Dengan artian suami menjadi ahli waris bagi istrinya yang meninggal dan istri menjadi ahli waris bagi suami yang meninggal. Dengan syarat sebagai Perkawinan itu sah menurut syariat Islam dan perkawinan masih utuh. Ketiga, Hubungan sebab al wala', yaitu karena kekerabata yang timbul karena membebaskan budak. Keempat, Hubungan sesama Islam, jika seseorang meninggal dunia tetapi tidak memiliki ahli waris maka harta warisannya diserahkan kepada Baitul Mal yang akan digunakan untuk umat Islam.
Halangan mewarisi atau hilangnya hak waris mewarisi. Pertama, Perbudakan, Status seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris karena dipandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus hubungan kekeluargaan dengan kerabatnya. Kedua, Pembunuhan, tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta pewaris yang dibunuhnya. Ketiga, Berlainan agama, demikian juga orang murtad mempunyai kedudukan yang sama yaitu tidak mewarisi harta peninggalan keluarganya. Keempat, Berlainan negara. Adalah memiliki kepala negara sendiri, memiliki angkatan bersenjata, dan memiliki kedaulatan sendiri.
Berlainan negara Ada tiga kategori yaitu berlainan menurut hukumnya, menurut hakikatnya dan menurut hakikat sekaligus hukumnya Hijab dan mahjub. Hijab adalah terhalangnya seseorang dari sebagian atau semua harta warisannya karena adanya ahli waris lain. Mahjub adalah ahli waris yang ditutup pusakanya karena adanya ahli waris yang lebih utama. hijab dibedakan menjadi dua macam yaitu: a. hijab nuqsan yaitu bergesernya hak seseorang ahli waris dari bagian yang besar menjadi bagian yang kecil karena adanya ahli waris lain yang mempengaruhinya. Seperti ketika suami jika istrinya meninggal dunia dan memiliki anak maka hak suami dari menjadi harta warisan. Istri jika suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan anak maka hak istri dari menjadi 1/8 harta warisan. Apabila angka penyebut bagian ahli waris tidak sama tetapi bisa dibagi bilangan penyebut terkecil, angka-angka penyebut tersebut dinamakan tadahul. Apabila angka penyebut bagian ahli waris tidak sama dan tidak bisa dibagi penyebut terkecil tetapi masing-masing masih bisa dibagi oleh angka yang sama maka dinamakan tawafuq. Apabila angka penyebut bagian ahli waris tidak sama dan tidak bisa dibagi oleh penyebut terkecil, juga tidak bisa dibagi oleh angka yang sama selain angka 1 maka angka-angka penyebut tersebut dinamakan tabayyun.
Aul, secara terminologi istilah Aul adalah bertambahnya saham dhawil furudh dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka atau bertambahnya jumlah bagian yang ditentukan dan berkurangnya bagian masing-masing ahli waris. Cara pemecahan masalah aul Adalah dengan mengetahui pokok yakni yang menimbulkan masalah dan mengetahui saham setiap Ashabul huruf kemudian dengan mengabaikan pokoknya. Kemudian bagian-bagian mereka dikumpulkan dan dijadikan sebagai pokok lalu harta warisan dibagi atas dasar itu. Dengan demikian akan terjadi kekurangan bagi setiap orang sesuai dengan sahamnya dalam masalah ini tidak ada kezaliman dan kecurangan.
Sebagai contoh seorang meninggal dunia ahli warisnya terdiri atas suami dan dua orang saudara perempuan sekandung harta yang ditinggalkan setelah dipotong untuk biaya Pemakaman dan lain-lain masih sisa 42 juta maka penyelesaiannya. Bagian suami adalah 1/2, bagian dua saudara perempuan sekandung 2/3. Jumlah asal masalah adalah 6 kemudian dihaulkan menjadi 7 sehingga uang 42 juta dibagi 7 = 6 juta. Maka bagian suami 6/2=3. 3*6 juta = 18 juta dan bagian dua saudara perempuan sekandung 6/3=2, karena dua saudara maka 2*2=4. 4*6 juta = 24.
