Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Maaf Bapak Presiden, Kapan Influencer atau Buzzer Provokator Ditindak?

8 Juni 2022   08:03 Diperbarui: 8 Juni 2022   08:40 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pengumpulan pendapat oleh Litbang Kompas dilakukan melalui telepon pada 24-29 Mei 2022. Sebanyak 1.004 responden berusia minimal 17 tahun dari 34 provinsi diwawancarai. Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Metode ini, tingkat kepercayaannya sebesar 95 persen, nirpencuplikan penelitian 3,09 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
Meskipun demikian, kesalahan di luar pencuplikan sampel dimungkinkan terjadi.

Pemerintah, tidak bergeming?

Setelah hasil survei dari Litbang Kompas ini membuktikan bahwa ada 87,8 persen masyarakat yang meminta influencer atau buzzer porvokatif ditindak tegas. Tentu maksud tindak tegas ini sebatas apa? Dan, jangan sampai menunggu ada kejadian sampai digebuki lagi dan masyarakat main hakim sendiri, bagaimana sikap pemerintah?

Maaf, Bapak Presiden Jokowi. Mengapa saya perhatikan, Bapak tetap tak bergeming dalam persoalan influencer atau buzzer porvokatif ini? Saya, dan jelas 87,8 persen rakyat sesuai survei Litbang Kompas, ingin influencer atau buzzer porvokatif itu lenyap dari muka bumi Indonesia.

Di sisi lain, menghadapi Pilpres 2024, berbagai pihak juga berharap tidak ada pembatasan tentang calon presiden dan wakil presiden, sehingga tidak ada lagi representasi dua kubu yang terus berseteru.

Dalam survei pun terbukti ada 85,3 persen responden yang sepakat perlu dilakukan rekonsilisasi antara kedua kubu untuk membangun kembali kerekatan hubungan di antara anak bangsa. Bukan hanya masalah radikalisme, khilafah, dll yang dianggap berbahaya bagi NKRI dan para pelakunya ditangkapi.

Ini influencer atau buzzer porvokatif juga sangat meresahkan. Mereka terus memproduksi bentuk-bentuk permusihan dan perpecahan dengan menggoreng berbagai isu atau narasi yang sejatinya tak harus menjadi sumber masalah atau bahan masalah.

Mereka terus nyanyikan itu dalam bentuk cuitan hingga terus bergulir perang opini, perang komentar negatif, hingga bila diungkapkan dengan bahasa tubuh, masyarakat yang cinta damai dan sudah move on dari kisah Pilpres, inginnya bukan menonjok muka para influencer atau buzzer porvokatif ini dengan kata-kata, tetapi benar-benar ingin menojok mukanya dengan kepalan tinju tangan.

Apa masih terikat kontrak kerja?

Bapak Presiden, setelah survei Litbang Kompas ini, masyarakat menunggu aksi dan tindakan nyata pemerintah dan petugasnya kepada para influencer atau buzzer porvokatif, lho.

Saya tulis ini, setelah hasil survei Litbang Kompas terbit Senin (6/5/2022), tapi hingga detik ini, seolah hasil survei ini sepertinya hanya dianggap sekadar survei-surveian. Padahal, tanpa ada survei pun, pemerintah juga tahu influencer atau buzzer itu provokator polarisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun