Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kerumunan dan Keteladanan

7 Februari 2022   09:33 Diperbarui: 7 Februari 2022   09:48 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Sudah teruji. Di berbagai negara di dunia ini, saat Presidennya, Kepala Negara (KepNeg)nya, orang nomor satu di negaranya berkunjung ke suatu daerah atau wilayah yang menjadi kekuasaannya, baik untuk kepentingan tugas pekerjaan dan lainnya, maka sudah pasti rakyat jelata akan riuh rendah menyambutnya.

Itu pasti. Terlepas bahwa rakyat jelata itu adalah pengikut atau pendukung atau yang memilih suara hingga Presiden itu duduk di kursinya atau bukan pengikutnya,  bukan pendukungnya, juga bukan pemberi suara yang memilih KepNeg, tapi tetap sportif turut menyambut kedatangan Presiden yang bukan pilihannya.

Memang tersorot kamera media massa atau televisi, rakyat berkerumun, tapi sorotan kamera tentu tak mampu menjangkau suara hati rakyat yang sebenarnya.

Selain itu, sudah menjadi kamus, bahwa ke mana pun KepNeg suatu negara berkunjung ke satu daerah di wilayah kekuasaanya, tentu rakyat akan tetap antusias menyambut dan menghargai sang Presiden. Terlebih, daerah yang dikunjungi belum pernah dikunjungi oleh Presiden sebelumnya, maka bagi rakyat di daerah itu, akan menjadi cerita dan penghargaan sendiri.

Apakah rakyat tahu? Kunjungan Presiden ke daerahnya tujuannya apa? Apalagi bila daerah yang dikunjungi belum pernah di jamah oleh Presiden sebelumnya. Tentu, tujuannya sambil menyelam minum air. Ada kepentingan-kepentingan yang dituju. Bisa jadi ada pesanan dari partai politik yang mengusung si Presiden, karena si partai juga ada pesanan dari yang memberi modal. Si pemberi modal juga ada kepentingan demi kekuasaan bisnisnya. Si partai juga demi kekuasaan berikutnya? Ada soal elektabilitas. Ada mencari citra, pencitraan. Tebar pesona, ada pamer situasi dan kondisi kepada lawan politik, dan lainnya.

Intinya, apa yang dilakukan Presiden, di baliknya tentu ada skenario-skenario dan harapan yang dituju, saat Presiden melakukan kunjungan ke suatu daerah. Selain itu akan ada catatan sejarah. Akan ada kisah heroik. Akan ada kisah kebintangan, keartisan, dan lain sebagainya karena akan diliput oleh media massa, lalu tersiar di seantero negara itu. Bahkan hingga tersiar ke manca negara.

Pandemi corona, jaga prokes, dong?

Fenomena tentang kunjungan Presiden tersebut memang sah-sah saja dan selama ini terjadi tatkala dunia masih normal. Sekarang dunia sedang tak normal. Ada pandemi corona. Maka, kisah Presiden suatu negara berkunjung ke suatu daerah di wilayah kekuasaanya, juga mendadak jarang terdengar.

Tetapi lain manca negara, lain Indonesia, lho? Dalam situasi pandemi corona, di Indonesia, Presidennya justru sudah berulang kali membuat kerumunan rakyat akibat dari kunjungan kerjanya ke suatu daerah.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) berulang kali dikritik terkait kerumunan warga yang kerap terjadi saat kunjungannya ke sejumlah daerah. Padahal KepNeg kerap wanti-wanti soal Disiplin Prokes kepada rakyat.

Tetapi, sikapnya kontradiktif, malah berulang kali membuat kerumunan. Di saat kunjungan pun, di tengah kerumunan, KepNeg selalu bagi-bagi sesuatu kepada warga, hingga warga semakin riuh berkerumun.

Di saat corona terus merajalela, saat rakyat jelata sudah ada yang dipenjara akibat bikin kerumunan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), KepNeg RI, tercatat malah sudah berkali-kali bikin kerumunan massa di daerah NKRI. Dan, kerumunan massa yang dibikin oleh KepNeg, tak satu pun yang lepas dari pengamatan dan pandangan rakyat dan media massa.

Meski sudah berkali-kali dikritik dan diingatkan, Nyatanya Bapak Presiden RI ini terus mengulang membikin kerumunan. Padahal rakyat dalam bekerja, sekolah, dan kuliah juga masih bisa konsisten pakai online, lho.

Terbaru, KepNeg bikin heboh lagi. Pasalnya, ini kali kesekian KepNeg bikin kerumunan. Bahkan kerumunan kali ini juga langsung viral saat KepNeg membagikan kaus, dalam kunjungan ke Pasar Porsea di Kabupaten Toba, Sumut, Rabu (2/2/2022).

Dalam video yang disiarkan di televisi, juga beredar di media sosial, terlihat Presiden yang baru turun dari mobil dikerumuni warga. Di saat warga berkerumun? Presiden malah memberikan sejumlah kaus berwarna hitam kepada para warga. Tak pelak, warga berebutan menerima kaus yang bahkan dilemparkan Presiden.

Tindakan Presiden pun langsung menjadi perhatian berbagai pihak. Tetapi, untuk kesekian kalinya, pihak Istana Negara, selalu punya  alasan dan pembenarannya dari sudut pandang mereka. Untuk kali ini, saya baca di media massa, Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) Heru Budi Hartono yang memberikan pembenaran.

Bahkan saat ada yang menyinggung apakah ada cara lain di momen Presiden membagikan kaus tidak menimbulkan kerumunan, Heru menilai hal itu sulit dilakukan. Bingung, kan? Malah bilang warga sebelumnya sudah diimbau untuk menggunakan masker oleh kepala wilayah. Jadi kerumunan bukan masalah, karena warga pakai masker?

Sebelum ini, Indonesia juga tentu tak lupa
ketika Presiden bikin kerumunan saat membagikan sembako di Grogol, Jakarta Barat, Selasa (10/8/2021).

Lalu, mengulang bikin kerumunan warga saat meninjau proses vaksinasi di Cirebon dan meresmikan Bendungan Kuningan, di Jawa Barat, Selasa (31/8/2021).

Berikutnya, bikin kerumunan saat Presiden berkunjung ke Maumere, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, Selasa (23/2/2021).

Juga ada kerumunan dalam kisah lainnya. Namun, setiap kali Presiden bikin kerumunan. Berbagai pihak membicarakan hingga mengkritik, pihak Istana Negara selalu punya segudang alasan dan pembenaran.

Sewajibnya, agar tak terus mengulang bikin kerumunan, dan pihak Istana harus bikin skenario pembenaran, Bapak Presiden kita, cukup mengingat apa yang selalu diucapkan saat mengingatkan rakyat untuk selalu menjaga prokes kesehatan dan tak membikin kerumunan.

Ingat, sudah berapa banyak rakyat jelata yang dihukum akibat bikin kerumunan di NKRI di tengah pandemi corona? Ada yang masuk jeruji besi, kan? Tapi mengapa ada yang berkali-kali bikin kerumunan, dibiarkan dan selalu ada jawaban pembenaran? Di mana itu keteladanan?

Bacalah, ada berita, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta sudah 170 kali melakukan pembubaran acara yang berpotensi menimbulkan kerumunan sepanjang Januari 2022. Itu, baru acara yang berpotensi menimbulkan kerumunan, lho.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun