjadi insan cita, intelektual yang taat beragama, ikut bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat ideal yang dicita-citakan. Bukankah sampeyan selalu ucapkan pesan-pesan itu dalam setiap ceramah atau pidatomu dulu? Aku sangat merindukan sampeyan yang dulu, mas. Sebagai sahabatku.


Ah. Aku benar-benar telah diabaikan olehnya. Aku melihat sampeyan menggerakkan tangan kanan pada seseorang yang aku perkirakan adalah anak buahmu. Dengan bahasa isyarat, tampaknya sampeyan perintahkan sesuatu padanya. Terus terang, aku tidak dapat memahaminya.


Aku terus berusaha menerka. Hingga, secara perlahan aku melihat mobil box bergerak mundur ke arahku. Cepat. Kian mendekat. Sangat dekat. Seiring terbukanya pintu belakang. Braaakk...  Aku benar-benar terkaget. Tanpa sempat menghindar sedikitpun.


Masya Allah! Aku terjatuh. Apa yang terjadi? Aku benar-benar telah terkubur oleh ribuan lembar uang yang berserakan. Ada ratusan ribu rupiah. Lima puluhan ribu rupiah. Ada juga dollar Amerika. Hmm... ribuan apel malang dan washington pun ikut menutupi kepalaku. Hingga, membuat nafasku kian sesak. Tersengal-sengal.


Aku merasakan pukulan bertubi-tubi menimpa wajahku. Buk.. Buk...Buk...!


“Tolong...tolong....” teriakku berulang-ulang.
“Toloooong.... tolooooong.....”


“Peng.... banguuuunnn...Sadaaaar.... hari sudah siang!”


Apa? Gubraxxxx.........

Sialan, uang itu belum sempat aku simpan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun