Didampingi Gubernur NTT Â dan Wakil Gubernur NTT, Menteri PUPR dan Bupati Malaka mereskikan Bendungan Rotiklot, Belu, 20 Mei 2019
Siapa pun yang membaca buku ini akan merasakan getaran perjalanan, getiran kesulitan yang menghadang, Â debaran perjuangan menerjang ganasnya tantangan hidup di pinggir kali, di bengkel kayu, di hutan Aceh dari seorang tokoh besar bernama Jokowi itu.
Di bagian prolog, Alberthiene Endah piawai membawa pembaca masuk ke dalam buku ini dengan melihat secara garis besar riwayat  Jokowi terjun di panggung politik.Â
Kalau Alberthiene Endah menggunakan kata 'cahaya' secara simbolik sebagai tujuan perjalanan seorang Jokowi, maka saya lebih suka menggunakan kata cahaya untuk menunjuk sosok bernama Jokowi.Â
Jokowi adalah cahaya itu sendiri. Jokowi Sang Cahaya. Dalam rumusan lain, jika Alberthiene Endah memakai cahaya sebagai teminus ad quem, maka saya lebih suka jika cahaya digunakan dalam arti terminus a quo.
Ya, bagi saya Jokowi itu sendiri adalah cahaya. Cahaya yang menerangi republik ini dari beragam kegelapan. Kegelapan-kegelapan itu berupa korupsi yang menggurita berpuluh tahun sebelumnya.Â
Korupsi yang membuat negeri kaya raya ini terpuruk terlilit utang. Kegelapan akibat praktek demokrasi yang lebih mengakarkan kepentingan golongan, suku, agama dan ras dan mengabaikan rasionalitas dan etika.Â
Juga kegelapan akibat watak dan tabiat para pemimpin yang menjadikan kursi kekuasaan semata sebagai singgasana empuk, yang hanya suka menjadikan kekuasaan sebagai alat semata untuk kepentingan diri sendiri.Â
Kegelapan akibat praktek berkuasa banyak pejabat publik yang hanya bisa 'menduduki' jabatan, dan bukan 'mengemban' jabatan.
Tanda-tanda Jokowi bakal menjadi cahaya sudah terbersit sejak hari pertama dia dilantik menjadi Walikota Solo. "Pada hari pertama saya memimpin Solo, saya mengajak jajaran saya keluar dari kantor. Meja kerja kita hanyalah tempat kita kembali. Pekerjaaan kita ada di luar sana. Kita harus melihat langsung apa yang terjadi di tengah masyarakat," kata Jokowi dalam buku itu (halaman 16).
Dari Solo, Jokowi paham benar bahwa energi positif rakyat adalah modal utama kepemimpinannya. Itu sebabnya  dia tidak jauh  dari rakyat. Dia tidak ambil jarak dengan rakyat. Dia tidak takut  berada di tengah rakyatnya.Â