Mohon tunggu...
Topek Dayat
Topek Dayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya sebagai mahasiswa uin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Book Review: Hukum Kewarisan Islam

12 Maret 2023   20:58 Diperbarui: 12 Maret 2023   21:00 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Judul: Hukum Kewarisan Islam

Penulis: Dr. H. Moh. Muhubbin, S.H., M.Hum.

  Dr. H. Abdul Wahid, S.H., M. Ag.

Penerbit: Sinar Grafika

Terbit: 2017

Cetakan : Cetakan Pertama, edisi revisi

Hukum kewarisan atau fiqih mawaris adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan tentang bagaimana proses pemindahan Siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan itu serta berapa bagian masing-masing. Fikih mawaris kadang disebut juga dengan istilah al faraid yakni bagian yang telah ditentukan atau bagian yang pasti. Faraid dalam istilah mawaris dikhususkan kepada suatu bagian ahli waris yang telah ditentukan besar kecilnya oleh syara. Ketentuan waris Islam lebih banyak yang ditentukan dibanding yang tidak ditentukan dalam Alquran oleh karena itu hukum ini dinamai dengan faraid. Menurut para ulama mempelajari ilmu faraid adalah fardhu kifayah. Tujuannya Adalah agar kita dapat menyelesaikan masalah harta peninggalan sesuai dengan ketentuan agama, sampai ada yang dirugikan dan termakan bagiannya oleh ahli waris yang lain.

Dasar dan sumber hukum kewarisan Islam yang pertama adalah ayat-ayat Alquran yaitu pada Surah Annisa ayat 7 sampai 14. Juga terdapat pada surat an-nisa ayat 176. Kedua Al Hadits, Ada beberapa hadis Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang kewarisan. Contohnya hadis dari Jabir Ibnu Abdullah berkata janda sa'ad datang kepada rasul Allah bersama dua orang anak perempuannya. Yang ketiga ijtihad para ulama. Meski sudah dijelaskan pada Alquran dan hadis namun dalam beberapa hal masih diperlukan adanya ijtihad terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam Alquran maupun hadis.

Asas hukum kewarisan Islam. Pertama asas ijbari yang berarti bahwa peralihan harta seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya berlaku dengan sendirinya menurut Ketetapan Allah. Yang kedua asas bilateral artinya bahwa harta waris beralih kepada ahli warisnya melalui dua arah atau dua belah pihak yaitu pihak kerabat garis keturunan laki-laki dan pihak kerabat harus keturunan perempuan. Yang ketiga asas Individual, harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing-masing ahli waris untuk dimiliki secara perorangan.Yang keempat Asas keadilan berimbang, antara hak dan kewajiban serta keseimbangan antara yang diperoleh dengan keperluan dan kegunaannya. Yang kelima asas semata akibat kematian, harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama pewaris lama yang mempunyai harta masih hidup.

Tradisi pembagian harta waris pada zaman Jahiliyah berpegang teguh pada tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Sebab-sebab mereka berhak menerima harta warisan. 1. Ashabul Furudh adalah orang-orang yang mempunyai bagian harta peninggalan yang sudah ditentukan oleh Alquran sunnah dan ijma. Adapun bagian yang sudah ditentukan adalah 1/2 1/4 1/8 1/3 2/3 dan 1/6. 2. Ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah dibagikan kepada ahli waris. Ahli waris ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari garis keturunan laki-laki seperti anak laki-laki ayah saudara laki-laki kakek. 3. Dzawil Arham. Adalah setiap kerabat yang bukan dzawil furudh dan bukan pula ashabah. Mereka dianggap kerabat yang jauh pertalian nasabnya. Agar dzawil arham menerima harta peninggalan harus Sudah tidak ada Ashabul furud.

Dalam literatur hukum Islam disebutkan ada empat Hubungan seseorang dapat menerima harta warisan dari seseorang yang telah meninggal dunia yaitu Pertama karena hubungan kekerabatan atau nasab yang disebabkan oleh kelahiran. Digolongkan menjadi tiga yaitu a. furu' ialah anak turun b. ushul ialah leluhur c. hawasyi yaitu keluarga yang dihubungkan dengan si meninggal dunia melalui garis menyimpang seperti Paman bibi dan anak turunnya Kedua, hubungan perkawinan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun