Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Hanya Khawatir Learning Lost, tapi Sikapi Wabah Plonga-Plongo dan Penyakit Kedunguan pada Peserta Didik!

3 Juni 2021   21:28 Diperbarui: 3 Juni 2021   21:42 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali bertemu anak-anak, saya semakin ngeri, karena bertambah hari, bukan hanya masalah learning lost dan plonga-plongo yang terjadi pada anak-anak kita, meski dalam setiap detiknya mereka tak lepas dari gawai, namun hanya memanfaatkan gawai pada hal yang tak menambah daya perkembangan Iseaki mereka.

Setiap kali saya menugasi mereka, saat tatap muka, tak pernah saya tak kecewa. Sebab, apa yang saya tanyakan hampir tak pernah dapat mereka jawab. Padahal, materi dan bahan pertanyaan sudah dikirim di setiap gawai mereka. Sampai saya bilang, maaf kira-kira bolehkah saya bedah kepala kalian, lalu di dalam kepala isinya ada apa? Kalian ini sekolah di mana sih? Di rumah orang tua kalian bagaimana? Saya sangat-sangat sedih!

Di sisi lain, fenomena ini ternyata seragam terjadi di negeri ini. Semakin ke sini malah semakin ngeri, sebab hal yang kini semakin nampak gejalanya adalah dari plango-plongo itu, akan ada serangan yang lebih dahsyat. Anak-anak generasi usia dini dan usia muda kita akan semakin tumpul otaknya, tidak cerdas, bebal, dan tambah bodoh.

Mirisnya lagi, ternyata bila ada orang yang tumpul otaknya, tidak cerdas, bebal, dan tambah bodoh, itu sama dengan istilah kata sesuai KBBI, yaitu dungu.

Guru, orang tua, ujung tombak!

Bagaimana ini? Anak-anak kita semakin banyak plonga-plongo dan sangat rentan diserang penyakit dungu? Apa hal ini yang memang diharapkan oleh para pihak yang berkepentingan di Indonesia? Sengaja membikin rakyat tetap plonga-plongo dan dungu dan terus melekat dalam diri mereka kebodohan dan kebebalan?

Itulah fakta menganga yang kini ada di depan mata kita yang terjadi pada peserta didik usia dini dan muda dari sebelum pandemi dan semakin bertambah parah saat pandemi hadir.

Bila, Nadiem kini mendorong pemerintah daerah agar segera membuka pembelajaran tatap muka di sekolah, tentu ada benarnya.

Selama PJJ, mungkin bisa diteliti atau.disurvei, ada berapa persen seluruh sekolah di Indonesia yang melakukan proses KBM hingga kenaikan kelas/kelulusan peserta didik, sekadar formalitas. Karena melihat bukti di lapangan, terlalu banyak peserta didik yang nampak plonga-plongo dan sangat ngeri terdampak kedunguan berkesinambungan.

Nadiem pun juga jangan sekadar mendorong sekolah untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Tetapi Nadiem juga wajib benar-benar meminta garansi kepada stakeholder terkait, tentang kompetensi dan profesionalisme para guru. Percuma, pembelajaran tatap muka dilakukan, bila ujung tombak pendidikan, yaitu para guru masih terus bermasalah dalam hal kompetensi dan profesionalismenya sebagai guru.

Sebab, masih banyak guru yang berjuang untuk terus mengembangkan diri agar sesuai standar kompetensi dan profesionalismenya demi peserta didik, tetapi juga tidak sedikit, guru-guru yang masih seenaknya sendiri. Sudah UKG tak lulus, tetap tak kreatif-imajinatif-inovatif, gaji pun tak tetap tak pernah dipotong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun