Sumber masalah utamanya pun juga sudah terdeteksi yaitu karena Kurikulum Pendidikan dan SDM gurunya yang tak kompeten, pun SDM pembina dan pelatih SSBnya yang jauh dari standar. Kolaborasi kekisruhan di dua ranah pendidikan yang sama-sama menggarap sektor anak usia dini ini, sungguh fatal akibatnya untuk regenerasi bangsa dan negara Indonesia.Â
Sampai kapan? Tahu negara lain pendidikannya maju karena apa, tapi Indonesia sulit belajar dan mencoba seperti mereka. Alasannya pun klasik, Indonesia luas, baik wilayah, penduduk, dan adat budayanya tak seperti negara lain. Prek, semua terus saja ada justifikasinya dari para pejabat yang diberi amanah mengentaskan sektor ini.
Fakta bahwa pendidikan di Indonesia terus terpuruk, penyebabnya adalah karena berbagai persoalan yang sangat majemuk. Masalah Kurikulum pendidikan dasar dan SDM guru yang tak kompeten pun terus menyumbang sebab utama mengapa Indonesia selalu mendapat peringkat rendah dalam survei kinerja siswa.
Melalui The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang mengumumkan hasil Programme for International Student Assesment (PISA) 2018, seperti tahun-tahun sebelumnya, perolehan peringkat Indonesia tidak memuaskan.
Perlu dipahami, PISA merupakan survei evaluasi sistem pendidikan di dunia yang mengukur kinerja siswa kelas pendidikan menengah. Penilaian ini dilakukan setiap tiga tahun sekali dan dibagi menjadi tiga poin utama, yaitu membaca (literasi), matematika, dan sains. Hasil pada tahun 2018 mengukur kemampuan 600 ribu anak berusia 15 tahun dari 79 negara.
Hasilnya, lagi-lagi menempatkan siswa Indonesia di jajaran nilai terendah terhadap pengukuran membaca, matematika, dan sains. Pada kategori kemampuan membaca, Indonesia menempati peringkat ke-6 dari bawah (74) dengan skor rata-rata 371. Turun dari peringkat 64 pada tahun 2015.
Lalu pada kategori matematika, Indonesia berada di peringkat ke-7 dari bawah (73) dengan skor rata-rata 379. Turun dari peringkat 63 pada tahun 2015. Sementara pada kategori kinerja sains, Indonesia berada di peringkat ke-9 dari bawah (71), yaitu dengan rata-rata skor 396. Turun dari peringkat 62 pada tahun 2015.
Hasil survei lainnya, menempatkan Cina dan Singapura di posisi dua negara teratas. Cina memiliki skor 555, sementara Singapura 549 untuk skor kemampuan memahami bacaan dalam berbagai tingkat kesulitan. Kedua negara ini masing-masing mencapai nilai 591 dan 569 untuk kemampuan matematika siswanya, serta 590 dan 551 untuk nilai sains.
Rata-rata skor dunia untuk literasi adalah 487, matematika 489, dan sains 498. Dengan rata-rata tersebut, dibandingkan kemampuan literasi, matematika, dan sains siswa Indonesia, maka siswa Indonesia masih berada di bawah rata-rata dunia. Padahal  Indonesia sudah berpartisipasi dalam penilaian ini selama 18 tahun, sejak tahun 2000. Namun selama itu pula nilai kemampuan siswa tak pernah berada di atas rata-rata.
Bagaimana dengan penilaian PISA terbaru? Terlebih dalam situasi pandemi corona tanpa belajar tatap muka? Dalam situasi belajar normal, tatap muka saja, siswa Indonesia terus gagal sejak tahun 2000. Ditambah lagi oleh buruknya kinerja menteri pendidikan. Mari kita tunggu wajah pendidikan dasar Indonesia  dari hasil survei terbaru PISA nanti.
SSB tempat main-main?