Bagi yang belum tahu tentang fungsi warna di badan pesawat, melalui artikel ini, mungkin dapat membantu memahami mengapa pesawat terbang, terutama yang digunakan untuk kepentingan komersil, hampir semuanya berwarna dasar yang didominasi warna putih.Â
Mengapa demikian?
Faktanya, setiap di bandara mana pun di seluruh dunia, semua pesawat warna dasarnya putih Lalu, masing-masing maskapai penerbangan memiliki corak khas sendiri-sendiri, untuk warna ciri khasnya.
Saya kutip dari Insider, seorang pakar Aeronautics dan Astronautics, profesor R. John Hansman membeberkan alasan khusus kenapa pesawat dicat warna putih. Selain itu, untuk mewarnai satu badan pesawat diperlukan 65 galon cat warna putih.
Apa yang dikemukakan oleh John Hansman ini, ternyata telah dilansir oleh beberapa media di Indonesia, ada yang melansir Januari, Februari, Maret, hingga November 2018.Â
Ada yang melansir pada  Mei 2019. Ada yang Mei 2020 hingga ada pula yang mengutip Januari 2021. Kata kuncinya mudah, tinggal ketik saja John Hansman.
Kira-kira apa alasan mengapa pesawat harus berwarna dasar putih? Ternyata alasannya adalah:
Cat warna putih pada badan pesawat berfungsi seperti tabir surya, yaitu untuk memantulkan kembali sinar matahari dan meminimalkan potensi kerusakan cat akibat radiasi matahari. Seperti misalnya warna hitam menyerap panas, maka warna putih akan memantulkannya.
Selain itu, warna putih juga berfungsi untuk melindungi bahan plastik atau komposit. Bagian badan pesawat yang terbuat dari bahan plastik atau komposit, misalnya karbon, kaca fiber, dan sebagainya, harus dicat dengan warna terang dan sebisa mungkin transparan.
Untuk menyeragamkan warnanya, maskapai penerbangan rata-rata memilih warna cerah seperti putih dan abu-abu terang sekaligus untuk alasan penghematan biaya perawatan menjadi dasar utama.
Sebenarnya tidak ada warna yang dihindari untuk memberi warna pada pesawat. Juga tidak ada pantangan warna tertentu saat memilih cat untuk pesawat terbang. Namun, beberapa warna cenderung mudah pudar dan kusam jika lama terkena sinar matahari dan air hujan.
Menariknya, John Hansman menggarisbawahi bila cat dengan warna-warna terang seperti merah akan lebih terlihat saat teroksidasi. Akibatnya, warna merah dalam waktu sebentar berubah menjadi merah muda seperti luntur dan tidak menarik lagi.Â
Buntutnya lagi, biaya perawatan dan pengecatan ulang pesawat menjadi lebih mahal. Pasalnya, puluhan galon dibutuhkan untuk mengecat satu badan pesawat, jika pesawat perlu perawatan lebih sering, tentu biayanya juga lebih besar.
Polemik cat pesawat Presiden
Apa yang diungkapkan oleh John Hansman  dan dikutip oleh media massa di Indonesia bahkan sejak tahun 2018, namun kini tiba-tiba saja Indonesia dihebohkan oleh pengecatan pesawat Presiden di tengah rakyat sedang menderita karena pandemi corona.
Saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan PPKM Level 4 diperpanjang lagi hingga 9 Agustus 2021 saja, respon masyarakat banyak yang antipati. Antipatinya bukan karena virus corona yang memang faktanya masih merajalela, tetapi antipati karena kebijakan yang dianggap plin-plan.
Dari judul PPKM saja sudah ada label PPKM Mikro, lalu PPKM Darurat, lalu PPKM Level 4 dan terus dibikin berjilid-jilid, meski yang ada dasar hukumnya adalah PSBB.Â
Maka, kebijakan apa pun, kini masyarakat nampak malas menanggapi. Mau bilang apa? Sebab yang sedang diberikan amanah memimpin malah lebih nampak berkuasa dan penguasa.
Lalu tradisi para elit partai dan pejabat juga sangat senang dengan politik kepentingan. Sampai-sampai keberhasilan Greysia-Apriyani meraih emas Olimpiade Tokyo 2020 pun dimanfaatkan untuk kampanye politik dan promosi jabatan dan usaha. Memberi ucapan selamat tapi pamrih dan menjadikan Geysia dan Ariyani bintang iklan gratisan.
