Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Membikin Sepak Bola Nasional Bangkit, Singkirkan Biang Keladinya!

3 Desember 2021   08:06 Diperbarui: 3 Desember 2021   08:57 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di jalur formal, anak usia PAUD, wajib di ampu oleh  tenaga pendidik (guru) yang telah di atur dalam permendiknas. Untuk menjadi tenaga pendidik PAUD seseorang harus memiliki kualifikasi akademik minimum diloma empat (D4) atau strata sarjana (S1) dalam bidang pindidikan anak usia dini atau psikologi yang di peroleh dari progam studi yang terakreditas.

Pensidikannya, minimal ditempuh 4 tahun. Guru PAUD juga wajib memiliki syarat kompetensi, yaitu Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Profesional, Kompetensi Pedagogik, serta Kompetensi Sosial.

Apakah pemegang Lisensi D di Indonesia dalam kursus yang ditempuh hanya seminggu dibekali empat kompetensi yang wajib dikuasai pelatih/guru bagi anak usia dini? Juga pemegang Lisensi C, B, hingga A yang juga menjadi pelatih di sepak bola akar rumput?

Ayolah buka mata kita semua. Inilah pangkal benang kusut sepak bola nasional. Pondasinya tak diurus oleh pihak yang berkompten, tapi tak pernah disetop, tak pernah diurus, tak diperhatikan. Dibiarkan menjamur, sampai wadah sepak bola akar rumput bernama Sekolah Sepak Bola (SSB) yang juga tidak pernah lahir acuan bakunya dari PSSI, malah diselewengkan dan dibikin gaya-gayaan oleh para pegiat yang juga tak paham dunia pembinaan, pelatihan, dan pendidikan. Tak puas dengan nama SSB, lalu ada yang sok-sok-an bikin Soccer-Socceran, Akademi-Akademian, Diklat-Diklatan, tanpa tahu harus ada syarat apa untuk bikin wadah itu.

Konyolnya lagi, sudah gaya-gayaan bikin wadah lain dengan nama bukan SSB, berfestival, berturnamen, dan berkompetisi juga bareng dengan sesama SSB. Lucu sekali.

Meski begitu, saya juga mencatat, sudah ada SSB, Akademi, dan Diklat Sepak Bola di negeri ini yang dilahirkan, dibentuk, serta dikelola dengan syarat dan manajemen yang benar.

Usia PSSI jelang 92 tahun, lho

Usia PSSI menjelang 92 tahun (30 April 1930-2022). Seharusnya sudah banyak Karya Tulis, Karya Ilmiah, Skripsi, Tesis, sampai Disertasi dan lainnya, yang berbicara mengapa Timnas sulit berprestasi. Sehingga tak terus terjadi praduga negatif. Bila ada penelitian, maka ada hipotesis (praduga yang dapat dibuktikan kebenarannya) bahwa selama ini apakah benar sepak bola nasional terus bermasalah, timnas tak kunjung berprestasi, naturalisasi pemain menjadi jalan pintas, dan PSSI menjadi biang keladi dari semua benang kusut itu?

Bila sepak bola nasional mau bangkit, pemerintah pun wajib melihat dan sadar (see and aware) atas apa yang seharusnya dilakukan oleh PSSI yang terus menambah sepak bola nasional kusut dari masalah dan prestasi serta terus tertinggal oleh bangsa Asia Tenggara. Bukan malah setuju dan mendukung naturalisasi pemain demi meraih prestasi dengan cara instan dan potong kompas.

Tak pernah minta kritik dan saran=Kerajaan

Bila selama ini, ratusan bahkan ribuan artikel sudah saya tulis, khusus tentang sepak bola nasional, juga oleh para pengamat dan praktisi serta berbagai pihak yang mencintai dan peduli kepada sepak bola nasional, sepertinya bagi yang berada dan tetap duduk manis di PSSI, artikel-artikel itu sekadar bacaan koran, yang setelah lewat tanggal terbit, menjadi usang, lalu teronggok di lapak pedagang sayuran, lapak barang rongsokan, asongan, hingga tukang gorengan. Lebih bermakna untuk menjadi membungkus atau menjadi rupiah demi didaur ulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun