Di zaman ini, di abad ini, masih nampak banyak pemimpin yang merasa sebagai pahlawan (hero) atas kesuksesan negaranya, instansinya hingga lingkungan terkecil, institusinya, organisasinya, kelompoknya, paguyubannya, grupnya, dan lain sebagainya (baca: badan).
Para pemimpin ini, karena asyik masyuk menganggap dirinya sebagai hero, dan tidak pernah memiliki penasihat kompeten dalam setiap langkah kehidupannya, seolah terus di atas angin, memandang bawahan dan orang lain itu bukan siapa-siapa, meski langkahnya baru sejengkal dan keberhasilan yang instan, sudah merasa dan menganggap diri sebagai hero. Bahkan dengan sadar malah menganggap bawahannya dan orang lain cuma sekadar sebagai pecundang dan menasbihkan dirinya sebagai pahlawan kesiangan.
Parahnya lagi, pemimpin macam ini, juga tak pernah cerdas, bahwa sikapnya yang terus meninggikan diri dan merendahkan orang lain akan menjadi bumerang dan merusak citra dan harga dirinya sendiri. Pun menjadi bumerang bagi badan yang dipimpinnya serta seluruh yang ada di dalamnya, karena akan terus berada dalam tekanan yang tiada henti.Â
Efek dan implikasinya akan sangat jauh dan dalam menggerus badan organisasi yang dipimpinnya dan menyeretnya dalam situasi yang sulit, karena bawahan dan orang lain tak berarti, ketika si pemimpin tetap saja merasa diri sebagai pahlawan.
Pahlawan kesiangan
Bila di negeri ini masih nampak ada pemimpin yang bersikap sebagai pahlawan kesiangan, memang tak mengherankan. Pasalnya, pendidikan terus terpuruk, karakter manusia yang berakhlak dan berbudi pekerti luhur juga signifikan semakin menipis.
Padahal, di dunia luar, situasi kini sudah berubah dengan luar biasa. Perubahan yang sedang terjadi di belahan dunia lain dampak atau pengaruhnya, tidak pakai lama, langsung dalam hitungan detik, bila masih menggunakan paradigma lama, pemimpin adalah pahlawan.
Seorang pemimpin yang menempatkan dirinya sebagai seorang pahlawan tidak saja merugikan badan yang dipimpinnya tetapi juga membahayakan bahkan sangat mungkin menghancurkan badan itu.
Di zaman ini, sesuai dengan perkembangan di semua lini kehidupan, berbagai perubahan pun terjadi sangat cepat dan tekanannya pun kencang, sehingga situasi selalu berada dalam kompleksitas yang menuntut tingkat kecepatan daya saing yang tinggi, maka sebuah badan tidak lagi hanya mengandalkan semuanya dari seorang pemimpin.
Sebuah badan harus melibatkan seluruh orang yang ada di dalamnya, bahkan juga wajib didukung oleh semua stakeholdernya. Semua sumber daya manusia (SDM) dalam sebuah badan adalah kunci keberhasilan. Tidak ada keberhasilan sebuah badan karena pemimpin yang sok pahlawan. Pemimpin yang solo karier.
Pemimpin sebagai pahlawan (leader as hero), adalah sangat berbahaya, bagi diri si pemimpin dan pada akhirnya masa depan badan. Sayang hal ini banyak tidak disadari oleh si pemimpin.Â
Tetapi pemimpin malah semakin egois, Â mengokohkan etos, rasa percaya diri yang berlebihan, kalau perlu dia selalu berada di garis terdepan, dan bila memungkinkan akan terus tampil sebagai seorang kharismatik, karena ambisi pribadi.
Akibatnya, banyak contoh, sebuah badan gagal, gulung tikar, mati suri, bangkrut, mati, tutup karena pemimpinnya tak lagi berdaya. Sebab, selama memimpin yang ada hanya menonjolkan diri sendiri, mencari nama sendiri, tak ada regenerasi, tak ada delegasi, tak ada pemberian kesempatan kepada SDM di dalamnya untuk berkembang, maju, bahkan untuk belajar mandiri.
Pemimpin yang menonjolkan diri sebagai pahlawan, di negeri ini juga diteladani oleh para pemimpin partai politik yang hidupnya hanya berkutat dengan memperpanjang dinasti politik, oligarki, dan ambisi tahta, kekuasaan, dan harta.
Karena itu, kini di negeri ini bertebaran pemimpin yang merasa sebagai pahlawan.Â
Hanya dirinya yang selalu muncul dalam pemberitaan media massa, media sosial, sampai nampak narsis memajang foto sendiri, memuji diri sendiri, dan membanggakan diri sendiri, dikira keberhasilannya itu sulapan dan tanpa dukungan orang lain. Bahkan sering merendahkan orang lain seolah dirinya yang paling hebat dan paling sudah berbuat untuk badan atau negeri ini.
Kasihan sebenarnya melihat sosok macam begitu. Selalu berupaya meninggikan diri sendiri, tanpa sadar bahwa sejatinya, itu mempermalukan dirinya sendiri. Ke mana para penasihat pemimpin yang sok pahlawan itu? Atau memang tak punya penasihat dan tak ada cermin?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H