Jadlah cerdas dan cerdik, jangan sampai licik. Belajarlah dengan mendengar, berbicara, membaca, menulis, melihat, menonton, mengamati, memperhatikan, latihan, mencoba, mempraktikan, memperbaiki, memperbarui, dan lainnya agar tidak bodoh.(Supartono JW.30122022)
Saya pikir, kehadiran Presiden Indonesia, Jokowi menyaksikan langsung di Stadion Gelora Bung Karno SUGBK saat Timnas Indonesia meladeni Thailand di dampingi oleh Ibu Iriana akan membawa perubahan intelegensi dan personality para penggawa garuda, hingga Garuda dapat menang versus Pasukan Gajah Putih, eh Gajah Perang.
Strategi benar dimentahkan tabiat
Sayang, tabiat rendah intelegensi dan personality, akhirnya kembali menghambat Timnas Indonesia menang atas Thailand. Bahkan, di depan Presiden, anak-anak Indonesia yang setiap kali melakukan aksi bodohnya tersorot kamera televisi, ternyata bukannya sadar sudah tampil menjengkelkan, terus melalukan perbuatan bodoh.
Perbuatan bodoh ini, nyaris terjadi sepanjang laga. Identifikasonya, ada pemain yang terus rajin menarik kaos lawan saat kalah bersaing berebut bola. Menjegal lawan yang tidak perlu dilakukan. Bermain egois hingga peluang mencipta gol hilang. Melakukan kesalahan elementer passing, control, akurasi yang tidak tepat. Hingga membuang kesempatan emas mencetak gol saat gawang sudah kosong.
Semua perbuatan bodoh tersebut berulang kali terjadi, seolah tidak menyadari bahwa sebagian identifikasi kebodohan yang dilakukan karena rendah otak dan kepribadian/mental pemain kita memang dimanfaatkan oleh kecerdikan para pemain Thailand.
Ibarat menanam maka memetik, maka demikian juga dengan Timnas Indonesia. Karena tabiat bodoh terus melekat dan dirawat, maka yang dipetik sesuai perbuatan bodohnya hingga kemenangan di depan mata sirna.
Apa yang ditabung, saat tabungan di buka, akan kita peroleh tabungan sesuai wujud dan jumlah yang ditabung. Menanam dan merawat tabiat cerdas dan cerdik, maka Thailand mampu memetik hasil tidak kalah dari Indonesia, bahkan dalam posisi jumlah pemain 10 orang.
Sebaliknya, Indonesia memetik hasil sesuai tabiat kebodohannya, maka kemenangan di depan mata, sirna oleh perbuatan tidak cerdas yang terus dipelihara.
Hasilnya, Timnas Indonesia gagal meraih poin sempurna setelah ditahan 1-1 oleh Thailand di lanjutan fase Grup A Piala AFF pada Kamis kemarin, 29 Desember 2022.
Strategi STy, benar
Saya juga heran dengan netizen/warganet +62. Tidak juga berpikir cerdas, Â malah menyalahkan strategi Shin Tae-yong (STy). Lucu, taktik STy justru dikritik. Bahkan disebut terlalu banyak bereksperimen.
Disebut pula punya kesalahan terbesar saat menarik Rachmat Irianto di menit ke 75 yang berposisi sebagai gelandang bertahan. Sebab, berselang empat menit dari pergantian Rachmat, Timnas Indonesia malah kebobolan gol penyeimbang. Padahal, gol terjadi dari kebodohan Asnawi.
Netizen, melek matalah. Strategi STy jitu. Garuda tidak harus bermain cantik, tetapi mudah kebobolan. Strategi bermain tertutup alias bertahan dan melakukan serangan balik, adalah tepat. Terbukti, saat serangan balik dilakukan, hampir selalu terjadi peluang mencetak gol. Hingga akhirnya gol tercipta. Itu juga dari skema serangan balik yang berbuah pinalti.
Menyoal pemain yang diturunkan siapa, saya pikir STy lebih tahu dan punya alasan kuat. Sehingga secara keseluruhan, soal taktik dan strategi, apa yang harus dipersalahkan.
Lihatlah para pemain yang dipercaya turun. Apakah sudah mengeluarkan kemampuan TIPSnya dengan benar dan baik? Harus obyektif, pemain kita kebanyakan lebih mengedepankan tabiat bodohnya.
Siapa pun pelatih yang menangani Garuda, akan selalu mengalami masalah yang sama. Jangankan mudah meraih juara, untuk menang mudah menghadapi lawan lemah saja susah. Apalagi menang lawan tim cerdas semacam Thailand dan Vietnam yang sampai pakai akal licik.
Ekspetasi sesuai kondisi
Hasil imbang vs Thailand harus disyukuri. Sebab itulah ekspetasi yang sesuai kondisi. Bukan ekspetasi sekadar mimpi, tidak mau melihat fakta dan kenyataan diri. Malah menyalahkan taktik dan strategi pelatih lagi.
Perjuangan Garuda untuk meraih gelar perdana Piala AFF di episode 2022 ini, masih bisa diharapkan. Masih ada lawan Filipina, yang bisa dijadikan kendaraan meraih Juara Grup A. Itu pun bila para pemain yang dipercaya turun menyadari bahwa dari laga-laga yang telah dilewati selalu bermain tidak cerdas otak (Intepegensi) dan kepribadian, mental, emosi, egois dll (Personality).
Tolong, tanggalkan tabiat bodoh itu. Cerdaslah dan tidak perlu licik. Berpikirlah untuk lolos semi final sebagai juara Grup A agar tidak langsung jumpa Vietnam di Semi Final. Raih kemenangan atas Filipina dengan banyak gol hasil kerjasama kolektivitas tim, lenyapkan tradisi membuang peluang mencetak gol. Cetak gol bukan kerja individu dan egois.
Dan paling penting, refleksi dirilah para pemain Timnas. Tanpa refleksi diri, belajat dari kesalahan tabiat bodoh akan terus melekat, susah cerdas dan cerdik. Susah membawa Timnas menang dan raih tropi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H