Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dramatisasi dan Janji yang Belum Ditepati

10 Februari 2022   13:46 Diperbarui: 10 Februari 2022   13:48 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Di tengah berbagai persoalan yang mendera rakyat Indonesia, terutama karena perikemanusaiaan dan perikeadilan masih sekadar mimpi dan khayalan, kini rakyat juga dibikin bingung oleh berbagai kasus, yang masalahnya justru digulirkan oleh pemerintah dan parlemen. Di luar masalah peraturan dan kebijakan yang terus dirasakan membebani rakyat, digelontorkan masalah Ibu Kota Negara (IKN) baru di tengah situasi Indonesia sulit.

Kasus Omicron juga terus melambung. Atau dilambungkan? Hingga berbagai pihak menganggap Omicron adalah dramatisasi yang dibikin, lalu dibuat dalih-dalih kebijakan yang dianggap demi menekan salah satu umat agama di Indonesia.

Kini, ada kasus yang juga menekan rakyat yang pemicunya juga pemerintah. Ada kasus Wadas. Ada kasus Mandalika.

Kasus Mandalika

Pada Selasa (8/2/2022) Sirkuit  Mandalika di NTB tiba-tiba terasa mencekam. Lokasinya dikepung warga. Ban sampai dibakar di depan lintasan. Padahal, sesi tes pramusim MotoGP 2022 yang berlangsung di Sirkuit Mandalika tinggal hitungan hari. 

Saya kutip dari Antara pada Selasa, 8 Februari 2022, aksi pertama dilakukan oleh remaja Karang Taruna Indonesia di Kecamatan Pujut, Lombok Tengah. Mereka membakar ban di depan akses menuju lintasan kemudian membuat arus lalu lintas macet untuk sesaat.
Tak hanya itu saja, massa yang marah juga mengepung kantor Indonesia Tourism Development Center (ITDC) yang berada di dekat sirkuit.

Setelah aksi Karang Taruna selesai, demo bergeser ke kantor PT ITDC Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Demo dilakukan oleh ratusan transportasi lokal dan pemuda serta Forum Kepala Desa (FKD) Kecamatan Pujut.

Tuntutan dari kedua aksi yang dilakukan hampir bersamaan ini tak jauh beda. Pasalnya, mereka merasa dibohongi, hingga marah sebab janji-janji manis yang diucapkan Presiden Jokowi, tak terbukti. Menurut salah satu Kepala Desa yang ikut demo, menyebut bahwa  Presiden Jokowi sudah menjanjikan masyarakat lokal akan dilibatkan pada akomodasi dan transportasi MotoGP 2022. Faktanya, tak ada satu pun warga sekitar yang dilibatkan.

Demo yang terjadi hanya hitungan hari, malah bisa saya sebut hitungan jam itu, tentu menjadi cerita negatif untuk semua pembalap dan tim yang sudah hadir di Lombok guna tes pramusim MotoGP 2022.

Tentu mereka jadi tahu, bahwa janji Presiden Indonesia untuk rakyat di lingkungan Sirkuit, tak terbukti.

Kasus Wadas

Di hari yang sama dengan kasus Mandalika, konflik agraria di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo juga terjadi. Pada Selasa juga, (8/2/2022) ratusan aparat kepolisian bersenjata lengkap memasuki Desa Wadas untuk mengawal proses pengukuran lahan pembangunan proyek Bendungan Bener. Bahkan kasusnya sampai beredar video di media sosial yang memperlihatkan tindakan represif yang dilakukan aparat terhadap warga Desa Wadas.

Malah polisi pun menangkapi warga Desa Wadas yang dituding melakukan provokasi dan mengancam pihak pro-pembangunan waduk dengan menggunakan senjata tajam yang langsung dibantah oleh warga Desa Wadas bahwa mereka melakukan provokasi serta ancaman menggunakan senjata tajam. Kisah ini jelas jadi bahan gorengan dan sandiwara baru.

Sejatinya, pembangunan bendungan itu termasuk dalam rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) dan pembangunannya diperkirakan menelan biaya Rp 2,06 triliun. Tetapi sepertinya, karena salah satu material untuk membangun Bendungan Bener adalah batu andesit, yang rencananya akan ditambang dari Desa Wadas, maka ada kekhawatiran merusak alam.

Terlebih, menurut Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo, No. 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Desa Wadas ditetapkan sebagai kawasan perkebunan. Karenanya, adanya
pengerukan batu andesit, masyarakat setempat kemudian mendirikan paguyuban Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa).

Dalam petisi yang dipublikasikan di Change.org, Selasa (8/2/2022), Gempadewa menyebutkan sejumlah kekhawatiran yang menjadi dasar warga menolak tambang batu andesit dengan beberapa butir kekhawatiran. Itulah salah satu sebab yang memicu polisi berbuat represif.

Membuat Bendungan, tentu ada tujuan mulia. Namun bila ada konflik dengan rakyat, maka tentu ada hal yang perlu diselesaikan.

Meski Menkopolhukam Mahfud MD menjelaskan pembangunan Waduk atau Bendungan Bener di Desa Wadas merupakan salah satu proyek strategis nasional pemerintah pusat yang akan digunakan untuk mengairi sekitar 15 ribu hektar sawah, sebagai pengadaan sumber air baku, sumber listrik, dan mengatasi banjir. 

Serta, Proyek Pembangunan Waduk Bener sudah  tercantum dalam Perpres No 109 tahun 2020 Tentang perubahan ke 3 atas Perpres No 3 tahun 2016 tentang percepatan pembangunan proyek strategis nasional yang dasarnya untuk kepentingan rakyat. Khususnya masyarakat Jateng dan sekitarnya, dan ini sudah dimulai sejak tahun 2013, seperti yang dibilang Mahfud saat jumpa pers di kantor Kemenkopolhukam, Rabu (9/2/2022).

Nyatanya, ada penolakan dari rakyat, karena ada hal yang dikhawatirkan. Walau sebagian warga Desa Wadas sudah setuju dengan adanya pembangunan Bendungan Bener di Desa Wadas dan mengizinkan pengukuran lahan serta penambangan batu andesit untuk kepentingan proyek strategis nasional tersebut, pemerintah dengan polisinya, tetap wajib memperhatikan aspirasi dan kekhawatiran rakyat yang tidak setuju.

Lihat, janji Presiden di Mandalika, nyatanya belum terbukti. Apakah janji pemerintah akan terbukti bila Bendungan sudah jadi, dan masyarakat sekitar akan merasakan dampak dan keuntungannya? Atau keuntungan Bendungan hanya sekadar proyek yang membikin cuan untuk pihak lain?

Mengapa rakyat protes, demo, menolak, menuntut? Lihat masalahnya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun