Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Setengah Hati, Penghalang Tujuan

6 Juni 2022   20:09 Diperbarui: 6 Juni 2022   20:26 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam menjaga keutuhan wadah, maka dalam setiap materi pelatihan asah otak, kepada siswa juga selalu ditekankan, bila hadir berlatih atau bertanding, tak memberikan hati dan pikiran sepenuhnya untuk tim atau hanya setengah hati, maka siswa diberikan kembali pendampingan dab penguatan agar dapat berperilaku sepenuh hati.

Berat cantumkam, sekolah

Dari materi Asah Otak tersebut, kesan orang tua siswa pun berlanjut. Ternyata, dengan mencantumkan nama sekolah, berarti wajib ada konsekuensi siswa bukan hanya mendapat asupan gizi menyoal teknik dan fisik dalam bermain sepak bola. Tetapi, siswa di usia dini dan usia muda, sebagai pondasi Sumber Daya Manusia (SDM), baik untuk bidang sepak bola dan bidang lainnya, melalui wadah yang mencantumkan nama sekolah di depannya, wajib ditangani dengan benar.

Meski sebagai wadah nonformal, mencantumkan nama sekolah di depan sepak bola, tetap wajib ada garansi, siswa terasah intelegensinya (Otaknya). Dengan otak yang terasah, cerdas, maka siswa akan dapat asupan pikiran, pengetahuan, wawasan, dan lainnya sebagai pondasi bermain sepak bola yang benar atau pun pondasi untuk kehidupan nyata yang berkarakter, serta cikal bakal untuk siswa terus berkembang. Menjadi dirinya sendiri, lalu berguna untuk keluarga, masyarakat, hingga bangsa dan negara.

Personality (kepribadian) siswa pun akan tergaransi mendapat asupan pendidikan sehingga cerdas emosi, mental, attitude, hingga menjadi karakter manusia yang berbudi pekerti luhur, rendah hati, punya simpati-empati, tahu diri, peduli dan lainnya, baik dalam bermain sepak bola mau pun untuk kehidupan nyata.

Betapa beratnya, mencantumkan nama sekolah di depan kata sepak bola, hingga menjadi Sekolah Sepak Bola (SSB) bila apa, siapa, mengapa, kapan, di mana, bagaimana di dalam wadah SSB itu, tak ada, kurang memenuhi syarat kualifikasi dan kompetensi untuk mendidik siswa cerdas intelegensi dan personality.

Menutup kesannya, orang tua pun tak heran bila ternyata Tim Nasional Sepak Bola Indonesia di segala kelompok umur selalu nampak bermasalah di sektor otak dan mental. Ternyata wadah SSB yang terlanjur menjamur dan salah kaprah di Indonesia, terus tak dibenahi.

Dan ternyata, sejak hadirnya Shin Tae-yong (STy) pun semakin membukakan mata kepada publik sepak bola nasional, selain SDM calon pemain Timnas Indonesia, selama ini pendidikan otak dan mentalnya, tidak pernah terasah di sektor akar rumput. STy pun merasakan sendiri bahwa sekalas pemain Timnas Senior yang dipanggil ke Timnas pun, rapor teknik dan fisiknya banyak yang belum lulus.

Meski STy juga bilang bahwa Indonesia memiliki banyak talenta pesepak bola handal. Namun, sehandal apa pun seseorang dalam talenta sepak bola, bila otak, mental, teknik, dan fisiknya tidak dididik dan dilatih dengan benar sejak mereka ada di ranah usia dini dan muda, maka sampai kapan pun Timnas Sepak Bola Indonesia di semua kelompok umur akan tetap bermasalah dalam otak, mental, teknik, dan fisik (TIPS)

Berupaya tak salah

Atas kondisi tersebut, sebab tahu akar masalah mengapa sepak bola nasional terus terpuruk, pun tahu stakeholder terkait hanya hobi menjalankan program sepak bola yang ada uangnya dan ada keuntungan untuk intrik politik dan kepentingan-kepentingan, maka bagi segenap publik sepak bola nasional khususnya pegiat sepak bola akar rumput, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun