Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanyakan kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim ihwal terobosan yang telah dibuat untuk mendorong dunia pendidikan dalam diskusi bersama Nadiem Makarim yang disiarkan YouTube Kemendikbud RI, Minggu (2/4).
Tak mengungkit penilaian Unesco dan PISA
Sayang saat menyimak diskusi tersebut, tak ada pembicaraan menyoal Indonesia yang terpuruk dalam penilain membaca dari Unesco dan penilaian literasi, matematika dan sains oleh Programme for International Student Assesment (PISA).
Padahal penilaian tersebut menjadi tolok ukur keberhasilan pendidikan setiap.negara di dunia. Untuk apa bikin terobosan ini dan itu, tapi selama puluhan tahun Indonesia terus terpuruk dalam dunia pendidikan. Lebih khusus, terpuruknya justru dalam hal membaca, yang menjadi pintu dan jendela dunia.
Lebih miris, saat Indonesia terpuruk dalam dunia pendidikan, masyarakat Indonesia justru dapat anugerah sebagai warganet terburuk, paling tidak sopan, khususnya di Asia Tenggara.
Dunia pendidikan khususnya melalui pintu membaca, literasi, matematika, dan sains, ternyata kalah jauh dari minat dan kecintaan masyarakat kepada gadget. Sebab, Indonesia malah menjadi salah satu negara pengguna gadget terbesar di dunia. Bahkan, jumlah gadget lebih banyak dibanding jumlah penduduk seperti telah diberitakan faktanya oleh berbagai media mainstream di tanah air.
Akibatnya, saat pandemi corona, jari-jari orang Indonesia malah lebih cepat dari otaknya untuk kegiatan bernama like dan share di media sosial (medsos). Fatalnya lagi, sebab pintu dan jendelanya tertutup atau ditutup, tak membaca dengan benar, dengan cermat, sehingga minim ilmu, jadilah medsos tempat komunikasi yang tidak edukatif.
Seharusnya, saat Presiden bertanya terobosan, ada pertanyaan juga  bagaimana mengentaskan pendidikan Indonesia yang dianggap gagal dan tertinggal di dunia sesuai penilain Unesco dan PISA. Namun, sudah tak ditanya hal itu, Nadiem pun tak menyinggung sama sekali menyoal membaca, literasi, matematika, dan sains yang terpuruk.
Nadiem adalah menteri yang dipilih oleh Presiden karena latar belakangnya dari sudut milenial dan penguasaan teknologi digital, karenanya juga wajib memahami bahwa selain orang Indonesia ilmunya minimalis karena malas membaca, tapi kecepatan jarinya melebihi kecepatan otak saat di depan layar gadget.
Tak pelak, Indonesia pendidikannya terus tertinggal terutama di ranah membaca, literasi, matematika, sains hingga ilmu dalam otaknya minimalis, yang diukur oleh Unesco dan PISA, dan menjadi pangkal masalah masyarakat tak beretika di medsos, pun di dunia nyata.
Karena gagal dalam membaca, litersasi, matematika, dan sains, maka bila Nadiem berpikir membuat terobosan merdeka belajar, masyarakat Indonesia malah sudah kebablasan dalam dunia maya, dunia digital, yang sulit disentuh melalui jalur pendidikan di sekolah dan bangku kuliah karena terlalu merdeka, tapi tak belajar dan terdidik dengan benar.
Cerita Taufiq Ismail