Di sini disebutkan kata mungkin karena cucu dari anak laki-laki tidak akan mendapatkan waris jika anak laki-laki masih ada. Sementara masalah keponakan juga terjadi perbedaan pendapat. Dalam Alquran yang diatur bagian warisnya hanyalah saudara sementara untuk keponakan tidak diatur. Golongan ahlussunnah hanya membahas keponakan dari karya laki-laki saja yaitu keponakan dari saudara kandung dan sebapak. Sementara mengenai bagian ahli waris kakek ahlussunnah beranggapan bahwa kakek sejati mewaris sebab dalam banyak hal ia dianalogikan sebagai ahli waris Bapak Adapun kakek tidak sejati mungkin mewaris apabila tidak ada ahli waris dzul faraid maupun ashabah.
Pengadilan agama dan kompilasi hukum Islam, pada masa penjajahan pemerintah Hindia Belanda meresmikan berdirinya peradilan agama yang dituangkan dalam Staatsblad 1882 nomor 152, Selanjutnya 1 tahun setelah Indonesia merdeka pembinaan peradilan agama diserahkan kepada kementerian agama melalui peraturan pemerintah nomor 5/SD/1946. Kemudian dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 1948 peradilan agama dimasukkan ke peradilan umum.
Di sisi lain tidak mempunyai hukum materiil untuk mengatasinya kompilasi hukum Islam hadir dengan hukum positif yang diperlukan untuk landasan rujukan Setiap keputusan peradilan agama.
Akhirnya lahirlah Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 pada pokok berisi instruksi kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan kompilasi hukum Islam yang terdiri atas buku 1 tentang hukum perkawinan buku 2 tentang hukum kewarisan buku 3 tentang perwakafan.
Selanjutnya hukum kewarisan dalam kompilasi hukum Islam, berdasarkan pasal 49 dan penjelasan undang-undang nomor 7 tahun 1987 yang kemudian diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 disebutkan bahwa orang Islam yang akan membagi warisan tidak harus tunduk pada ketentuan kewarisan menurut hukum kewarisan Islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H