Berbeda dengan ojek yang beroperasi tanpa trayek dan bersifat tunggal (hanya melayani satu penumpang), sehingga kustomisasi bisa lebih mudah dilakukan melalu teknologi informasi. Kelemahan kustomisasi pada angkot dan metromini sering dimanfaatkan oleh “taksi gelap” atau angkutan umum tanpa ijin trayek. Kedua moda transportasi ini sebagian besar penumpangnya orang kantoran.
Untuk menyelamatkan kedua moda angkutan tersebut dibutuhkan para “crackers” menurut istilah Rhenald Kasali, yakni mereka yang mampu mengubah wajah industri, membongkar cara berpikir lama, dan terbuka terhadap gagasan-gagasan baru. Adakah pembaca yang punya ide brilian untuk menyelamatkan angkot dan metromini dari kepunahan? Siapa tahu ada investor yang tertarik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H