Kini, sebagai rakyat biasa, sungguh sedih ketika ada Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden yang mempertanyakan kritik dari pengamat dan berbagai pihak di negeri ini soal pengecatan pesawat kepresidenan yang menelan anggaran Rp2 miliar.
Dengan gagahnya, tenaga ahli ini merasa tak ada masalah karena tidak mengganggu anggaran penanganan Covid-19. Bahkan bilang bahwa uang Rp2 miliar digunakan untuk cat dan perawatan pesawat 7 tahun sekali. Dan bilang:
Kalau mau lihat biaya perawatan, cat, kemudian pemeriksaan 7 tahun dilakukan, Rp1 miliar-Rp2 miliar untuk pesawat presiden di mana masalahnya? seperti dikutip dalam program CNN Indonesia Newsroom, Selasa (4/8).
Kok bisa ya? Kerja jadi staf ahli, tapi tidak ada empati?Â
Bagaimana kondisi rakyat Indonesia saat ini? Momentumnya juga sangat tidak pas. Meski biaya pengecatan pesawat kepresidenan tidak diambil dari anggaran penanganan Covid-19 karena Kementerian Sekretariat Negara telah mengalokasikan ratusan miliar rupiah untuk penanganan Covid-19. Â
Maka staf ahli ini pun ngeyel bahwa mau Rp1 miliar, Rp2 miliar, untuk perawatan penerbangan VVIP presiden tidak masalah, tidak mengganggu anggaran covid karena refocusing anggaran sudah dilakukan 2-3 kali. Luar biasa. Di mana, ya? Mata hatinya?
Sepertinya dia juga belum tahu fungsi warna badan pesawat yang diungkap John Hansman, ya?Â
Lucunya, ada pihak mengaku bingung perihal pengecatan pesawat kepresidenan dipersoalkan sejumlah pihak dan  menegaskan tak ada niat politis dari Presiden Joko Widodo dalam mengecat pesawat kepresidenan.
Parahnya lagi, ada yang bicara bahwa tidak ada seseorang yang memiliki hak paten terhadap warna pesawat Presiden. Lalu bilang, memang warna biru punya partai ini, partai itu?Â
Hijau punya partai ini? Kok soal warna pesawat presiden dibawa ke masalah politik? Sepertinya pihak ini juga belum tahu, ya? Soal fungsi warna pesawat?
Sudah begitu, hal yang sangat sensitif adalah bukan karena kebetulan menjelang HUT RI ke-76 dan Bendera RI berwarna Merah Putih, tetapi warna baru pesawat Presiden dengan warna Merah juga jadi ada tendensi karena Presiden memang dari partai dengan simbol dominan berwarna merah.
Jadi, hemat saya, seperti kata John Hansman yang menggarisbawahi bila cat dengan warna-warna terang seperti merah akan lebih terlihat saat teroksidasi. Akibatnya, warna merah dalam waktu sebentar berubah menjadi merah muda seperti luntur dan tidak menarik lagi.Â
Buntutnya lagi, biaya perawatan dan pengecatan ulang pesawat menjadi lebih mahal.Â
Pasalnya, puluhan galon dibutuhkan untuk mengecat satu badan pesawat, jika pesawat perlu perawatan lebih sering, tentu biayanya juga lebih besar. Tentu, pengecatan pesawat Presiden dengan warna merah telah mengabaikan apa yang disampaikan oleh pakar Aeronautics dan Astronautics.
Sudah begitu, bila staf ahli Presiden yang asal bicara dan bertanya masalahnya di mana? Sebagai rakyat biasa, saya kasih jawabnya dua saja:
1. Tidak paham fungsi warna pesawat
2. Tidak peka dan tidak ada rasa empati karena momentum ngecat pesawat yang biayanya mahal menciderai perasaan rakyat yang sedang menderita dan terpuruk.
Bagi saya tak ada kaitannya sama politik dan momentum HUT RI ke-76, sebab nanti kalau corona mereda atau HUT RI ke-77 pesawat baru dicat. Coba bikin kisah seperti Geysia-Apriyani saja, rebut emas untuk harumkan nama Indonesia, semua rakyat bahagia karena bermaslahat.Â
Untuk apa ngecat pesawat dikaitkan dengan HUT RI, dan mungkin memang ada kepentingan terselubung, ada tendensi, ada arogansi, hanya jadi mudarat. Arwah para pahlawan yang sudah gugur pun tentu tak simpati, lho.
Jadi, rasanya memang ada pihak yang wajib belajar lagi untuk memahami fungsi warna pesawat dan warna perasaan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H