Mirisnya, saat pandemi ini seharusnya menjadi momentum yang tepat bagi PSSI merapikan sektor akar rumput, semisal dengan melanjutkan program afiliasi SSB yang sudah digagas di zaman Ratu Tisha. Atau memiliki program lain yang lebih jitu hingga SSB yang menjamur dapat dijinakkan dan ditertibkan dengan tetap mengawali dengan program afiliasi dan registrasi SSB.
SSB sebagai wadah sepak bola akar rumput yang namanya digaungkan sejak 1999 di saat Pembina Usia Muda PSSI dijabat oleh Ronny Patinasarani dan Ketua Umumnya Bapak Agum Gumelar, seharusnya sudah menjadi prioritas untuk ditangani oleh PSSI.
Sayang, saya sendiri yang saat itu turut menjadi bagian penggaungan nama SSB bersama almarhum Ronny, terus menjadi saksi tak pernah ada pengurus PSSI yang kompeten menangani sektor akar rumput ini.
Akibatnya, SSB dan Akademi-Akademian, Soccer School-Soccer School-an dan sejenisnya terus lahir dan menjamur. Tapi para pembikin Akademi-Akademian, Soccer School-Soccer School-an banyak yang tidak tahu, apa itu Akademi-Akademian, Soccer School-Soccer School-an. Syarat apa yang wajib dipenuhi dan ada dalam SSB atau Akademi-Akademian, Soccer School-Soccer School-an.
Pertanyaannya, apakah SSB dan Akademi-Akademian, Soccer School-Soccer School-an dan sejenisnya telah memenuhi syarat pendirian, ada fasilitasnya, ada ruang belajarnya, ada lapangannya dan semua fasilitas yang menjadi pendukung. Lalu, bagaimana kepengurusannya, siapa para instruktur dan pelatihnya, apa pendidikan formal dan lisensi kepelatihannya? Bagaimana kurikulum pelatihannya dan lain sebaigainya.
Coba lihat dan amati, mana SSB, Akademi-Akademian, Soccer School-Soccer School-an, dan sejenisnya di Indonesia yang memenuhi syarat sesuai namanya? Apakah yang mendirikan dan sekarang menjadi bagian di dalamnya menyadari ini semua.
Seharusnya, apa yang pernah saya tulis di media massa di tahun 1999, kini sudah ada di PSSI dalam bentuk panduan dan regulasi, yaitu menyoal fungsi dan kedudukan SSB dan sejenisnya. Apa prasyarat sebuah SSB bisa didirikan. Bagaimana prosedur perizinannya. Apa yang harus dimiliki dan apa yang harus ada di SSB.
Lalu, kurikulum SSB juga harus selaras dengan Kurikulum pusat yaitu dari PSSI seperti di sekolah formal. Bagaimana pengukuran keberhasilan siswa di SSB. Apa standar pengukurannya. Bagaimana testnya, bagaimana nilai rapornya, dan lain sebagainya.
SSB, Akademi, Soccer School, hingga Diklat Sepak bola yang benar, tidak boleh jauh dari persoalan akademis dan yang berkecimpung dan terlibat di dalamnya juga memiliki standar akademis. Panduan dan regulasi itu semua seharusnya sudah ada dan baku dari PSSI.
Sebab hal itu tidak pernah lahir dan ada, maka jangan salahkan orang-orang yang sok tahu dan bikin SSB-SSB-an, Akademi-Akademian, Soccer School-Soccer School-an, Diklat-Diklatan, yang hampir semuanya tak layak dan memenuhi syarat sesuai namanya dan isi di dalamnya.
Jangan salahkan orang-orang yang lagak dan gayanya sudah seperti.pembina dan pelatih sepak bola hebat. Petantang-petenteng di lapangan berjersey sekolah sepak bola kebanggaan hingga ditiru para siswanya, tapi tak memahami ilmu pedagogi yang melahirkan siswa atau pemain cerdas intelegensi dan personaliti (emosi-mental).