Banyak yang menggunakan kecerdasan intelegensi dan analisisnya, demi membodohi dan memperdaya orang lain. Tapi tak sedikit, yang hanya mementingkan diri sendiri, tak tahu diri, tak empati, tak simpati, tak peduli, tak besar hati dan tak-tak lainnya, karena memang dasarnya Iseakinya di bawah rata-rata atau tak berkembang secara simultan.
Contoh praktik Iseaki
Menyoal orang yang memiliki Iseaki dengan nilai rapor di atas rata-rata, sudah saya ungkap bahwa cara membalas budi mereka kepada orang lain yang telah menolong, membantu, dan sebagainya, langsung ditunjukkan dengan sikap pandai bersyukur dan pandai berterima kasih, dalam bentuk perbuatan yang langsung dirasakan oleh orang yang telah membantu dan menolongnya, karena tertanam jiwa pengertian.
Namun, orang-orang yang tak Iseaki, meski sudah ditolong, dibantu, dikasih kesempatan, dikasih prioritas, dikasih fasilitas, tetap saja  tak tahu diri, tak mengukur diri, tak ada rasa malu, berbuat tak simpatik, tetap tinggi hati, dan tak pandai bersyukur, pun tak tahu caranya berterima kasih.
Malah, sikap tak pandai bersyukur dan tak tahu berterima kasihnya justru dibumbui oleh sikap.yang seolah ingin berterima kasih, tetapi dilakukan dengan cara yang tidak etis dan di waktu dan tempat yang tidak tepat pula, karena di dalam jiwanya memang tidak ikhlas. Sekadae untuk pansos dan lain sebagainya.
Bagaimana dengan orang-orang yang tak Iseaki lainnya? Coba kita analisis kasus balas budi di pemerintahan kita yang bagi-bagi kursi jabatan gratis untuk para relawan yang telah mendukung Presiden? Ternyata, balas budi yang dianggap tak etis, tak tepat tempat dan waktunya, nampaknya hanya demi kepentingan-kepentingan dan politis.Â
Haruskah rakyat meneladani sikap pemerintahan sekarang, yang melancarkan serangkaian tindakan balas budi kepada para pendukung dan relawan  dengan bagi-bagi kursi jabatan serta gaji dari uang rakyat?
Mengapa mereka juga tidak balas budi juga kepada rakyat yang justru menyumbang suara demi mereka terpilih duduk di singgasana kepemimpinan? Mana yang lebih pantas dikasih balas budi? Si relawan atau rakyat?Â
Dalam kasus balas budi di pemerintahan, sebab yang menentukan mereka yang kini sedang diberikan kepercayaan menguasa, maka rakyat pun tak dapat berbuat apa-apa, meski kursi mereka dibeli dan dibayar lunas oleh suara rakyat atau mungkin hasil dari perjanjian dan kontrak dengan yang telah memberikan modal?
Jangan jadi parasit
Dari kisah balas budi itu, bila sejak awal tujuannya bukan untuk amanah kepada rakyat, tapi demi kepentingan kelompok mereka sendiri, apakah tindakan bagi-bagi kursi jabatan gratis itu masih bisa  tergolong sikap balas budi yang benar?