Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menyoal Tutup Telinga, Iuran BPJS Kesehatan akan Dibikin Iuran Standar, Lho!

17 September 2021   08:34 Diperbarui: 17 September 2021   13:59 795
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Supartono jW


Gara-gara ulah seseorang yang ditimpali oleh seorang lagi di media sosial, warganet pun ngamuk. Pasalnya, ulah dua orang tersebut bak membangkitkan macan tidur. Bagaimana tidak, ulahnya tersebut benar-benar mempermalukan dirinya sendiri, sekaligus menunjukkan pula spidometer kecerdasan intelektual dan sosialnya serta keimanannya karena mengusik hal yang berbau SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan).

Herannya, dua orang itu seperti tak punya pekerjaan dan kesibukan, sampai-sampai harus mengusik hal berbau SARA, meski yang diusik bahkan tak ada urusan dengan dua orang tersebut.

Akibat ulah dua orang ini, persoalan usikan masalah santri tutup kuping (telinga) justru terus bergulir hingga sampai ada pengamat politik kembali menyita perhatian publik setelah muncul video dirinya menirukan aksi tutup telinga.

Karenanya pengamat politik mengambil momentum untuk menyindir orang-orang yang telah menghujat pihak yang menutup telinga dengan ikutan melakukan aksi tutup telinga, tetapi dengan background suara pidato pemimpin bangsa ini yang sedang menjelaskan soal jumlah uang para pengusaha Indonesia di luar negeri yang ia kantongi sebanyak Rp11 ribu triliun lebih.

Aksi ini pun mengundang perhatian publik hingga ' Gerakan Tutup Kuping ' menjadi trending topik. Bahkan sejumlah orang juga melakukan parodi yang sama, yaitu dengan membuat gerakan menutup telinga sambil memutar suara pidato pemimpin negeri.

Siapa gemar, tutup mata hati telinga

Bila ada orang yang kurang pekerjaan hingga sampai mengusik anak-anak tutup kuping agar tetap konsentrasi pada tujuan yang ingin dicapai di jalan yang baik sesuai keyakinan dan agamanya, mengapa orang yang kurang pekerjaan atau hidupnya bergantung dari medsos dan menjadi sok tahu, tidak pernah mengusik pemimpin negeri ini yang bahkan bukan hanya tutup telinga ketika rakyat berteriak tak setuju dan keberatan  atas kebijakan yang tak amanah dan hanya membela kepentingan pihak yang telah memodali mereka hingga duduk di singgasana kekuasaan. Mereka malah sampai tutup mata dan hati.

Bahkan bukan hanya tutup telinga, mata, dan hati, untuk membungkam rakyat yang tak setuju sampai demonstrasi, mereka juga mengerahkan pasukan yang tak lain juga isinya rakyat juga, hanya berbeda kostum untuk membungkam suara rakyat.

Sampai-sampai saat itu, saya menulis quote: Meski tak berhati nurani, batu yang keras bisa pecah." (Supartono JW.20102020).

Manusia bukan batu, sebab memiliki hati nurani. Akan kah manusia yang keras hati dan hanya mementingkan diri dan kelompoknya akan kalah oleh batu dan tak pecah?

Rakyat tentu tak pernah akan lupa  bagaimana mereka menutup mata, hati, dan telinga dari kasus penolakan UU KPK, kenaikan iuran BPJS yang tetap dinaikkan meski sudah dikalahkan di MK, persoalan Covid-19, persoalan pindah Ibu Kota, dan persoalan-persoalan UU dan kebijakan lain terutama di periode kedua kepemimpinan rezim ini.

Sekarang mereka juga sedang proses mengulik agar Iuran BPJS Kesehatan yang tak beda dengan upeti di zaman kerajaan, karena hukumnya wajib, akan mengubah menjadi kelas standar. Kelas yang sekarang masih berlaku ada kelas I, Ii, dan III.

Artinya, bila kelas standar diberlakukan, siapa yang akan diuntungkan dan siapa yang terus dibikin menderita? Di mana letak mata dan hati mereka? Kelas standar otomatis harga iuran kelas I turun, iuran kelas III naik, menjadi kisaran kelas II yang sekarang. Melihatkah mereka kepada rakyat jelata? Untuk makan sehari-hari saja susah  iuran kelas III akan naik dengan akal-akalan kelas standar.

Inilah yang pantas disebut tutup mata, hati, dan telinga. Tapi para pemujanya diam-diam saja. Mengapa yang tutup telinga dan mata hati dan diteriaki rakyat malah tak dinyinyiri? Apa karena mereka influenser dan buzzer yang dibayar oleh pihak yang tak  amanah, tapi digaji dari uang memeras rakyat juga.

Ayo, nyinyiri dong si penggemar tutup telinga dan mata hati, hanya membela kepentingan junjungannya, bukan amanah kepada rakyat. Tapi, butuh suara rakyat untuk duduk di singgasana kekuasaan. Lalu, pura-pura lupa, bagi-bagi kue kekuasaan, bagi-bagi dinasti politik, dan dengan ongkos juga dari uang rakyat.

Ingat, sampai sekarang mereka masih tutup mata hati dan telinga karena yang digugat rakyat tak ada satupun yang digubris, lho. Hanya, mereka tak memperlihatkan adegan tutup mata hati dan telinga secara kasat mata, tapi sesuai cara dewa-dewa, tak terlihat oleh mata. Bagaimana dengan yang tutup telinga saat jelang di vaksin? Tentu tutup kupingnya sudah selesai kan? Karena mereka tetap membuka mata dan hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun