Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Saya Cerdas dan Bermanfaat?

29 Juli 2021   20:03 Diperbarui: 29 Juli 2021   20:39 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Apakah saya cerdas? Cerdas intelegensi (otak) juga cerdas personaliti (emosi). Bila saya belum cerdas, bagaimana caranya agar saya bisa cerdas otak dan emosi? 

Bila saya sudah cerdas, apakah sikap dan perilaku saya selama ini sudah sesuai dengan kecerdasan otak dan emosi yang berguna bagi kemaslahatan umat, yaitu membawa dampak kegunaan; kebaikan, manfaat, kepentingan yang amanah? 

Atau kecerdasan otak dan emosi saya justru saya pakai untuk kemudaratan, tidak menguntungkan, membuat kerugian, memperkeruh suasana, mengadu domba, memecah belah bangsa, mencari keuntungan diri, hingga bukan untuk amanah?

Apakah saya cerdas?

Untuk mengetahui apakah saya cerdas, perlu dipahami dulu apakah kecerdasan itu. Kecerdasan atau Intelligent Quotients (IQ) adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menalar, memecahkan masalah, belajar, memahami gagasan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang menggunakan logika.

Meski tidak semuanya benar, dari berbagai pendapat yang menyebutkan bahwa IQ adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir dan akan terbawa hingga dewasa. Namun, walau pun IQ bawaan sejak lahir, tetapi tingkat IQ seseorang dapat meningkat. 

Secara alami, seiring bertambahnya usia, kematangan fungsi otak dan organ-organ lain dalam tubuh mengalami perkembangan. Ditambah lagi paparan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan ataupun pendidikan, otomatis dapat membuat IQ mengalami peningkatan.

Untuk mengetahui kecerdasan seseorang yang selama ini lazim digunakan adalah Tes IQ, yaitu tes yang menilai kemampuan yang spesifik seperti penalaran, daya ingat dan penyelesaian masalah.

Tetapi tes IQ juga telah terbukti tidak mampu menangkap gambaran besar dari kapabilitas kecerdasan seseorang secara menyeluruh. Pasalnya, tes IQ tidak bisa menilai sifat penting lainnya seperti kreativitas dan perkembangan emosional.

Karenanya, banyak ahli meyakini satu jenis tes saja tidak bisa menggambarkan kecerdasan dengan jelas. Sebab ada banyak tipe kecerdasan yang harus diperhatikan. 

Menurut psikolog dan profesor Howard Gardner yang dapat dikutip di beberapa media massa, menyebut sedikitnya ada sembilan ciri-ciri orang cerdas di luar dari tes IQ.

Kesembilan ciri-ciri orang cerdas itu adalah (1) punya empati, (2) senang menyendiri, (3) ingin selalu mencari tahu, (4) suka observasi dan ingat setiap detail, (5) memiliki memori tubuh yang bagus, (6) mampu beradaptasi di segala situasi, (7) bisa menjadi penengah, (8) mengkhawatirkan banyak hal, dan (9) pandai mengatur emosi.

Apakah sejak lahir hingga sepanjang saya hidup di dunia, kesembilan ciri-ciri itu ada pada diri saya?

Apakah saya punya empati? Mampu merasakan atau memahami hal-hal dari perspektif orang lain. Sebab, dengan punya empati, ini merupakan kunci dari kecerdasan emosional, di mana seseorang dapat mengenali berbagai emosi dan mengekspresikannya dengan cara yang sehat dan produktif.  

Bila memiliki empati, maka sama dengan memiliki tingkat kecerdasan emosional tinggi, sehingga akan sangat peduli dengan apa yang orang lain pikirkan dan rasakan. Artinya akan tahu ketika teman, keluarga atau bahkan orang lain dan asing sedang kesusahan atau terlibat masalah. Adakah selama ini empati melekat dalam diri saya? Bila ada, empati saya untuk siapa?

Mendeteksi apakah saya cerdas, juga bisa dilihat dari sikap keseharian, apakah saya senang menyendiri? Orang cerdas umumnya membutuhkan waktu lebih banyak untuk relaks dan menikmati waktu untuk diri sendiri (me time).

Berdasarkan studi yang dilakukan British Psychological Society pada 2016, orang dengan tingkat kecerdasan tinggi merasa kurang puas dengan hidupnya ketika waktunya lebih banyak dihabiskan dengan banyak orang daripada sendiri atau bersama beberapa individu saja.

Semakin banyak waktu bersosialisasi, waktu yang dimiliki untuk introspeksi dan melakukan hal-hal favorit pun berkurang. Maka dari itu lingkar pertemanan orang-orang cerdas umumnya kecil dan hanya berisi mereka yang secara emosional punya keterikatan erat.

Berikutnya, apakah saya termasuk orang yang ingin selalu mencari tahu? Sebab, orang cerdas tidak pernah puas dengan satu atau penjelasan sederhana tentang suatu hal karena dia selalu haus pengetahuan.

Ketika ada sesuatu yang menggelitik keingintahuannya, dia akan menggalinya dari berbagai sumber.
Oleh karena itu salah satu ciri orang cerdas adalah hobi membaca. Dia juga menikmati karya seni, mempelajari bahasa dan budaya dari berbagai negara.

Orang cerdas juga sangat suka melakukan observasi dan akan ingat setiap detail sekecil apa pun. Dan, akan memperhatikan hal-hal yang ada disekitarnya, hingga muncul ide, imajinasi, kreativitas, hingga inovasi. Selain itu, kemampuan mengingat seseorang dari hasil dengar atau baca sesuai Ilmu psikologi disebut sebagai kecerdasan verbal-linguistik.

Untuk tahu apakah saya cerdas, juga dapat diperhatikan dari sudut fisik karena memiliki memori tubuh yang bagus. Misalnya saja seseorang bisa langsung ingat jalan menuju sebuah restoran atau toko hanya dengan satu kali kunjungan. 

Bahkan setelah beberapa tahun, dia masih ingat arah jalan menuju ke sana.

Bisa juga ditunjukkan dengan kemampuan menghafal gerakan tarian begitu sekali saja didemonstrasikan oleh instruktur. Psikolog menyebutnya sebagai kecerdasan tubuh-kinestetik. Artinya orang tersebut punya koordinasi dan ketangkasan yang bagus. Biasanya orang-orang seperti ini jago olahraga dan aktivitas fisik lainnya.

Selanjutnya, apakah saya mampu beradaptasi di segala situasi? Hal ini adalah ciri penting dalam kecerdasan, karena kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap situasi baru atau perubahan.

Orang yang mampu beradaptasi di segala situasi, waktu, dan tempat cenderung tahan banting, serta mudah bangkit kembali setelah alami kegagalan dan akan mampu menjalani hidup setelah melalui masalah atau menghadapi tantangan dan menjadi lebih kuat.

Hal yang juga sangat mudah diidentifikasi, apakah saya termasuk orang yang cerdas adalah, apakah selama ini saya sering jadi penengah? Mampu menyelesaikan konflik orang lain dengan bijak, adil?

Bila selama ini saya memiliki sikap dan kemampuan menjadi penengah yang secara otomatis memiliki kemampuan interpersonal dalam mencari resolusi dari sebuah masalah, perdebatan, atau pertengkaran. Mampu membaca bahasa tubuh di antara pihak yang berkonflik, menjadi pendengar yang baik untuk kemudian dengan jernih memberikan perspektif lain dari masalah yang menyebabkan konflik, mencarikan solusi untuk menyelesaikan masalah, maka dipastikan orang itu cerdas. Apa saya seperti itu?

Apakah selama ini saya juga mengkhawatirkan banyak hal? Sebab, sesuai penelitian dari Department of Psychology di Lakehead University, Kanada, menyebut adanya keterkaitan antara kecerdasan verbal dengan kecenderungan selalu khawatir dan merenung yang mengindikasikan bahwa seseorang secara tidak sadar sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai kemungkinan, termasuk yang tidak menyenangkan sekalipun. Apakah saya selama ini punya sifat dan sikap itu?

Terakhir, untuk tahu saya cerdas atau tidak, maka bisa diricek. Apakah selama ini saya pandai mengatur emosi? Dalam situasi sedih, kecewa, sakit, marah, kesal atau jengkel dan sejenisnya, apakah selama ini saya destruktif dan meledak-ledak, menyalahkan orang lain atau justru bersikap diam dan tenang? Mana yang selama ini sering terjadi pada diri saya?

