Bagaimana dengan kisah politik di Republik kita terkini? Banyak rakyat yang sudah menjadi korban dan mengorbankan diri demi mendukung junjungannya, para elite partai itu, politisi itu, bahkan sampai masuk jeruji besi pun ikhlas dilakoni, namun orang yang dijunjung dan didukung benar-benar "lupa" siapa dirinya, hingga 'menggabungkan dan bergabung' dengan lawan politik dan meninggalkan rakyat demi kepentingan dan bangga menggunakan ungkapan dalam politik tidak ada lawan dan kawan yang abadi.
Sehingga kini tak ada lagi opisisi yang memang dibutuhkan oleh setiap pemerintahan dalam sebuah negara agar terjadi chek and balance karena tetap ada yang "mengontrol", karena situasi ini memang nampaknya diskenariokan atau sebagai sebuah 'kecelakaan' karena masalah intelektual, terdidik, dan sastra itu yang tak lekat dan dekat dengan mereka.
Inilah yang kini sedang terjadi "di sini". Pilihan hidup dan politik mereka semakin menguak keberadaan aslinya, bahwa mereka berpolitik untuk kehidupan atau kehidupan untuk politik?
Hidup dan politik
Hidup sesuai makna KBBI adalah masih terus ada, bergerak, dan bekerja sebagaimana mestinya. Sementara arti politik adalah pengetahuan mengenai ketatanegaraan-kenegaraan atau segala urusan dan tindakan menyoal kebijakan, siasat, dan sebagainya atau cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah.
Karena itu, untuk bertahan hidup, maka orang harus berpolitik. Tetapi, jangan jadikan politik sebagai kendaraan untuk bertahan hidup. Coba simak apa yang pernah diungkap oleh Tan Malaka.
"Politik harus dimengerti semua orang, karena politik adalah kehidupan sehari-hari. Politik adalah kecerdasan dalam memahami keadaan. Politik bukan dunia para dewa. Berpolitiklah kamu untuk memperjuangkan hidupmu." -Tan Malaka-
Bagaimana dengan model perpolitikan yang kita lihat sekarang? Sebab belum hadir lagi para politikus yang intelektual terdidik sekaligus tak dekat dengan sastra, maka antusiasme rakyat terhadap politik dan para politisinya pun ambyar. Rakyat pesimis, apatis.
Setiap waktu pun media online dan televisi mewartakan menyoal kritik tajam terhadap dunia politik dan kaum politisi dari para pengamat politik maupun pembicaraan masyarakat umum.
Malah, dunia politik di Indonesia kini juga sudah semacam "delman tanpa kusir", yang dapat diartikan, negara tanpa pemimpin politik yang memiliki kapabiltas dan integritas yang mumpuni.
Apa akibatnya? Rakyat yang bagaikan penumpang delman terpaksa terus menerima dan mengalami nasib buruk karena negara tempat mereka bernaung para pemimpinnya terus asyik masyuk dalam politik kepentingan yang sangat mudah dibaca karena dilakukan dengan cara nonintelektual, tak terdidik, dan jauh dari sastra.