Setelah mempelajari proposalnya, target kompetisinya untuk apa? Biayanya juga tak masuk akal. Lebih dari itu, saya berandai bila semua Klub Liga 1 membikin kompetisi serupa, maka akan ada 18 Kompetisi antar SSB dong.
Enak sekali, Klub Liga 1 mencari pemain dengan cara terselubung, potong kompas, dan tinggal merekrut siswa yang sudah di SSB bahkan dengan gratisan, tapi malah dapat uang dari mengadakan kompetisi. Ini benar-benar menjadikan publik sepak bola akar rumput gerah.
Sebelum ini, publik sepak bola akar rumput juga sudah dibikin gerah dengan kelakuan beberapa Klub Liga 1 yang membikin akademi, namun.pemainnya mencomot dari siswa-siswa SSB. Bahkan ada Klub Liga 1 yang malah sudah ekspansi dengan membikin cabang akademi di beberapa daerah, pun cara merekrut pemain banyak mengorbankan SSB.
Seharusnya mereka membikin kerjasama, bukan menyerobot lahan orang dan mengakali SSB.
Saran untuk Orangtua
Saran saya, para orangtua siswa di SSB, harus cerdas dan bijak dalam mendampingi, memasukkan anaknya ke SSB, pindah SSB, dan bermimpi anaknya menjadi pemain timnas.
Langkah pertama yang untuk pertama kalinya saya ungkap untuk para Orangtua, mengapa ada sekolah fornal SMA dan SMK, dulunya STM? Karena untuk memberikan pilihan kepada siswa. Yang mampu bisa lanjut kuliah dengan pilihan masuk SMA, yang tidak mampu atau mau langsung kerja bisa pilih masuk SMK.
Bila anak Bapak dan Ibu, passionnya bukan sepak bola, terdeteksi tak memiliki Teknik, Intelegensi, Personaliti, dan Speed (TIPS) sebagai pesepak bola, jangan paksakan anak menggeluti sepak bola. Jadikan sepak bola olah raga hobi, dan biarkan anak berkembang sesuai.passion untuk kehidupannya kelak.
Jangan anak diantar untuk bermimpi menjadi pemain timnas, bila di SSBnya saja tak masuk standar TIPS pemain.
Jadilah orang ua yang bijak. Bila Bapak dan Ibu, menyadari bahwa anaknya ternyata passionnya di sepak bola dan memiliki TIPS yang memenuhi standar, jangan ambisi, jangan egois, jangan menyakiti SSB yang telah membina anaknya terlebih dahulu, dan penjadi petualang, masuk di berbagai tim yang mengimingi gratisan pun jumawa karena merasa anaknya hebat.
Ini justru menjatuhkan kecerdasan dan personaliti anak, attitude anak. Hingga malah akan dikucilkan oleh berbagai pihak.