Dia tidak baper berhadapan dengan rakyat. "Bintang utama dari keberhasilan pembangunan adalah energi positif rakyat. Sang pemimpin hanyalah seorang konduktor. Oleh sebab itu pemimpin harus melebur bersama rakyat. Tahu keringat rakyat. Â Mendengar tangis rakyat. Menjejakkan kaki di arena kehidupan rakyat. Menghampiri mereka dalam arti yang sesungguhnya." (ibid).
Dua kutipan yang diambil ini sangat kuat menunjukkan gaya, cara, pendekatan yang digunakan Jokowi ketika memimpin. Caya, gaya yang nyaris berbanding terbalik dengan para pendahulunya, juga dengan kebanyakan pemimpin sekarang.
 Sebelumnya, ada presiden yang sangat menjaga diri, menjaga penampilan sehingga mesti tampil perfect. Aturan protokoler yang ketat menambah kuat lagi posisi seorang kepala negara yang  tidak mudah didekati oleh rakyat atau warga masyarakat.
Berbeda dengan Jokowi. Ketika tampil di mana saja, Jokowi jadi rebutan warga untuk didekati. Â Berjabatan tangan, berswafoto dengan Jokowi kemudian dianggap tidak tabu, tidak susah.
 Dekat dengan rakyat, menyatu dan membaur dengan rakyat sudah menjadi branding Jokowi.  Jokowi tidak butuh pagar betis di  pinggir jalan yang dilaluinya. Aparat keamanan tidak perlu menghalau rakyat yang mengejar dan mendekatinya.
Untuk NTT, Jokowi memang luar biasa. Bayangkan, sudah sepuluh kali Jokowi menjejakkan kakinya di NTT. Ketika berkampanye di Kupang April lalu, Jokowi menantang massa yang hadir.
 "Saya sudah berapa kali sebagai Presiden datang ke Nusa Tenggara Timur? Ada yang ngitung?" tanya Jokowi kepada para pendukung yang hadir.
"Ada!" jawab massa yang hadir.
"Berapa?" tanya Jokowi.
Para pendukung bersorak, "Delapan!"
"Yang lain paling saya kunjungi dua kali, tiga kali, di sini sudah delapan kali. Ada apa? Ada apa? Karena saya cinta NTT," kata Jokowi.