Radd secara istilah adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dawil furud nasabiyah kepada mereka Sesuai dengan besar kecilnya. Radd merupakan kebalikan dari aul, apabila harta peninggalan masih mempunyai kelebihan setelah dibagikan kepada seluruh ahli waris kelebihan harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang ada menurut pembagiannya masing-masing. Rukun radd: 1. Adanya pemilik fardh . 2. Adanya sisa peninggalan. 3. Tidak adanya ahli waris asabah.
Kompilasi problematika hukum waris Islam, Kewarisan anak dalam kandungan hamlu ada dua syarat bagi anak yang masih dalam kandungan untuk dapat memperoleh harta peninggalan yaitu sebagai berikut: 1. Janin dalam kandungan harus sudah positif keberadaannya dalam perut ibu pada waktu pewaris meninggal dunia. 2. pada saat lahir harus dalam keadaan hidup. Hukumnya dalam pewarisan anak yang masih dalam kandungan Ibu termasuk ahli waris yang berhak mendapatkan harta warisan sebagaimana ahli waris lainnya, Batas waktu maksimal dan minimal bagi kandungan. Batas waktu minimal terbentuknya janin dan dilahirkan dalam keadaan hidup adalah 6 bulan. Hunsa / pewarisan waria. Adalah orang yang diragukan dan tidak diketahui Apakah ia laki-laki atau perempuan.
Apabila tidak diketahuinya Hal tersebut karena tidak muncul tanda-tanda atau muncul tetapi bertentangan ia dinamakan hunsa yang muskil. Jumlah ahli waris hunsamuskil : a. jihat bunuwah garis anak, yaitu anak dan cucu. b. jihat ukhuwah garis saudara, yaitu saudara dan anak saudara . c. jihat 'umumah garis paman, yaitu paman dan anak paman . d. jihat wala' perwalian buda, yaitu tuan yang telah memerdekakan budaknya.
Cara mengidentifikasi status hunsa yaitu Dengan cara meneliti alat kelamin, dilihat dari mana ia membuang air kecil lewat dzakar atau farji dan meneliti tanda-tanda kedewasaannya, misalnya dilihat dari tumbuhnya jenggot, kumis atau memiliki buah dada. Para ulama sepakat orang yang meninggalkan ahli waris tidak boleh memberikan wasiat lebih dari sepertiga hartanya. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi ahli waris supaya mereka tidak dalam keadaan miskin setelah ditinggalkan tinggalkan pewaris.
Wasiat wajibah. Sebagian ulama berpendapat kebebasan untuk membuat wasiat atau tidak hanya berlaku jika orang-orang yang bukan kerabat dekat. Untuk kerabat dekat yang tidak mendapatkan warisan atau bukan ahli waris maka seseorang wajib membuatkan wasiat untuknya. Namun ulama berbeda pendapat dalam menentukan kewajiban berwasiat tersebut. Menurut undang-undang wasiat Mesir nomor 71 tahun 1946 ditegaskan bahwa besarnya wasiat wajibah adalah sebesar yang seharusnya diterima oleh orang tua seandainya ia masih hidup dengan ketentuan tidak lebih dari sepertiga warisan, juga dengan syarat Cucu itu bukan termasuk ahli waris yang menerima warisan dan Pewaris hanya boleh memberikan kepadanya seperti yang telah ditentukan.
Mafqud. Adalah orang hilang atau seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudah meninggal sedangkan Hakim telah menetapkan kematiannya. Batas waktu untuk menetapkan kematian menurut imam Malik adalah 4 tahun. Sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan masa tunggunya tidak adanya ketentuan batas waktu. Dalam undang-undang kewarisan Mesir mengambil pendapat Imam Ahmad ditetapkan batas waktunya 4 tahun.