Orang yang cerdas akan mampu mengendalikan dan mengekspresikan emosinya secara tenang. Saat ada suatu hal yang menyakitkan atau membuat marah, dia tidak langsung menumpahkan ekspresinya keluar. Namun, lebih memilih mencernanya terlebih dahulu, memahami duduk masalahny, kemudian membuat keputusan dan sikap, dan  mengekspresikan nya dengan cara yang aman dan sehat.

Jadi, faktor kecerdasan seseorang meliputi faktor yang lebih luas dan tidak sekadar angka rendah-tinggi dari tes IQ. Bila tes IQ saya rendah, tetapi dalam diri saya selama ini sudah tertancap sembilan ciri-ciri orang cerdas, maka berarti saya cerdas.

Sembilan ciri=pedagog=cerdas otak, cerdas emosi

Dari sembilan ciri kecerdasan seseorang di luar tes IQ, sejatinya kesembilan ciri itu sama dengan kompetensi pedagogi seseorang yang ranahnya terdiri dari kognitif, afektif, dan psikomotor.

Bila diklasifikasi, maka ciri kecerdasan tersebut yang masuk ranah kognitif adalah (3) ingin selalu mencari tahu, (4) suka observasi dan ingat setiap detail, (5) memiliki memori tubuh yang bagus, (6) mampu beradaptasi di segala situasi, (7) bisa menjadi penengah, (8) mengkhawatirkan banyak hal.

Ranah afektifnya adalah  (1) punya empati, (2) senang menyendiri, (6) mampu beradaptasi di segala situasi, (7) bisa menjadi penengah, (8) mengkhawatirkan banyak hal, dan (9) pandai mengatur emosi.

Sementara ranah psikomotornya adalah (5) memiliki memori tubuh yang bagus, (6) mampu beradaptasi di segala situasi, dan (7) bisa menjadi penengah.

Secara akumulatif, sejatinya kesembilan ciri tersebut secara kolaboratif adalah kesatuan dari ranah pedagog kecerdasan seseorang. Sehingga, satu sama lain memang saling mendukung dan memperkuat sehingga membentuk diri seseorang menjadi cerdas otak dan cerdas emosi.

Kira-kira, apakah saya termasuk dalam ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan itu? Apakah saya pedagog? Apakah saya cerdas otak dan cerdas emosi?

Terutama diri saya sendirilah yang bisa merasakan, meski secara obyektif, orang lainlah yang mampu menilai sikap dan sifat saya selama ini. Terpenting, bila ternyata, selama ini, sembilan ciri kecerdasan itu masih ada yang belum melekat pada diri saya, maka saya akan berusaha memiliki ciri itu. Bila ada ciri yang saya miliki namun belum sesuai harapan, maka saya akan terus belajar dan memperbaiki dan meningkatkan serta mengembangkan. Aamiin.

Bila nanti saya sudah memiliki dan menguasai  sembilian ciri orang yang memiliki kecerdasan, orang yang pedagog, orang yang cerdas otak dan cerdas emosi, semoga, saya akan selalu terhindar dan dihindarkan dari perbuatan yang mudarat, tidak menguntungkan, membuat kerugian, memperkeruh suasana, mengadu domba, memecah belah bangsa, mencari keuntungan diri, hingga hal-hal yang bukan untuk amanah.  

Tetapi menggunakan kecerdasan saya untuk kemaslahatan umat, yaitu membawa dampak kegunaan; kebaikan, manfaat, kepentingan yang amanah. Aamiin.

Dalam situasi dan kondisi negeri yang sekarang ini dan di tengah pandemi corona yang terus panjang, demokrasi tak berjalan sesuai harapan, pendidikan terpuruk, kesejahteraan dan ketidakadilan kurang memihak rakyat, para pemimpin di pemerintahan dan parlemen masih belum dapat menjadi suri teladan, saya akan terus belajar, memperbaiki, dan kecerdasan saya, minimal untuk diri saya sendiri dan berimbas ada manfaat untuk orang lain. Bukan ikut andil berebut kue kepentingan dan aji mumpung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun