Mohon tunggu...
Topeng
Topeng Mohon Tunggu... -

Seorang Pria Bertopeng, suka berteman dan cinta damai....\r\nsalam tertawa bahagia ... hahahahahahahahahahahahahahaha...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Topeng Koruptor

19 Januari 2012   18:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:40 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

#1
Sore hari. Seorang pria pulang ke rumah.

"Assalamu'alaikum...."
"Klik...."
Pintu depan rumah terbuka.
"Hiiii... takut..."
"Ada apa De...?"
"Nih ayah datang......"
"Enggak... enggak mauuu... Ade....takuut...... "
"Huu..huu...huu....." tangisnya memecah telinga.

Kembali. Anak kecil itu berlari. Kedua tangannya merapat. Berusaha untuk menutupi wajahnya yang polos. Hanya matanya yang ia biarkan sedikit terbuka. Agar dapat melihat ke depan hingga di sudut kamar pribadinya yang penuh gambar berwarna.

Ayahnya mengejar. Penasaran. Namun... segera terhalang.

"Brugggg...!" suara pintu tertutup keras secara tiba-tiba.
"Klik...." suara pintu terkunci.
"Tok...tok...tok....." bunyi pintu diketuk.
"Tidak..tidak.... Ade takut....." suara di balik pintu terdengar berulang-ulang.

Sang ayah hanya terdiam. Hening. Hingga ia terpaku... berdiri mematung. Hanya berteman dinding putih yang kokoh. Tegak berdiri. Tetap setia menjadi saksi. Matanya terus menatap ke arah pintu berbahan kayu jati kencana itu.

Dari balik pintu. Sesekali suara tangis ketakutan sang balita masih saja terdengar.

"Huuu...huu.. huuu.. takuuuttt..... Ade.. takuuut....!"

Telinganya ia biarkan terus mendengar. Tangisan terus terngiang-ngiang. Tanpa ia mengerti apa yang sesungguhnya sedang terjadi.

"Sudahlah, Pah..."
Suara perempuan menyela dari belakang punggungnya. Memecah keheningan.
Sang ayah membalikkan badannya. Matanya langsung menatap ke arah sosok yang telah belasan tahun setia menemaninya. Suara itu belum sempat ia balas.

"Biarkan si Ade tidak diganggu dulu"
"Nanti juga akan tenang sendiri"
"Biar aku yang akan menangani Pah..."
"Tapi, Mah......"
"Sudahlah Pah... ayo ganti baju dulu" ucap sang istri berusaha untuk membujuknya kembali.

Ini hari yang ke tujuh. Kejadian yang sama kembali terulang.


#2
Sabtu sore. Ia sudah berada di ruang tamu sebuah rumah di kompleks pesantren. "Pondok Pesantren Sableng" namanya. Sayup-sayup suara anak-anak mengaji terus terdengar.

Kebingungan tampak masih membekas pada raut wajahnya. Ia terus duduk terpaku. Lebih banyak mendengar. Hanya sesekali saja ia berkata. Hingga.... tanda tanya mulai terbuka.

"Kewajibanku sebagai ayah dan suami... telah aku penuhi semuanya.. Pak Kyai...." ucapnya dengan suara lirih.
"Belum............" sela Kyai.
"Ah.....Saya tidak mengerti Pak Kyai..."
"Engkau belum bisa membuat anak dan istrimu membanggakanmu...."
"Maksudnya.. Pak Kyai?"
"Berhari-hari wajahmu ada di TV dan koran-koran...... "
"Itukah yang engkau banggakan?"
"Topengmu sudah terkuak, Nak....... "
"Semua telah melihatnya..... "
"Engkau sudah hampir telanjang bulat, Nak...
"Nyaris... tanpa kebanggaan..."

Ia menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Sambil menengadah.

"Ya Allah..... apa yang terjadi?" keluhnya.
"Engkau selalu sebut nama Tuhan.... namun hati dan perbuatanmu laksana setan....." timpal sang Kyai.

"Papah jahat... Papah jahat... Papah jahat....!" teriakan suara balita tiba-tiba terdengar dari balik kamar sang Kyai.
"Ade..... kenapa ada di sini?" tanya ayah.
"Ade enggak mau....punya ayah bertopeng....." kata sang anak sambil menunjuk-nunjuk ayahnya sendiri.
Si anak berjingkrak-jingkrak, sambil terus berteriak.
"TOPENG KORUPTOR!"
"TOPENG KORUPTOR!"
"TOPENG KORUPTOR!

"Hmmm.... Hanya hati yang polos dan bersih... yang dapat menolak korupsi...." ucap Kyai Gendheng seraya menunjuk ke arah sang anak.

#3
Dari luar pintu seseorang tergopoh-gopoh masuk ruangan. Ada kecemasan yang sangat mendalam.

"Ampun Kyai... Ampuun Kyai....!"
"Ampun apaan Peng?"
"Ampun Kyai... Ampuun Kyai....!"
"Iya..... tuh kamu ampuun apaan tahuuu...?"
"Saya tidak pernah korupsi Kyai....
"Apa, Peng?"
"Iya.... saya tidak pernah membuka apa-apa tentang diri saya... apalagi korupsi.. Kyai..." ucapnya memelas... bercampur takut..

"Hahahahahahahahahaha.... Peng... Peng... Apanya yang mau dikorupsi? Apa urusannya dengan kamu, Peng ?! Mau topengmu dibuka atau tidak. Tetaplah kamu si Topeng! Gak ngaruh tauuu... hahahahahahahahaha...."
"Peng.. peng... bodoh kok kamu terus pelihara... hahahahahahahahahaha......."
"Jadi.. Kyai?"
"Tuh...TOPENG PARA POLITISI tauuuuu.....! Hahahahahahahaha......"
"Alhamdulillah......."

Si Topeng pun turut tertawa. Hahahahahahahahahahahahahaha......***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun