Masyumi sendiri adalah federasi dari organisasi-organisasi Islam yang eksis pada rezim Jepang. Dikarenakan universalitas dan multi aliran Islam yang diusung Masyumi, membuatnya menjadi Organisasi Islam terbesar dan plural pada waktu itu. Masyumi kemudian berperan besar dalam pengkaderan HmI pada level mahasiswa dan PII pada level pelajar sebagai perpanjangan tangan dari Masyumi (Majelis Syura Muslimin Indonesia). Akibat potensi besarnya dan utamanya perlawanannya terhadap rezim Soekarno, Masyumi dibubarkan dan tidak dihidupkan kembali meski beberapa rezim telah berganti.Â
Sejak saat itu, HmI menjadi bebas bergerak, independen, dan menentukan sendiri skema organisasinya. Sejak saat itu pula, HmI banyak melahirkan kader- kader harapan bangsa. Sebut saja, Nur Cholis Madjid, Dawam Rahardjo, Yusuf Kalla, Munir, Mahfud MD hingga Anies Baswedan. Mesin pencetak kader harapan bangsa bernama HmI masih terus berproduksi, selama kita tidak mematikan mesinnya. Jika ada segelintir produk yang rusak, jangan buang mesinnya. Perbaiki mesin tersebut. Perbaiki dengan memahami nilai dan mengamalkannya. Harapan itu masih ada pada HmI. Apalagi jika pemimpin organisasinya adalah pemimpin yang membawa harapan, dapat diharapkan, hingga HmI menjadi harapan masyarakat Indonesia sedia kala. Seperti kata Andy dalam Film The Shawshank Redemptions; harapan adalah sesuatu yang baik, dan sesuatu yang baik takkan pernah mati.
Yakin Usaha Sampai!
Di tulis di Pekanbaru, pada suasana Kongres ke 29 HMI, 24 November 2015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI