Selanjutnya, bila saya tidak tahu seberapa besar batasan kemampuan saya dalam memaksakan diri, tentu yang ada malah berakibat buruk. Apalagi bila saya juga tidak tahu seberapa besar ketahanan fisik dan mental saya.
Lebih dari itu, bila tak cerdas intelegensi, emosi, dan analisis, saat saya melakukan sesuatu yang dipaksakan, tidak akan sukses karena tak diperhitungkan, tak dipertimbangkan dengan matang dan akurat. Yang ada adalah hanya sekadar menuruti ego, gaya-gayaan, atau karena demi kepentingan.
Indikasi melakukan sesuatu karena memaksakan diri juga dapat diidentifikasi dengan memahami, apakah yang saya lakukan, prosesnya ada tahapan? Tahapan itu ada yang secara ilmiah, ada yang secara organisasi, dan lain sebagainya.
Dari indikator-indikator tersebut, bila.yang saya lakukan benar seperti itu adanya, maka benar, saya orang yang memaksakan diri.
Jadi, sekali lagi, hal yang bukan memaksakan diri itu adalah melakukan sesuatu karena alasannya tepat, tujuannya jelas, visi-misi sesuai, langkahnya benar, pertimbangannya matang, mengukur diri, tahu diri, punya empati-simpati, dukungannya sesuai, kemampuannya kompeten, dan rendah hati berpondasi cerdas intelegensi, personality, dan analisis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H