Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur tentang wasiat wajibah terhadap anak angkat. Menurut pasal ini, jika orang tua angkat dari seorang anak angkat meninggal, anak angkat berhak menerima wasiat wajibah dengan batasan maksimal 1/3 dari harta warisan yang diwasiatkan. KHI mewajibkan adanya wasiat kepada anak angkat atau orang tua angkat berdasarkan pertimbangan kemaslahatan atau untuk menghindari kemadharatan, meskipun dalam nash tidak secara spesifik dijelaskan mengenai kewajiban berwasiat kepada mereka. Dalam rangka menerapkan keadilan dan menjaga ketentraman masyarakat, pemerintah, melalui keputusan ulil amri atau pemimpin, mengatur bahwa wasiat kepada anak angkat menjadi wajib dengan batasan maksimal 1/3 dari harta warisan.
Dalam situasi ketika seseorang yang meninggal lupa untuk memberikan wasiat kepada anak angkat atau orang tua angkatnya, pemerintah, yang diwakili oleh Pengadilan Agama, memiliki wewenang untuk melaksanakan wasiat wajibah tersebut. Ketetapan KHI mengenai aturan tentang wasiat wajibah ini mengacu pada pendapat Ibn Hazm. Namun, dalam kitab-kitab fiqih tradisional, tidak dikenal adanya konsep wasiat wajibah, meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yang berhak menerima wasiat wajibah.
Menurut Ibn Hazm, yang berhak menerima wasiat wajibah adalah kerabat dekat yang memiliki hubungan darah melalui nasab, baik dari pihak ayah maupun ibu. Namun, dalam KHI, yang berhak menerima wasiat wajibah adalah anak angkat.
Dengan demikian, dalam hukum waris Islam, KHI mengatur tentang wasiat wajibah terhadap anak angkat dengan batasan maksimal 1/3 dari harta warisan. Meskipun konsep wasiat wajibah tidak dikenal dalam kitab-kitab fiqih tradisional, KHI mengadopsi pendapat Ibn Hazm tentang siapa yang berhak menerima wasiat wajibah, yaitu anak angkat.
Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 209 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam (KHI), yang membatasi harta yang diwasiatkan kepada anak angkat maksimal 1/3 dari harta peninggalan, merupakan suatu konsep baru yang mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat Indonesia. Pasal ini dirancang dengan memperhatikan kebutuhan hukum umat Islam di Indonesia, dengan menggabungkan aspek hukum adat dan melakukan koreksi sehingga tidak bertentangan dengan hukum Islam. Hal ini dilakukan dalam rangka mengaktualisasikan hukum Islam agar sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat, serta memenuhi asas kemanfaatan dan asas keadilan, yang dalam hukum Islam dikenal sebagai asas maslahah dan asas 'adalah.
Kemaslahatan yang dihasilkan ketika anak angkat atau orang tua angkat diberikan wasiat wajibah adalah untuk menjaga keadilan dan ketentraman dalam keluarga. Meskipun anak angkat bukanlah anak kandung, namun orang tua angkat memiliki kewajiban yang sama terhadap anak angkat seperti halnya anak kandung. Oleh karena itu, menurut penulis, ketentuan yang terdapat dalam Pasal 209 ayat (2) KHI sudah sesuai dengan hukum Islam karena memperhatikan asas maslahah dan asas 'adalah, yang merupakan prinsip utama dalam hukum Islam.
Apa rencana skripsi yang akan di tulis dan beserta argumenya
Rencana judul skripsi yang akan saya ambil adalah mengenai status perkawinan jika akad seorang mempelai pria di wakilkan. Kenapa saya mengambil judul ini, karena saya rasa di msyarakat awam banyak yang belum paham dan kurang mengerti akan hal tersebut. Jadi saya akan meneliti mengenai hal tesebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H